November, 2021
"Halo, Er."
"Iya, gimana, Jah?" jawabku cepat dari sambungan telepon. Aku sedang berada di ruang learning center gedung D saat Ijah menghubungiku. Tadinya, ponselku dalam keadaan silent, karena aku sibuk mengerjakan tugas di laptop. "Sorry, Jah, baru buka HP."
"Nggak apa-apa, Er.”
“Aku mau minta tolong. Kamu bisa gantiin aku jadi interviewer hari ini nggak, Er?”
Aku berpikir sebentar, mencoba mengingat jadwal interview untuk calon anggota baru di organisasi kita.
"Kelompokku mendadak mau survei lapangan sore ini, dan aku nggak bisa izin, Er. Aku mau minta tolong gantiin, kamu dapat jadwal wawancara kapan?" Ijah menjelaskan dengan nada cemas dari seberang telepon, membuatku bisa merasakan kepanikannya seolah ia berada tepat di hadapanku.
"Besok, sih, Jah. Berarti ini kita tukar jadwal, ya?"
"Iya, Er. Besok aku malah bisa. Minta tolong gantiin hari ini, ya, Er. Makasih banyak sebelumnya."
"Oke, oke."
"Terima kasih banyak, Ertha. Kamu memang terbaik, deh!" Ijah terdengar sangat senang, kontras dengan kepanikannya beberapa saat lalu.
Rencanaku untuk melanjutkan pengerjaan novel sore ini sepertinya harus tertunda lagi. Beberapa hari terakhir, banyak tugas menumpuk, dan aku merasa tidak punya cukup waktu untuk fokus menulis. Namun, aku juga tahu betapa pentingnya survei lapangan itu bagi Ijah—nilai semesternya bergantung pada keberhasilan proyek ini.
Menjelang pukul lima, aku kembali bersiap di depan laptop. Catatan dan daftar pertanyaan yang akan aku tanyakan kepada calon anggota baru sudah siap di atas meja.
"Hai, Ertha!" Suara yang familiar menyapaku. Ketika aku menatap layar laptop, aku melihat Tama menyengir lebar.
"Oh? Hai, Tam," jawabku, agak terkejut.
"Bukannya hari ini aku sama Santika, ya?" lanjutku lagi, mengingat jadwal wawancara yang seharusnya hari ini akan di-handle Ijah dan Santika. Sementara besok adalah giliranku dengan Tama. Padahal Ijah sudah terlanjur girang karena akan satu jadwal dengan Tama, tapi ternyata....
"Iya, Santika minta tukar jadwal juga," jawab Tama santai.
"Oh...." Aku mengangguk berulang kali berusaha menyembunyikan keterkejutanku.
Basa-basi pun berakhir ketika peserta wawancara masuk ke dalam video call. Tama membuka sesi dengan perkenalan dan obrolan ringan. Kemudian, ia mulai memberikan masukan tentang tugas desain yang sudah dikerjakan oleh calon anggota baru itu.
Beralih kepadaku, aku menanyakan beberapa pertanyaan seputar desain.
"Apa yang kamu tahu dari desain grafis?" tanyaku, mendengarkan dengan seksama jawabannya, sebelum melanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan lain. Wawancara berlangsung selama kurang lebih 15 menit, sebelum akhirnya aku dan Tama menyelesaikan sesi pertama ini.
Kegiatan sore itu berlanjut dengan tiga orang calon anggota baru lainnya, semuanya berjalan dengan lancar.