Andai Kisah ini Tiba di Mejamu

Serasa Sarasa
Chapter #15

Ujungnya Tlah Melahirkan Simpul Ceria

sore hari, masih di hari yang sama.

Aku dan Aura masuk ke ruang kelas tempat kumpul klub Focus yang masih sepi. Baru ada beberapa orang di sana yang aku tebak adalah para kakak kelas. Bangku-bangku dan meja disusun bertumpuk rapi di bagian belakang kelas, meninggalkan ruang yang cukup luas di depan. Aku dan Aura duduk bersila di pojok belakang kiri kelas, mencoba merasa nyaman di ruangan luas yang terasa dingin dan sunyi.

"Halo, kalian datang paling awal banget, nih. Kita kenalan dulu, ya, sambil nunggu teman-teman yang lain datang." Seorang kakak kelas perempuan menghampiri kita dengan senyum ramah. Perempuan yang memperkenalkan dirinya dengan nama Tia itu mengajak kita mengobrol ringan. Percakapan dengan Tia membuat suasana jadi lebih cair, menghilangkan kecanggungan di antara kami.

Tak lama, satu per satu orang mulai memasuki ruang kelas. Ruangan mulai dipenuhi oleh anggota klub lainnya. Yudha, yang kini aku tahu menjabat sebagai ketua umum klub Focus, membuka kegiatan siang ini. Ia berdiri di depan kelas membelakangi papan tulis. Wajahnya serius tapi bersahabat, dan ia tampak bersemangat memimpin pertemuan ini.

"Selamat datang di pertemuan pertama kita tahun ini! Karena hari ini adalah pertemuan pertama, agenda kita adalah perkenalan antar lintas angkatan. Bagi yang belum tahu, kami—aku, Salman, dan mereka yang duduk di belakangku—adalah anggota Focus angkatan 7."

Yudha menjelaskan kegiatan hari ini dengan antusias. Dia berbicara dengan suara yang tinggi dan penuh semangat seraya tersenyum lebar, memamerkan lesung pipinya. Satu hal yang membuatku semakin nyaman berada di ruang ini adalah Yudha tidak mencerminkan wajah-wajah galak seperti panitia kedisiplinan saat MPLS kemarin.

"Oke, nanti perkenalkan diri kalian satu per satu sambil berdiri dari tempat duduk kalian, ya. Kita mulai perkenalannya dari yang duduk di sebelah kanan paling depan dulu," lanjut Yudha dengan banyak gestur. 

Satu per satu memperkenalkan diri secara bergantian. Mereka menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, dan asal kelas masing-masing. Kegiatan itu mengular dari depan ke belakang. Aku mendapat bagian paling terakhir. Jantungku berdebar saat bangkit berdiri, tetapi aku berhasil memperkenalkan diri tanpa terlalu banyak tersendat.

"Jujur, aku udah lupa lagi siapa nama-nama kalian yang duduk paling depan ini," kelakar Salman sambil menepuk dahinya. 

Yudha menepuk tangannya sekali. Terlihat kedua alisnya terangkat. "Sama!" setujunya. "Tapi nggak apa-apa, Sal. Nanti seiring dengan berjalannya waktu kita bisa hafal nama-nama mereka." 

"Sekarang, gantian anggota Focus angkatan 7 perkenalan! Tapi.... nggak semuanya akan berkenalan. Nanti, Salman dan aku akan menunjuk salah satu dari kalian—angkatan 8—secara acak. Kalian yang aku tunjuk bisa memilih satu orang yang duduk di belakang kita berdua ini untuk memperkenalkan diri."

"Kakak-kakak angkatan 7, siap-siap ditunjuk sama mereka, ya!" lanjut Salman dengan nada jahil. "Aku mulai pilih satu orang dulu, ya. Hmm.... Kamu! Cowok yang pakai kacamata. Sorry, aku lupa siapa namamu. Kamu pengen kenalan sama siapa?"

Cowok berkacamata yang aku tahu bernama Tama itu memilih salah seorang kakak kelas laki-laki. Setelah kakak kelas itu berkenalan, Yudha bergantian menunjuk Maria, ia memilih seorang kakak kelas perempuan. 

Mataku menjelajahi setiap wajah kakak kelas yang telah memperkenalkan diri, berusaha menghafal nama dan karakter mereka. Supaya kalau aku kena tunjuk oleh Yudha atau Salman, aku tidak akan menunjuk mereka untuk kedua kalinya. Meski sekarang, aku belum tahu mau memilih kakak kelas yang mana. Itu membuatku sedikit cemas.

Tak butuh waktu lama, kecemasanku berkurang saat seorang laki-laki yang persis sekali dengan yang ada di ingatanku masuk ke dalam kelas. Aku terus mengamati wajahnya, memastikan bahwa dialah orang yang selama ini aku cari. Jantungku dibuatnya berdetak lebih kencang. 

Lihat selengkapnya