Seorang gadis terlihat berdiri sendirian, celingukan di depan lobi utama, memperhatikan setiap mobil yang lewat didepannya.
“Ya, ampun!” Itu Andin! Sudah berada depan pintu lobi utama, memalingkan wajahnya ke kiri, kanan. Sepertinya ada yang dicarinya. Ada apa dengan Andin, apakah akan menghubungi, seseorang?"
Sepertinya, iya, Andin jadi teringat seorang pemuda baik hati akan mengantarkannya pulang dengan suka rela, tanpa meminta imbalan. Padahal tadi sudah ingin melupakannya. Tapi kenapa sekarang berubah pikiran?
Membaca secarik kertas akan menghubungi seseorang, nomer ponselnya tertulis dalam kertas dipegangnya.
Arphan juga sudah melihat gerak gerik Andin, persis berdiri di depannya. Hanya berjarak, lima puluh meter, dari mobilnya terparkir.
Tangan kirinya berkeringat basah, sambil memegang erat batang kemudi, sedang tangan kanannya memegang ponsel. Berharap cewek itu meneleponnya.
Ada suara bisikan halus memperingatkan Andin, supaya tidak menelepon seseorang, belum lama tadi menawarkan bersedia mengantarnya pulang ke rumah, di saat Andin, mulai meraih ponselnya.
“Jangan dihubungi pemuda itu. Bahaya!"
Sia, sia! Bisikan halus entah dari siapa, tidak didengarnya sama sekali. Tidak mengubah keputusannya untuk segera menghubungi seseorang.
Tiba-tiba, ponsel ditangan Arphan berdering! Tidak menampilkan nama, hanya nomer saja tertera di layar ponselnya. Sudah diperkirakan sebelumnya. Langsung diangkatnya!
“Hallo ... dengan siapa, ini?"
“Ini, Abang, yang tadi, ya? Mau, mengantar saya pulang, di mana, mobilnya?”
"Astaga! Kenapa juga, harus menghubungi orang itu?"
"Yes ...! Kena kau!" Arphan, mengepalkan tanggannya kegirangan, bangga rayuan mautnya berhasil. Dengan sigap langsung menjawab.
“Ya, ya, Mbak! Saya sudah melihat, Mbak. Sebentar, saya jemput ke sana, Mbak, tunggu saja."
Tanpa menunggu berlama-lama, langsung memundurkan mobilnya. Berputar arah menuju lobi utama, tempat Andin menunggu.
Di depan lobi itu sudah banyak pengunjung, sepertinya juga sedang antri menunggu jemputan. Ada pula yang baru turun dari mobil. Security sibuk mengatur lalu lalang kendaraan.
“Masuk ke dalam lagi, batalkan! Bilang, maaf, sudah ada yang menjemput."
Bisikan halus memperingatkan Andin kembali, akan bahaya dihadapinya, bila mana mengikuti ajakan pemuda itu. Tapi, lagi-lagi Andin tidak mendengar. Apa mau di kata, bisikan halus itu tidak ada wujudnya, tidak juga terdengar suaranya di telinga Andin.
Andin menatap setiap mobil yang lewat didepannya. Hati kecilnya sebenarnya tidak ingin menumpang gratis mobil orang lain. Tapi, karena menghargai kebaikan seorang manager restoran, juga pemuda tadi menawarkan diri mengantar dengan suka rela.
Seandainya sudah diantar sampai kerumah, berencana akan memberikan tip, kepada pemuda baik hati itu. Dipastikan tip, akan diberikan nanti, lebih dari argo resmi taksi.
Waktu berangkat dari rumah tadi, tarif argonya menunjukkan tidak lebih dari lima puluh, ribuan. Karena jarak rumah Andin, tidak jauh dari mall yang didatangi.
Tapi ini bukan soal tarif argo taksi, berapa pun nilainya, tidak masalah bagi Andin, putri seorang konglomerat. Ini masalah serius, dirinya dalam bahaya besar, seandainya Arphan, dengan ganknya, berhasil membawa Andin ikut ke dalam mobilnya.
Andin telah membuat keputusan yang keliru, salah menduga orang! Disangkanya baik, padahal pemuda itu bersama kedua temannya, berencana akan melakukan aksi yang keji.
Mereka merupakan komplotan bajingan tengik, tidak punya hati nurani sama sekali. Bagaimana rasa ketakutan amat sangat bakal dialami oleh Andin, nantinya. Bila mana seorang gadis muda, disandera, diculik di dalam sebuah mobil!
Drama detik-detik awal penyanderaan seorang gadis, telah dimulai! Diawali ketika Andin, memutuskan masuk ke dalam mobil taksi dikendarai oleh Arphan. Bakal mengalami kejadian mencekam berkali-kali. Menguras emosi dan amarah, bagi orang lain mendengar kisahnya.
Setelah masuk ke dalam mobil, mulai dihinggapi rasa curiga. Kenapa mobil taksi sudah usang yang menjemputnya, Bukan mobil, pribadi? Sangkanya mobil sedan sekelas Alphard, akan di bawa oleh pemuda itu.
Tapi apa mau dikata, Andin sudah terlanjur masuk ke dalam mobil! Dikarenakan petugas security depan lobi memerintahkan, agar cepat masuk ke mobil sudah menjemputnya. Banyak mobil lainnya antri menunggu di belakang.
Duduk dibarisan jok belakang termangu, gelisah.
“Ini mobilnya, kok, taksi, bukan mobil pribadi?" Andin melampiaskan rasa curiganya.
Arphan menjawabnya dengan santai. “Iya, Mbak, ini memang mobil taksi. Pemiliknya yang punya restoran itu, sering digunakan untuk mengantar tamu pelanggannya, saya yang dipercaya membawa mobil ini."
Cukup meyakinkan jawaban Arphan, meski masih diliputi rasa curiga dibenak Andin.
"Sebentar lagi juga akan sampai di rumah." Pikirnya membesarkan hati, menepis rasa curiga.
Sejujurnya Andin tadi mau menghubungi Anto, buat menjemputnya, tapi dia pikir, Anto, pasti pergi membeli kemeja lengan panjang, dengan uang yang diberikannya pagi tadi, atau sedang menjemput mamanya. Padahal, Anto sudah duluan menghubunginya tadi, akan menjemputnya
“Mau diantar ke mana, Mbak?"