Senang rasanya melihat Arion berbincang bersama Mama. Freya merasa mamanya tersebut sangat menyetujui hal ini. Pembawaan Arion begitu meyakinkan dengan karakter yang santun, cerdas, meskipun sedikit dingin. Berkat usaha Arion yang meminta izin, Freya kini bebas untuk keluar bersama Arion. Ia tinggalkan bukunya tersebut untuk sementara dan disambung setelah pulang nantinya. Ternyata hangatnya tubuh Arion lebih menarik daripada lembaran buku untuk ujian besok.
Bersenandunglah malam pada romanstisme berboncengan roda dua. Melingkar tangan Freya pada pinggul Arion yang sedang mengendalikan motor tua. Deru suara mesin tidak sebesar nyaman yang ia rasakan. Dibelah malam ini pada jalan aspal yang sunyi, sedikit lampu redup kekuningan tepi jalan menerangi pemandangan. Dingin pun membelai tubuh mereka masing-masing, tetapi senyum tetap dipancarkan. Seakan lupa hal yang terjadi waktu itu, Freya teralu larut dalam suasana ini. Ruang yang bergerak seakan menjadi lambat untuk memberikan kesempatan bagi Freya untuk menikmatinya.
Meskipun cinta bukanlah dasar, tetapi Freya selalu ingin dekat dengan Arion. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Benarkah rasa itu mulai tumbuh dalam hatinya? Bagaimana bisa ia tidak menyadari rasa itu telah tumbuh? Ya, bisa jadi seluruh rasa nyaman dan rindu jika tidak bertemu merupakan manifestasi dari rasa cinta yang tumbuh. Hanya saja Freya belum menyadarinya atau terlambat memungkiri.
Freya tahu tujuan Arion malam ini karena tidak akan jauh dari makanan di tepi jalan. Kesederhanaannya itu tidak perlu ia ragukan lagi, padahal sudah berapa kali mereka melewati restoran cepat saji yang biasa diduduki oleh anak muda. Jatuh pilihan Arion kepada pondok pecel lele yang sedikit sunyi. Arion memilihnya karena sudah pasti tidak akan menunggu lama. Mereka duduk di sana setelah memesan dua porsi pecel lele untuk disantap bersama.
Kagumnya Freya berhelat tambah besar ketika tangan Arion mengenakan sebuah kalung dengan batu warna biru cerah sebagai hiasannya. Uniknya, bentuk batu tersebut diasah sedemikian rupa hingga membentuk lekukan hati. Helaian rambutnya disingkap oleh Arion, terpasang sempurnlah kalung tersebut. Freya tersenyum kagum sembari menatap mata batu biru cerah itu. Setelah ia lebih teliti lagi, terdapat ukiran namanya dan nama Arion yang terletak di belahan lainnya.
“Bagaimana?” tanya Arion.
“Gue enggak tahu mau bilang apa, yang pasti ini menakjubkan. Ada nama gue dan nama lo. Bagaimana bisa?”
Arion tersenyum senang ketika Freya menyukai kalung tersebut. “Sejak pagi tadi, gue izin pergi belajar di rumah teman. Padahal, gue keluar kota sendirian buat menikmati alam perbukitan desa. Jadi, gue sekalian mampir ke rumah teman Ayah yang juga sama-sama seniman. Di sana gue belajar mengasah batu, sekalian mengukir nama di atasnya.”