Minggu, Oktober 2016
"Nggak ada yang mau ngomong?!"
"Kalau nggak ada yang ngomong, gimana kita bisa ngerti apa yang kalian mau?”
“Kalian tau apa tujuan kita bikin makrab ini?”
“Dari namanya aja udah keliatan, malam pengakraban. Pastinya kita pengen kalian lebih akrab dan kenal satu sama lain. Tapi, apa hasilnya? Nggak ada tuh kata akrab di antara kalian. Semuanya masih saling canggung!”
“Dan, tau apa yang bikin kita marah? Tadi malam, kita udah berupaya mengundang salah satu vlogger untuk menambah wawasan kalian, tapi apa? Kalian malah tidur!"
Gigiku mengerat bibir bagian dalam. Ini bukan pertama kalinya ada shock therapy di klub Focus. Aku juga heran kenapa klub yang bergerak di bidang seni ini juga menerapkan pendekatan yang keras. Saat pertama kali mengalaminya, aku ingin mengundurkan diri sebagai anggota klub. Namun, ada sesuatu dalam diriku yang membuatku bertahan. Bukan karena Indra, meskipun dia yang menjadi alasan utamaku ada di sini. Aku merasa pantang untuk mundur dan menyerah dari apa yang sudah aku mulai. Jadi, meskipun terasa sulit, aku tetap bertahan.
Walau sejujurnya, aku tidak sanggup untuk terus mendengarkan teriakan yang saling bersahutan dan menyudutkan. Iya, aku tahu ini salah satu cara mereka melatih kedisiplinan kita. Iya, aku juga tahu bahwa evaluasi ini ada karena di antara kita pasti telah melakukan kesalahan. Tapi apakah harus dengan membentak untuk menegurnya?
Aku tidak takut. Aku selalu meyakinkan diriku sendiri bahwa aku tidak takut. Kenapa? Karena aku tidak melakukan kesalahan apapun. Pernah, sih, satu kali. Saat aku sering tidak menyapa Indra atau bertemu anggota yang lain saat kami berpapasan.