ANDIN NABILA

Eddy Tetuko
Chapter #4

Disekap Dilantai Bawah


 Sebuah sedan, terlihat masuk ke dalam lantai bawah tanah basement, Sebuah gedung pusat perbelanjaan tidak jauh dari tempat mall, semula. Berputar-putar mencari tempat parkir yang sepi.

Akhirnya menemukan tempat parkir di pojok, tidak banyak kendaraan parkir di sini, hanya satu, dua, mobil terlihat.

“Di sini saja kita berhenti, Bos, kita garap ini cewek.“

Gudel memberi saran untuk berhenti di ujung lorong. Arphan, mengikuti saran Gudel, mobilnya diparkir di ujung lantai bawah tanah, salah satu pusat perbelanjaan juga sangat terkenal.

Andin, saat ini dalam kekuasaan genggaman para pemuda berandal, ponselnya disita, dimatikan oleh Jarot. Kedua tangan Andin di ikat dengan tali rafia, tidak ada yang bisa dilakukannya selain menangis sesunggukan, memohon untuk dilepaskan tidak disakiti, dan di apa-apakan.

Mesin mobil dimatikan. Arphan menyuruh Gudel keluar dari dalam mobil untuk berjaga jaga. Sekarang Andin di apit oleh Arphan, Jarot, di sampingnya. 

Arphan mulai mengintrogasi Andin. Ujung pisau digenggam Jarot, masih menempel di pinggang Andin.

“Hey, siapa namamu?"

Arphan tadinya terlihat ramah, santun, ketika menghampirinya di mall pagi tadi, sekarang berubah, terlihat watak aslinya. Beringas!

Terbata Andin menjawab “Andin, Bang, Abang mau apa. Butuh uang? Ijinkan Andin menelpon papa, biar menyediakan uang, Abang butuhkan. Tapi tolong saya jangan disakiti, Andin mohon. Papaku sanggup menyediakan uang berapa pun, kalian butuhkan." Sambil terisak, memohon belas kasihan.

Sama sekali tidak menyangka kejadian akan menimpa dirinya, menyesali keteledoran telah dilakukannya. Andin berusaha meluluhkan para pemuda itu agar mau melepaskan serta tidak menciderai dirinya, dengan memberikan iming-iming imbalan uang, asalkan di perbolehkan menghubungi ayahnya.

Arphan tidak segera menjwab, tapi malah tangannya meraba-raba rambut panjang Andin, menghirup bau wangi. Andin diam, kaku, tidak bergerak. Berharap, pemuda itu tidak melakukan lebih dari sekedar meraba rambutnya.

Arphan tertarik dengan tawaran Andin. “Berapa bapakmu sanggup menebus? Kamu anak orang kaya, kan?"

“Berapa Abang, minta? Biar Andin, menelepon papa sekarang.“ Berharap dikabulkan permintaanya untuk dapat menghubungi orang tuanya.

Lain lagi keinginan Gudel, sedari tadi hanya itu-itu saja yang dipikirkan. "Bos, kita kerjain dulu ini cewek, baru kita minta tebusan. Lo, setuju nggak, dengan usul gue, Jarot?"

Merinding Andin mendengar pemuda disampingnya, berucap seperti itu.

Gudel terlihat sudah tidak sabaran. Seandainya tidak ada Arphan, Bosnya, pasti sudah di garap cewek ini. Tapi dengan melihat Arphan sedang menggenggam sepucuk pistol, mengancam akan menembak, Jarot tidak berani melakukannya. Membuatnya berpikir dua kali.

Andin berharap, secepatnya dapat menghubungi ayahnya, sudah tidak tahan dengan suasana mencekam dirasakannya.

“Boleh, Bang, Andin telepon papa?"

Terus memohon agar diijinkan. Andin merasa takut luar bias, apa bila Arphan mengikuti saran Gudel. Andin masih berharap Arphan, mengijinkan menghubungi papanya, agar secepatnya terlepas dari cengkraman ketiga pemuda berandal ini.

Arphan masih belum juga menjawab permintaan Andin, termasuk keinginan Gudel, terlihat hasratnya sudah menggebu-nggebu.

Jarot juga ikut menimpali. "Tunggu apa lagi, Bos, sebentar lagi bakalan rame tempat ini."

Arphan mulai meradang "Otak kalian itu ngeres semua, bikin gue emosi!"

Sekarang Arphan, sedang membongkar isi dompetnya Andin, dikeluarkan semua isinya. Ada uang, lima ratus, lima puluh ribu, dalam dompet. Ada juga beberapa kartu debit, dimiliki Andin.

“Berapa nomer pin, kartu ini? Jangan bohong! Tahu sendiri nanti kalau bohong." Mengancam. Arphan mengambil ketiga kartu itu.

“Cuma kartu ini saja yang Andin, tahu Bang, dua lagi, cuma mama yang tahu nomernya, Andin, tidak diberi tahu."

Andin sengaja tidak memberitahukan nomer pin, ke dua kartunya lagi. Padahal tahu juga nomernya, biar diperbolehkan menghubungi mamanya sekalian. Bisa juga akalnya.

Andin kemudian menyebutkan salah satu, nomer pin kartunya.

Sebenarnya Arphan tidak terlalu mengincar isi saldo kartu debit Andin, paling tidak seberapa saldonya.

 Uang tebusan diincar Arphan, nantinya. Namun menggenapi rasa penasaran ada berapa saldo kartu debit dimiliki Andin, Arphan bermaksud ke mesin anjungan.

Setelah mencatat nomer pin, Arphan menyuruh Jarot keluar dari mobil, kemudian mengunci mobilnya dari luar, meninggalkan Andin di dalam mobil sendirian, sebelumnya memberi ancaman kepada Andin.

“Tunggu di sini, diam saja, jangan bertingkah aneh-aneh."

Andin menuruti saja apa perintah Arphan, tidak akan berteriak, lagian tidak ada orang lain lewat di sekitar basement ini. Merasa lega, mobilnya di kunci dari luar oleh Arphan,

Lihat selengkapnya