Andam Karam

Windi Liesandrianni
Chapter #3

Bab 3: Suara yang hilang

“Saat kamu kehilangan yang ada dalam dirimu,

Kedua orang tuamu menjadi penyempurna atas kekuranganmu,

Ayah yang selalu siap berdiri menjadi tameng pelindung.

Mamah yang selalu menguatkan jiwa anaknya dengan lantunan doa,

Maka jangan pernah menyesalinya atas demikian.”

Hari demi hari telah berlalu, Aluna dengan usia yang masih balita tiga tahun itu tumbuh dengan berbagai macam badai yang menerpa hidupnya. Setelah dinyatakan Tuli oleh dokter akibat demam tinggi yang menyebabkan syaraf pendengarannya terganggu, saat itu Aluna tak menyadari bahwa ia telah kehilangan pendengarannya.

“Bamah, gok enggak ada suaraniya?” tanya Aluna dengan tatapan mata polosnya.

Fitri yang saat itu sedang menyetrika baju di dekat sang anak menoleh dan tersenyum tipis. Wanita bergelar ibu itu menarik nafas panjang dan mengembuskannya dengan berat. Benar-benar hatinya teriris. “Benarkah? Padahal volumenya gede lho?”

“Bendar! Aghu enggak bica dengal si Nola ragi niyaniyi aba?” tanya Aluna lagi, kali ini tatapannya dialihkan pada kartun bocah dengan rambut khasnya dan juga dengan karakter si monyet yang sering dipanggil Boots itu.

Fitri menyelesaikan tugasnya dan beralih duduk di dekat anaknya. Ia tersenyum hingga matanya mengeluarkan sedikit air. “Sini, biar saja mamah yang nyanyi.”

***

“Neng Aluna, ayo main!” teriak Anggara yang merupakan sepupu dari Aluna. Keduanya terpaut satu tahun, Aluna lebih tua daripadanya.

Sore itu memancarkan cahaya keindahannya. Zaman itu masih terasa begitu menyejukkan bagi pencinta udara. Karena, di zaman itu tidak semua memiliki kendaraan yang menyumbang polusi udara. Masyarakat benar-benar menjunjung tinggi kelestarian alam dan menghargai alam dengan cara mencintai dan mewaratnya.

Aluna sudah mandi, tak lupa dengan bedak khasnya. Ia keluar bersama sang mamah dengan langkah yang tertatih. Saat demam, Aluna mengalami kelumpuhan sementara. Kini Aluna mulai belajar berjalan yang sudah mulai berkembang secara bertahap demi tahap.

“Aiyo!” teriak Aluna.

“Mainnya di sini saja, Anggara. Karena, bentar lagi mau masuk magrib,” jelas Ibu Anggara yang merupakan Uwak dari Aluna karena Ibu anggara adalah kakak pertama dari Fitri.

“Ya,” jawab Anggara.

Lihat selengkapnya