Anantara Rasa

JAI
Chapter #60

59. Senja Sedang Berharmoni


Bagaiman perasaan seseorang diremehkan, ketika yang meremehkah selalu bergantung padanya?

Arion sadar, bahwasnya ia masih terlalu jauh sepak terjangnya di dalam dunia perkomikan daripada Raka sendiri. Bukan ia ingin menyombong, tidak pula ia pernah meremehkan pria itu. Ia pantang meremehkan seseorang dengan kapasitas dirinya yang tidak begitu seberapa. Namun, ketika harga diri direndahkan, di situ pula letak kepantasan seorang individu untuk melakukan hal yang sama. Benar, ia tidak suka ketika direndahkan seperti itu. Ingin ia habisi wajah tampan Raka yang dipuji oleh gadis satu sekolahan itu―termasuk pacar dan mantannya sendiri―tetapi ia sadar hal itu bukanlah bagian dari kepribadiannya sendiri.

Manusia merupakan makhluk yang bebas. Arion masih memegang teguh prinsip tersebut. Ia merupakan bagian dari satu individu bukan bagian dari individu yang lainnya, dalam artian dirinya tidak akan bisa diintervensi dari pihak mana pun. Sebegitu kuat pengaruh Raka di sekolah, sebegitu banyak orang yang menyanjung pria itu dengan kefanatikannya, tetapi Raka tetaplah sama dengan orang lain di mata Arion. Arion memandangnya sebagai individu, bukan privilege yang selalu bergantung pada pria itu. Konklusinya ialah ia tidak memandang Raka sebagai atasan, melainkan hanya sebagai ketua yang menjalankan tugas administratif belaka.

Entah kenapa Raka bersikap begitu. Sejauh ini ia berteman―meskipun ia memilih menghindari orang-orang terkenal seperti Raka―tidak pernah didengar Raka berkata kasar kepada orang lain. Raka merupakan orang yang selalu menjunjung etika karena title-nya sebagai pejabat organisasi siswa tertinggi itu. Ia pun tahu bahwasanya bukan karakter asli Raka berkelakuan seperti itu. Namun, Raka sama sekali menjadi orang yang berbeda, bukanlah Raka yang selama ini ia kenal.

Tidak ada ruginya pula bagi Arion untuk keluar dari club. Perihal namanya, club itu pasti membutuhkan namanya untuk selalu terdaftar hingga saat ini. Jika tidak, tentu saja akan datang surat pemberitahuan pembubaran organisasi karena tidak mencukupi jumlah minimal anggota. Arion tidak mempermasalahkan hal tersebut. Lagi pula, di sana ada Freya yang masih ingin bertahan. Ia tidak ingin menyakiti hati wanita itu.

Arion menoleh ke trotoar jalanan tatkala seorang wanita datang memasuki halte. Yang biasanya Freya pulang pakai sepeda―hari ini Freya tidak dijemput olehnya―kini berjalanan kaki untuk menuju ke rumah. Duduk Freya di samping Arion sembari menggenggam tangannya sebegitu erat.

“Tangan lo dingin, masih marah?” tanya Freya.

“Kalau lo pegang tangan gue kaya gini, gue enggak bisa marah lagi.”

Freya menoleh kepada Arion. “Lo berbohong. Kalimat lo cuma sandiwara pacar-pacaran yang lagi kita lakukan.”

Semakin Arion kuatkan genggaman tangan Freya. “Bukan, ini serius. Lo bikin gue nyaman dan tenang.”

“Lo udah mulai suka sama gue?” tanya Freya dengan polosnya. “Kalau iya, itu enggak adil banget karena gue belum. Seharusnya, kita jatuh cinta di saat yang bersamaan.”

“Belum ... gue hanya merasa nyaman dengan lo.” Arion tersenyum kecil. “Tujuan kita pacaran itu kan buat ngelupain mereka berdua. Gue enggak maksa lo suka sama gue, begitu pula gue enggak memaksakan diri buat suka sama lo.”

Freya menggeleng sesaat. “Tapi, Arion ... entah kenapa gue berharap kita saling jatuh cinta. Gue pengen punya pacar yang saling jatuh cinta.”

“Kita ubah tujuan kita yang diawal?”

“Gue harap begitu.”

“Baiklah ... gue berusaha buat suka sama lo. Kalau kita udah di titik itu, jujur aja masing-masing.” Tangan Arion membelai rambut Freya.

“Tumben enggak pakai sepeda.”

“Gue mau sama lo. Bawa gue ke mana lo mau pergi.”

Lihat selengkapnya