Yui Edelweiss duduk di kasur Friska, memandangi kakaknya yang sudah terlelap dan mendengkur lirih. Gadis itu mengerti bahwa saat ini Friska sangat membutuhkan keberadaannya. Sang kakak masih belum bisa menerima duka dan menyalahkan ayahnya. Sekarang sudah dua hari Yui tidak berangkat kerja ataupun kuliah. Ia mengambil cuti di tempat kerja dan izin tidak menghadiri kuliah entah sampai kapan.
“Jaga kakak lo baek-baek, mental dia lagi lemah,” tutur Naya di earphone yang menyumbat telinga Yui. “Jangan sering biarin sendirian, bahas masa depan sama kakak lo lagi.”
“Iya, Nay. Thanks, ya. Sorry banget gue nggak bisa hadir buat ikut presentasi filmnya.”
“Udah, lo nggak usah pikirin itu. Editing lo cakep banget, kok. Temen-temen suka dan presentasi kami juga bagus. Belom dapet nilai, sih. Ntar bareng sama yang laen.”
“Alhamdulillah, Nay. Emm, kalau cuti di kampus bayar berapa ya, Nay?”
“Lo mau cuti?”
“Iya, sampai Kak Friska bisa gue tinggal.”
“Sejuta kayaknya, deh. Per semester. Kemarin tetangga gue juga cuti, soalnya melahirkan. Kayaknya dia bilang sejuta gitu, tapi ntar gue coba cari tahu lagi. Terus kerjaan lo gimana, Yu?”
“Gue juga masih bingung, besok cuti gue di kerjaan udah abis. Lusa berangkat.”
“Ada saudara dari Mama sama Papa nggak, sih?”
“Udah pada pulang, ke sini cuma untuk ngelayat.”
“Kalau bisa sih lo jangan sampai keluar kerja, Yu. Nyari kerjaan sekarang susah.”
Kemudian Yui ingat sosok Dean yang sering menyempatkan waktunya untuk datang dan menemani Friska. “Sebenernya ada teman Kak Friska, tapi gue nggak enak sama dia. Dia kerja juga soalnya. Tapi dia juga sempet nawarin gue buat gantian jaga Kak Friska. Jadi, misal gue udah mulai kerja, ntar dia dari pagi sampai sore jagain Kak Friska. Tunggu Papa sama gue pulang. Abis itu dia masuk kerja sampai malem, terus giliran gue yang jaga Kak Friska sampai malem.”
“Lo percaya sama dia?”
“Gue emang baru kenal, tapi dia udah mau ngurus Kak Friska, dari mulai jagain di Rumah Sakit Kardinah sampai anter ke Rumah Sakit Fatma. Dia juga beliin kakak gue kursi roda listrik. Terus, yang bikin gue tenang, Kak Friska nggak nolak sama sekali dapet bantuan dari temennya itu. Namanya Kak Dean.”
“Kalau gitu, artinya Kak Friska udah percaya sama dia, Yu.”