Anatomi Mimpi

Ariya Gesang
Chapter #20

Pemenang!

Tirai di jendela kamar Friska Akasia terbuka lebar, menunjukkan pemandangan pekarangan rumah dan jalanan di luar pagar. Pohon mangga bergoyang oleh angin siang, sesekali oleh mobil yang melintas kencang. Aroma petrikor menguar tajam, segala di luar sana ternaungi oleh awan mendung yang tebal. Wanita itu duduk di kursi rodanya, melihat ke kejauhan dengan sorot mata yang kosong dan pikiran yang dipenuhi oleh kesedihan. Ia menggerakkan kursi rodanya maju mundur, lantas baru menyadari bahwa kursi rodanya sangatlah senyap, nyaris tidak menghasilkan suara saat berjalan—Hanya deru ringan dinamo yang bisa didengar oleh telinganya sendiri. Mungkin harganya mahal, Friska tidak menyangka bahwa Dean akan membelikannya langsung.

Wanita itu bergerak memutar seperti ketika mengayunkan kapaknya di dunia mimpi. Ia menyukainya, lalu tersenyum dan menggerakkannya bolak-balik. Friska melintasi setiap kotak keramik di dalam kamar. Saat berhenti di meja sebelah kasur, wanita itu melihat stiker lama yang menempel di sisi kiri meja. Stiker lingkaran dengan empat garis yang saling memotong di dalamnya. Doctor Strange, batinnya. Ia ingat mendapatkan stiker itu lima tahun yang lalu, salah satu souvenir dari membeli tiket bioskop. Tentunya saat Friska masih menggemari film-film superhero, terutama yang diproduksi oleh Marvel. Sudah lama sekali wanita itu tidak menonton film-film superhero lagi, setidaknya sejak kematian Tony Stark saat mengalahkan Thanos.

Secara otomatis pikirannya langsung tertuju pada Edo. Pria itu memiliki kemampuan yang mirip dengan Doctor Strange, di mana ia bisa menciptakan portal untuk masuk ke tempat lain. Friska tersenyum, wanita itu menyentuh stiker yang merupakan logo dari Dokter Strange. Kemudian hujan deras turun tanpa diawali gerimis, dibarengi dengan ponselnya yang menyala oleh panggilan masuk dari Dean. Ia hanya memperhatikan ponsel di atas bantal itu, Friska tahu tidak bisa menjangkaunya. Harus ada Yui yang membantu. Namun, wanita itu tidak ingin merepotkan Yui terus-menerus. Saat ini adiknya sedang memasak, mulai menggantikan pekerjaan ibunya di rumah ini. Ia pun membiarkan panggilan masuk dari Dean tak terjawab.

Klak! Suara pintu kamarnya terbuka. Friska menoleh dan melihat Yui masuk. Adiknya itu membawa nasi putih, sup ayam, dan segelas air minum di atas nampan. “Lo mau ngeteh, Kak?”

“Mau,” jawab Friska mengangguk.

Yui menaruh nampan itu di atas meja, lalu berbalik dan meninggalkannya. “Jangan makan dulu, biar gue suapin.”

Friska tersenyum. “Emangnya gue udah jompo?” Wanita itu mendekat ke nampan dan mengambil sendok. Sup ayam di mangkuk itu adalah masakan pertama Yui. Tampilannya menarik, semua sayuran di dalamnya tampak komplit, lengkap dengan daun bawang yang mengambang di permukaan kuah. Namun, Friska tidak yakin pada rasanya, wanita itu pun mulai menyeruput kuah dari sendok.

Kaldu ayam terasa kental di lidah, ia membelalak dan menyadari bahwa rasanya tidak terlalu tajam ataupun hambar. Benar-benar di tengah, bahkan lebih berasa daripada sayur sup yang biasa dibuat oleh ibunya—cenderung hambar. Friska tidak menyangka bahwa adiknya bisa memasak masakan seenak itu, ia pun langsung mengangkat mangkuk sup dan mengunyah potongan ayamnya. Tiba-tiba friska mewek, menyadari bahwa Yui pasti berjuang keras untuk bisa memasak masakan seenak ini. Wanita itu menelan daging ayamnya perlahan sambil menangis.

***


“Satu kosong lima,” gumam Dean Kurniawan membaca angka-angka yang tertulis di Instagram dr. Sanusi. Ada dua puluh daftar angka yang tertulis pada e-flyer. Itu adalah daftar pemenang undian yang berhak mengunjungi seminar dr. Sanusi secara gratis dan liburan ke Karimunjawa. “Nomor gue berapa, ya?”

Pria itu melupakan nomor undian yang tertulis di halaman belakang buku Anatomi Mimpi. Ia menoleh ke sana kemari mencari bukunya, memperhatikan sepanjang meja bar dan di sela-sela mesin kopi, tetapi tidak menemukannya. Selain lupa nomor undiannya, Dean juga lupa di mana ia menaruh bukunya? Pria itu memang sudah membaca buku Anatomi Mimpi hingga selesai, tetapi ia masih sering membawanya ke kafe untuk dibaca-baca ulang, terutama untuk kembali menikmati cerita Via bersama dengan dunia origami yang menarik.

Lihat selengkapnya