Tiga kali. Friska Akasia merasa muak harus menghadiri pemakaman selama tiga kali dalam waktu kurang dari satu bulan. Wanita itu memberengut menatap Edo yang menyendiri di depan batu nisan Lea. Orang-orang telah pergi meninggalkannya, hanya ia dan Bardi yang masih berdiri menemani Edo. Edo menangis, meremas bunga dan menderu. Malam mulai larut, tetapi lampu-lampu di sekitar pemakaman menerangi.
“H-harusnya dia nggak dateng buat selamatin aku,” tutur Edo dalam tangisnya.
Friska sudah tahu ceritanya. Saat itu Edo terpojok di dalam koridor gedung ketika bertarung dengan Jubah. Lagi-lagi Jubah memanfaatkan bangunan untuk mempersempit area pertarungan, karena kubah waktu memerlukan pertarungan jarak dekat. Edo bercerita bahwa saat dirinya terluka, Lea menemukannya dan langsung memberikan perawatan. Namun, Jubah datang dari ujung koridor yang lain dan menyerang mereka menggunakan senjata semi otomatis UMP 45. Edo terlambat menciptakan portal segitiga, sehingga peluru menambar punggung Lea. Pria itu sempat membawa Lea masuk ke rooftop dan menutup portal segitiganya, tetapi Lea sudah mati di pelukan.
Cerita dari Edo semakin membuat Friska menaruh kebencian yang besar pada Jubah. Kematian Lea juga menjadi penyesalan yang besar untuk wanita itu. Sebab, ia merasa bisa menolong jika Edo membiarkannya ikut melawan Jubah. Bayang-bayang saat batu kerikil menghajar Jubah terlintas di kepala, Friska sangat menyesal tidak membunuhnya saat itu. Muncul keinginan dalam diri Friska untuk menghadapi Jubah secara menyendiri, tidak membutuhkan izin Edo atau siapa pun.
Sesaat kemudian Edo berdiri dan mengusap air mata, pria itu menunjukkan wajah sembapnya. “Aku tahu kamu marah,” kata Edo. “Aku tahu kamu ingin melawan Jubah secepatnya. Tapi percayalah, kekuatanmu saat ini bukan kekuatan yang bisa mengimbangi Jubah. Di dalam penglihatanku, kamu bisa menggerakkan seluruh elemen di langit.”
Lantas Friska ingat ucapan Edo tentang sebuah pilihan penting yang bisa membuat Friska mengalahkan Jubah. Pria itu mengatakannya di malam ketika Friska hendak menjalani latihan di labirin. “Dulu kamu pernah bilang ke aku, katanya ada sebuah pilihan yang harus kupilih. Kamu bilang waktu itu aku belum siap buat menentukan pilihan itu, terus sekarang kamu bilang aku belum siap buat ngalahin Jubah. Sebenarnya apa yang kamu pikirin? Apa Lea mati dalam keadaan siap? Semua orang yang dibunuh Jubah nggak ada yang siap, aku lihat sendiri kematian Norin!” Friska menyadari bahwa nada bicaranya berangsur keras.
Kemudian Edo melangkah mendekat dan berdiri tepat di hadapannya. “Cuma ada satu hal yang bisa bikin kamu memaksimalkan kemampuan kamu di dunia ini. Cuma ada satu cara yang bisa membuat kamu hancurkan tubuh Jubah berkeping-keping.”
“A-apa? Aku siap.”