Andai Kisah ini Tiba di Mejamu

Serasa Sarasa
Chapter #53

Epilog: Aku Bumi yang Mengagumimu, Bulan

2024, dua tahun berlalu sejak confess.


Target lulusku telah tercapai. 

Aku sudah berhasil menyelesaikan satu tahunku dengan sangat baik. Skripsi dan wisudaku berjalan sesuai rencana, dan aku mengukir senyum terbaikku—didampingi Ibu dan Bumi—di setiap momen. Sebuah pencapaian yang dulu hanya mimpi—atau bahkan tidak pernah ada dalam bayanganku—kini menjadi kenyataan. 

Beberapa waktu berlalu setelah wisuda, aku mengambil waktu sejenak untuk diriku sendiri. Menikmati kota ini sebelum akhirnya harus kembali ke rumah. Ibu sudah memintaku untuk pulang ke rumah selepas wisuda. Selain demi penghematan, juga agar aku bisa membantu di rumah. Bukan berarti kepulanganku adalah bentuk kedamaian antara aku dan Bapak. Tidak. Aku tidak berpikir untuk berdamai semudah itu selama dia masih menunjukkan perilaku buruk yang sama. Lagipula permintaan maafnya selama ini bagai bualan semata, tidak pernah benar-benar tulus. Janji-janji omong kosong yang terus dilanggar setiap saat. 

Aku enggan pulang, tapi sementara waktu aku tak punya pilihan lain. Namun, aku tahu ke depannya aku ingin merantau lagi. Bukan menjadikkannya sebagai bentuk pelarian seperti sekarang ini, tapi untuk membangun hidupku sendiri. Dan kalaupun mimpi buruk masih mengikuti, biarlah. Aku harap aku bisa perlahan merelakan masa laluku. Mimpi buruk akan tetap menjadi mimpi buruk, tapi aku tidak harus membiarkannya mendikte hidupku lagi.

Termasuk juga kepada Indra. 

Aku sudah banyak menulis tentang dia, Banyak momen yang tertuang dalam tulisan yang mencerminkan betapa besarnya pengaruhnya dalam hidupku. Bukan hanya di masa lalu, tapi juga saat ini. Ia yang tanpa sadar membuatku bermimpi besar untuk bisa segera menyelesaikan skripsiku lebih cepat dibandingkan teman-temanku. Dia juga yang tanpa sadar meyakinkanku bahwa aku bebas bercerita kepada siapapun soal perasaanku, aku lebih terbuka dengan siapapun dan hidupku terasa jauh lebih ringan daripada sebelum-sebelumnya. 

Pada suatu malam, beberapa hari setelah perayaan tahun baru, hujan turun deras di luar jendela. Aku duduk di meja belajarku, membaca tiap-tiap kata yang pernah aku tulis, yang menggambarkan perasaanku kepada Indra. Membaca itu semua, membuatku menyadari satu hal penting yang selama ini aku lewatkan:

Lihat selengkapnya