ANDIN NABILA

Eddy Tetuko
Chapter #7

Kehormatannya Dipertaruhkan

Bab 7


Chapter 7


Tidak membuang-buang waktu, satuan pemburu Arphan Cs, Dipimpin langsung oleh Kapten Jamiko, segera menuju sasaran. Menyerbu setiap gedung dikawasan ini, menyisir seluruh lantai area gedung bertingkat, memblokir semua kendaraan untuk tidak keluar masuk ke dalam gedung. 

Pengunjung mall, karyawan perkantoran, diperintahkan meninggalkan gedung segera, setelah dilakukan screening ketat. Memastikan bukan salah satu pelaku penyanderaan.

Kapten Jatmiko sendiri beserta puluhan anak buahnya bersenjata lengkap, memimpin operasi penyerbuan di area lantai gedung bawah tanah, tempat parkir sejumlah kendaraan. Hermanto juga Anto, diperbolehkan ikut dalam operasi pembebasan ini. Bisa dimanfaatkan untuk proses perundingan nantinya. 

Beruntung sekali Anto diperbolehkan ikut serta, memang ini yang diharapkannya. Berharap tidak hanya memberikan informasi, tapi bisa berbuat banyak, demi menyelamatkan Andin. 

Bagaimanapun, Anto merasa bersalah, teledor, telah membiarkan Andin pergi sendirian. Ingin menebus semua kesalahan dengan membantu jalannya operasi ini, meskipun nyawanya sendiri akan dipertaruhkan.

Di luar gedung, saat ini penuh dengan aparat berjaga disetiap sudut, police line, dipasang. Masyarakat umum mulai banyak berdatangan, dilarang mendekati area gedung, kecuali beberapa wartawan, reporter televisi diperbolehkan meliput.

Puluhan, bahkan ratusan pengemudi ojek, ikut meramaikan suasana, demikian juga para sopir taksi, semua berkumpul diseputaran gedung pusat perbelanjaan dan perkantoran. 

Mereka hanya bisa melihat dari kejauhan dengan penuh rasa penasaran, sekaligus gregetan. Ingin menghakimi sendiri para pelaku penyanderaan. Seperti apa sosok mereka, ini?

Ibunda Andin, telah berjam-jam lamanya menunggu di rumah, ditemani para sahabat. Telah diberitahu kemungkinan putri kesayangannya disekap disebuah gedung pusat perbelanjaan.

Bersikeras ingin menyusul ke sana namun dicegah, karena bisa membahayakan keselamatan jiwanya sendiri.

Selama dalam pecarian dilakukan olah Kapten Hermanto, beserta anak buahnya dengan menyisir jalanan Ibu Kota, selama hampir lebih dua jam berkaliling. Tanpa disengaja ke dua rombongan tersebut bertemu dikawasan terminal, bersebelahan dengan mall, dan gedung-gedung perkantoran. 

Sampai pada akhirnya dilakukan penyerbuan setelah mendekteksi sinyal ponsel milik Andin sempat berkedip dikawasan ini beberapa jam yang lalu. 

Diduga kuat Andin disembunyikan di lantai bawah salah satu gedung perkantoran, dan mall.

Selama masa itu, apa yang terjadi terhadap Andin, dan juga ke tiga pelaku, sebelum lokasi penyanderaan telah terdeteksi. 

Saat ini tengah di obrak-abrik oleh aparat kepolisian, dibantu oeh, Satuan Detasemen Anti Teroris, bersama-sama memburu Arphan beserta komplotannya, untuk dapat segera membebaskan Andin.

Dua jam kebelakang sebelum penyerbuan dilakukan, rupanya telah terjadi kejadian dramatis disana. Berawal dari perselisihan, perbedaan pendapat diantara ketiga pelaku. Arphan, Jarot dan Gudel.

Arphan menginginkan tebusan uang sebesar, ‘Satu Milyar,' Salah satu syarat, harus dibayar segera oleh orang tua Andin, untuk menebus kebebasan Andin. 

Jumlah nilai nominal sungguh fantastis untuk penjahat amatiran sekelas Arphan, apa bila berhasil mendapatkannya.

Setan jenis apa, sampai dapat mempengaruhi Arphan, untuk meminta uang tebusan sebesar itu? Bagaimana nanti membagi uang sebanyak itu kepada kedua temannya? Sungguh tidak masuk akal! 

Hal itu yang membuat marah, Jarot, dan Gudel. Sebodoh-bodohnya mereka, uang sebanyak, 'Satu Milyar' akan dibagi sama rata, justru akan menyusahkan mereka. 

Membawa lari uang ratusan juta dikantong, akan mengundang penjahat lainnya datang, Memburu mereka!

Disinilah awal perseteruan diantara Arphan dengan kedua sahabatnya sendiri Jarot, dan Gudel.

Drama mencekam penuh dengan ketegangan, mewarnai keributan, perselisihan beda pendapat, diantara ketiganya. Membuat posisi Andin semakin terjepit. 

Kehormatannya akan direngut paksa oleh ketiga pemuda itu, yang telah kehilangan naluri, dan akal sehatnya. Saat ini, mereka telah masuk kedalam cengkeraman, "Genggaman Setan!"              

Gudel, sedari tadi berusaha menahan kesabarannya mulai menabuh genderang perang, dengan Arphan.

“Bagaimana, Bos, rencana kita, mumpung sepi, tidak orang lain lewat. Kita berdua, udah nggak nahan. Betul nggak, Jarot? Ngapain, lagi, mikirin tebusan, bakalan ribet dah, panjang urusannya.”

“Tenang saja kalian, kita akan menghubungi orang tuanya, meminta uang tebusan. Kalau berhasil baru kita lepaskan ini cewek.”

“Berapa, Bos, tebusannya?"

Sebenarnya Gudel tidak terlalu tertarik dengan uang tebusan, lebih berminat kepada Andin, untuk segera dapat melampiaskan hasratnya, sejak tadi sudah tidak terbendung lagi.

“Satu Milyar! Kita minta sama orang tuanya," tegas Arphan.  

Terbelalak, mata Jarot, Gudel, mendengar rencana, Bosnya. Besaran uang tebusan dimintanya, tidak masuk akal bagi keduanya.

“Busyeet, dah, kagak salah, tuh, gue dengernya, bagaimana caranya meminta uang sebanyak, itu?" Jarot penasaran dengan ide gila, Bosnya.

“Apa nggak kegedean tuh, mana mungkin orang tuanya punya uang sebanyak itu.”

Gudel menganggap, Arphan, terlalu mengada-ngada, tidak yakin dengan usulan Arphan.

“Mending kita kerjain dulu, Bos, panjang urusannya minta tebusan sebanyak itu," tidak sepaham dengan Arphan.

Jarot dan Gudel berkilah, sudah merasa cape, dan stress. Tidak mungkin, tidak, aparat kepolisian pasti sedang memburunya. Jadi ngapain berlama-lama menahan cewek ini, kalau tidak measakannya dulu. Keburu ketangkap nantinya.

Dasar muka mesum yang ada dibenak kedua temannya, hanya seputaran itu-itu saja dipikirannya. Membuat Arphan geram.

Lihat selengkapnya