Rabu, Agustus 2016.
“Kalian ada jadwal TM—technical meeting—hari ini?”
Aku yang sedang merapikan buku, menoleh ragu-ragu. “Aku ada, Mo.”
“Oh iya, jadinya kamu ikut Focus, Er?” tembak Mora dengan benar, aku mengangguk mengiyakan. “Ada calon fotografer nih,” godanya yang membuatku berdecak malu.
“Apa, sih?” gumamku, suaraku melemah. Mora terlalu berlebihan. Andai saja dia tahu apa motivasiku ikut Focus, pasti dia tidak akan merasa bangga kepadaku.
“Focus itu yang kemarin kamu kira ekskul sulap itu, kan, La?” celetuk Mora yang membuat Jalila tertawa.
“Hocus Pocus Focus!” tiru Jalila mengulang jargon kebangaan dari klub fotografi itu. Ia bahkan menirukannya sambil memutar-mutarkan bolpoin di tangannya, seolah-olah sedang memainkan trik sulap.
“Jangan diledek gitu,” rajukku.
“Siapa yang ngeledek? Nggak ada. Bagus tahu jargonnya. Itu satu-satunya jargon yang nempel banget di kepalaku. Aku aja malah nggak ingat jargon ekskulku sendiri.”
“Iya lagi,” timpal Jalila sambil tertawa. “Aku juga lupa sama jargonnya Amor Bumi, apa ya?”
“Dekati Bumi, Cinta Bersemi!” seruku pelan. Aku hafal jargon-jargon unik dari beberapa klub karena aku menuliskannya di buku catatan.
“Mentang-mentang Ertha artinya Bumi, dia jadi hafal jargonnya Amor Bumi,” ujar Jalila ke Mora dengan nada meledek kepadaku.
“Mana dia juga ikut ekskul yang jargonnya paling bagus lagi,” tambah Mora ikut mencandaiku.
“Kalau kamu, La, ada technical meeting apa?” potongku, berusaha menghentikan obrolan mereka berdua yang malah semakin membuatku tidak percaya diri.
Jalila melihat kertas undangan miliknya yang ia sembunyikan di balik casing ponselnya. “Aku nggak ada sih hari ini. Besok baru ada.”
“Kamu technical meeting Terantang, ya, hari ini?” tanyanya balik ke Mora. Perempuan berkacamata itu mengangguk. “Semangat, ya! Paling-paling disuruh jadi orang gila kamu nanti.”
“Itu udah pasti,” decak Mora. Aku sampai terheran. Sepertinya tidak mudah, ya, menjadi anak teater. Harus menunjukkan ekspresi yang lepas. Beruntung, kemarin aku tidak termakan bujuk rayu Mora untuk bergabung ke Terantang. “Aku turun duluan, deh, kalau gitu. Bye, Er, La.”