“Kebodohan dan penyesalan adalah dua sifat yang saling menyertai. Hukuman adalah siksaan, dan siksaan mengisyaratkan penghinaan yang mengiris.”
—Abu Al-Fadhl Ahmad ibn Muhammad Al-Nisaburi)
Orang kafir dan musyrik yang mengingkari hakikat ketauhidan dinistakan oleh Allah dalam QS Yûnus (10): 54 dan QS Saba’ (34): 33, dengan redaksi yang sama.
Mereka menyatakan penyesalan ketika mereka melihat azab.
Pada pengadilan Ilahi kelak, orang-orang yang mendustakan kebenaran agama akan saling menuduh. Rakyat jelata menuding pembesarnya sebagai biang keladi atas akhir hidupnya yang sengsara, seorang hamba mendakwa tuannya sebagai dalang atas nasibnya yang malang di neraka.
“Kami dijebloskan ke neraka karena ulah kalian. Seandainya bukan karena kalian, kami tidak akan seperti ini.”
“Itu salah siapa? Kami? Atau justru kalian sendiri? Apakah kami pernah menghalangi kalian dari kebenaran ajaran nabi-nabi kalian? Sebenarnya, kalianlah yang sesat dan keliru.” Begitulah jawaban mereka untuk menyembunyikan desir-desir penyesalan yang menyayat hati. Meskipun demikian, wajah dan gestur tubuh mereka melukiskan penyesalan yang tak bisa dimungkiri.