Andam Karam

Windi Liesandrianni
Chapter #5

Bab 5: Perjuangan Seorang Ayah

“Seorang ayah akan berjuang untuk anaknya,

Tak peduli seberapa kerasnya pekerjaan,

Tak peduli seberapa panasnya terik matahari,

Pada akhirnya, ia hanya ingin membahagiakan anaknya bagaimanapun itu.”


“Apa kamu menyadari bagaimana Aluna berbicara?” tanya Bagas dengan tatapannya mengarah ke atas plafon rumah bergaya anyaman batik.

Fitri menarik nafas paling dalam. “Aku menyadari itu semenjak dia sembuh dari sakitnya, hanya saja aku mencoba menutupinya dan mencoba berpikir semua akan baik-baik saja. Ternyata, waktu menjawab itu semua di saat usia Aluna yang ke-empat tahun ini.”

“Saat itu, aku juga berpikir positif dan semua akan baik-baik saja, karena bagiku itu adalah hal yang wajar. Ternyata, aku salah selama ini.”

“Maafkan aku, Mas. Sebagai seorang mamah, setiap kali aku melihat dia. Hati ini selalu teriris dengan rasa sakit, aku ketakutan jika dia besar nanti,” ucap Fitri dengan air mata yang kembali lagi hadir menggerogoti jiwanya.

“Akan aku usahakan untuk kesembuhan dia. Tolong jaga Aluna, mungkin tiga bulan lagi aku akan membawa dia untuk diperiksa dan untuk dia terapi,” tutur Bagas mengubah posisi rebahnya, dua sorot mata mengeluarkan suara sebagai dua orang tua muda.

“Semoga Allah melancarkan ikhtiarmu untuk Aluna,” tutur Fitri mendoakan.

“Akan aku pastikan dia tidak pernah mengeluarkan air mata. Akan aku pastikan ia dipenuhi dengan cinta kasih sayang seorang ayah kepada anaknya. Akan aku biat dia bahagia,” tekad Bagas penuh keyakinan.

“Aamiin, dia pasti menjadi anak sukses melebihi mamah dan ayahnya,” ucap Fitri tersenyum pedih.

Bagas membalas senyuman sang istri. “Oh iya, aku akan berangkat malam ini. Mungkin pukul dua malam, aku titip Aluna.”

“Tentu saja, sudah menjadi tugasku menjaga anaknya selain ayahnya,” kekeh Fitri.

***

Hari demi hari terus berlalu, Aluna tumbuh dan kembang dalam pengawasan orang tua yang penuh dengan cinta kasih. Tumbuhlah sifat yang diwarisi dari sang ayah, Bagas. Aluna memiliki sifat yang mudah bergaul dan empati, kadang emosi terkontrol dengan sangat baik sesuai dengan sifat emosi ayahnya, Bagas.

Pernah suatu ketika, Aluna sedang bermain bersama dua temannya dengan usia terpaut tiga tahun. Di mana Aluna lebih muda daripada keduanya, mereka adalah Epi dan Santi. Dua orang itu menjadi saksi atas tumbuh kembangnya seorang Aluna, terkadang membuat keduanya binggung dengan suara khas seorang Aluna.

“Agu jani adak baiyi,” tutur Aluna kepada keduanya di dalam rumah. Fitri mendengar itu membantu menerjemahkan apa yang dikatakan oleh anaknya. Membuat keduanya mengerti paham dan mengangguk.

“Kalau begitu, aku jadi teman Aluna bayi,” jawab Epi tersenyum sembari memainkan boneka milik Aluna.

Preeet!

Lihat selengkapnya