Andai Menikah Bukan Ibadah

dhanty Lesmana
Chapter #1

Akhir Sebuah Pengkhianatan

Seruni tergugu, seperti pesakitan. Diam di sofa kecil, menatap keramik putih yang terlihat kontras dengan kaos kaki hitam yang dia pakai. Di depannya, duduk seorang perempuan yang berusia lima tahun lebih muda darinya.

"Aku minta maaf, Mbak Nela ... aku minta maaf ...." Dia memanggil perempuan itu 'mbak', karena walau bagaimana pun, wanita yang berdiri di hadapannya adalah istri pertama suaminya.

"Aku tidak bermaksud mengambil Kang Adam, apalagi merebutnya ... sumpah Demi Allah ...," ucapnya lagi. Rasa sesak yang menyiksa dada, membuncah siap meledakkan dirinya.

"Sudah berapa lama?" Perempuan itu bertanya dengan suara parau dan bergetar, penuh amarah. Seruni semakin menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Dua puluh delapan tahun ...." Terbata diucap lamanya status 'istri muda' yang dia sandang.

"Ya Allah! Selama itu dan aku tidak tahu ...?" Nela berucap dengan suara yang bergetar. Raut wajahnya terlihat begitu syok mendengar penjelasan madunya. Nanar dia menatap ke arah Seruni. "Pintar kalian menutupi semuanya!" Wajah perempuan itu semakin memerah dengan mata membulat sempurna, seakan siap menerkam. 

Hati Seruni menciut seketika. Ketakutan menderanya hebat. Bukan hanya takut, tapi sakit. Walau sesungguhnya, dialah yang sudah membuat Nela lebih sakit lagi.

Ditariknya salah satu ujung hijabnya. Pelan, dia mengusap airmata yang terus mengalir.

"Kalau Mbak Nela menghendaki perpisahan, saya siap ,Mbak. Walau bagaimana pun, saya salah," ujarnya menahan perih yang menusuk hingga ke relung hati. Bahunya terguncang hebat. Isaknya terdengar begitu pilu.

"Kalian punya anak?" Nela masih menatap tajam, tanpa jeda. Siap menguliti perempuan di hadapannya tak bersisa. 

Seruni menggeleng, lemah.

"Rumah ini. Perabotannya, juga mobil yang terparkir di luar, Bang Adam yang beli?" Ketus Nela mencecar madunya. 

Seruni mengangguk, pelan.

"Apalagi yang sudah kamu ambil dari suami saya?" Suara Nela bergetar penuh amarah.

Seruni terperenyak mendengar pertanyaan Nela. Sejenak kepalanya menengadah, menatap Nela yang berdiri tegak di hadapannya.

"Saya tidakmengambil apapun, Mbak. Saya sadar, tidak ada hak--."

"Munafik! Kalau memang sadar tidak berhak, kenapa kamu menggoda suamiku? Dan kalau bukan karena harta, apa yang kamu cari?" Nela menyela, semakin tenggelam dalam lautan emosi.

"Semua tidak seperti yang Mbak bayangkan ...." Seruni terisak lagi, kepalanya menunduk semakin dalam.

Lihat selengkapnya