Andai Kisah ini Tiba di Mejamu

Serasa Sarasa
Chapter #4

Seorang Merayu dalam Kenangan

Aku melangkah perlahan di atas trotoar yang mengingatkanku pada jejak-jejak masa lalu. Angin sore yang berhembus seperti pelukan lama di masa lalu, membawa aroma kenangan yang terasa semakin kuat dengan setiap nafasku. 

Sekolah Menengah Atas ini, seperti rumah tua yang masih tegar berdiri meskipun usianya sudah hampir satu abad. Di depanku, bangunan itu terlihat sama megahnya seperti yang kuingat, meskipun kini tampaknya dipenuhi dengan energi aneh di hari Minggu sore. Membuatku bernostalgia tentang masa lalu. 

Seperti perkiraanku, akhir pekan ini ada clear area di sekolah. Menurut info dari Bumi, adikku, di sini sedang ada kegiatan malam pengakraban untuk klub teater. Ia menyuruhku untuk datang di hari Minggu pukul 4 sore saat kegiatan berakhir. 

Masih ada beberapa menit lagi untuk bisa masuk ke dalam sekolah. Sementara itu, aku duduk di dekat pos satpam untuk menunggu kegiatan klub ekstrakurikuler tersebut berakhir. Sambil menunggu, aku menggoreskan ide-ide yang muncul di kepalaku ke buku catatan. Melengkapi alur cerita yang berhasil aku temukan saat berada di dalam kereta. 

Aku meraih ponselku, mengngambil foto-foto sudut halaman yang kini tampak begitu asing sekaligus penuh kenangan. Sekolah yang pernah menjadi tempat untuk menghabiskan sebagian besar hariku, kini terasa jauh dan tejangkau. Rasanya ingin mengulang waktu, meski aku tahu itu mustahil.

“Boleh saya duduk di sini?” Suara seorang pria paruh baya mengejutkanku dari lamunan. 

Aku menoleh, memandangnya. Pria yang aku taksir berusia 60-an tahun itu tersenyum ramah. Rambutnya yang memutih dengan garis-garis halus di wajahnya menunjukkan jejak waktu yang telah dilaluinya. Aku memberikan anggukan yang sama ramahnya, dan ia pun duduk di sebelahku. 

Kami mulai berbicara, awalnya hanya basa-basi, tapi kemudian ia mulai bercerita tentang cinta pertamanya. Itu juga yang menjadikan alasan kedatangannya ke sekolah di Minggu sore ini. 

“Cinta pertama saya…. adalah orang yang sama yang telah menjadi istri saya. Kini dia sudah meninggal. Dia adalah cinta sejati dalam hidup saya, dan kenangan tentangnya selalu menjadi sumber kekuatan dan kehangatan.”

Aku tersentuh. Juga tertarik untuk menggali lebih banyak kisah cintanya untuk aku jadikan inspirasi dalam novelku. "Jika boleh tahu, apa momen romantis masa muda yang paling berkesan bagi Bapak?"

Pria itu tersenyum. "Ah, ada begitu banyak momen yang kami bagikan bersama. Tetapi ada satu momen yang paling saya ingat, itu adalah momen saat kami pertama kali bertemu di bawah Rinjani." Jari telunjuknya terulur ke satu-satunya pohon beringin yang ada di halaman depan sekolah. Seingatku, di masa aku sekolah dulu, memang banyak pasangan-pasangan yang jatuh cinta di bawah pohon yang dijuluki dengan sebutan Rinjani. 

"Dia berdiri di sana, dengan senyum yang membuat hati saya berdebar-debar, dan mata kami bertemu saling bertemu. Itu adalah awal dari cinta yang tak terlupakan," sambungnya.

Aku membayangkan betapa mendebarkannya pertemuan itu. “Wah, itu pasti momen yang paling indah.”

"Ya, itu momen yang akan selalu saya kenang. Meskipun waktu telah merenggutnya, cinta dan kenangan kami tetap abadi di dalam hati." Pria itu menempelkan tangannya ke dada sebelah kiri.

Baru kali ini aku mendengar seorang laki-laki benar-benar mendefinisikan kata cinta dengan indah. Aku bahkan dibuat tertegun, ternyata ada pria yang selembut ini. Aku yakin pasti ia telah memperlakukan istrinya dengan sangat baik. Membuatku iri. 

Namun, aku juga penasaran dengan apa yang membuat pria di sampingku ini bisa jatuh cinta pada mendiang istrinya.

“Apa yang membuat saya jatuh cinta padanya? Hmm, pertanyaan yang sulit. Tapi jika harus diungkapkan, mungkin karena kebaikan dan kelembutan yang selalu ada dalam dirinya. Dia adalah sosok yang penuh kasih, selalu peduli terhadap orang lain dan memiliki hati yang besar. Saat melihatnya, saya merasa seperti menemukan rumah yang sejati, tempat di mana saya bisa menjadi diri sendiri tanpa rasa takut atau cela.”

“Jadi, kebaikan dan ketulusan hati ibu yang membuat Bapak jatuh cinta kepadanya?”

Pria paruh baya itu mengangguk. "Ya, itu salah satunya. Juga, saya melihat ada kekuatan dan keberanian dalam dirinya yang membuat saya terpesona. Dia adalah sosok yang berani menghadapi tantangan dan mengambil risiko untuk hal-hal yang diyakininya. Itu membuatnya menjadi sumber inspirasi dan membuat saya semakin mencintainya setiap hari."

Lihat selengkapnya