ANDIN NABILA

Eddy Tetuko
Chapter #12

Tebusan Satu Milyar


Tidak lama Anto datang, sambil membawa kotak kardus cukup berat, berisi setumpuk ransum. Di bekali tiga buah botol air mineral, tiga bungkus makanan ringan. Kepala Anto sudah dibebat pembalut, melingkar di kepalanya.

Adegan menegangkan ini terekam oleh kamera televisi, sejak tadi meliput secara langsung, ada juga yang meliput dari luar gedung.

“Di mana diletakkan, Bang?”

“Taruh saja di belakang.” Perintah Arphan.

Anto, meletakkan kotak kardus di jok, belakang, kembali lagi duduk di depan bersama Andin. Arphan berbinar matanya, begitu melihat bungkusan kardus berisi uang, “Satu Milyar.” Belum pernah di lihatnya seumur hidup. Bingung, bagaimana caranya kabur membawa kotak kardus berisi uang sebanyak ini?

Andin, dan Anto tidak juga dilepaskan, meskipun uang sudah di dapat. Mana mungkin Arphan, akan melepaskannya di tempat seperti ini, tidak mungkin kabur sendirian. Akan ada rencana lain lagi untuk Andin, dan Anto.

Uang tebusan sudah terlanjur diberikan, kini sudah berada ditangan pelaku, tanpa ada pertukaran dengan sandera. Biasanya tidak begitu, tebusan harus disertai dengan pengembalian barang, atau, orang yang disanderanya. Kasus ini agak lain, seandainya tidak diberikan akan ada korban jiwa lagi.

Setelah tidak terjadi pertukaran sandera, dengan uang tebusan diberikan, berkemungkinan, pelaku akan meninggalkan tempat ini, dengan membawa ke dua sandera. 

Kapten Jatmiko, segera memerintahkan jajarannya untuk membuka blokade jalan, mempersiapkan pengawalan, dan pasukannya, bila mana pelaku berniat meninggalkan lantai basement ini.

Arphan, memang berniat akan kabur dari tempat ini, setelah uang tebusan di terimanya. Dia sudah memiliki rencana!

“Pindah tempat duduk kalian, lo, yang bawa mobil sekarang!” Memerintah Anto, yang membawa mobil.

Anto, Andin saling bertukar tempat duduk, Arphan, mengikutinya dengan mencengkram krah kemeja dikenakan Andin. Ujung laras pistol tidak lepas dari tengkuk Andin. Anto, sekarang di belakang kemudi, tidak memegang radio lagi, radio di pegang oleh Andin,

Mulai memposisikan jok, tempat duduknya, mencoba kemudi, perseneling, rem, klakson, semua lampu-lampu. Anto, seorang driver cukup handal, tahu, apa yang harus dilakukannya ketika mencoba mobil jenis lain, baru pertama akan di kendarainya.

Kali ini, Anto, akan melakukan perjalanan, dirinya sendiri tidak tahu, mau ke mana, akan menuruti saja kehendak Arphan. Yang jelas, ini bukan perjalanan wisata, tapi merupakan petualangan panjang, bakal memicu andrenalinnya. 

Saatnya menuju ke rumah Andin!

Anto, sudah siap dengan segala risiko, demi keselamatan Andin. Nyawa sendiri akan di pertaruhkannya.

“Sepertinya, bensinnya mau habis, mau diisi di mana, Bang?”

Sejak tadi pagi mesin mobil hidup terus, kecuali di saat Arphan mengambil uang, mobil sempat di matikan beberapa saat, membuat Andin tersiksa di dalamnya.

“Lo, pake nanya gue, lagi.

 Lo, kan, sopir, lebih tahu," geram dengan pertanyaan Anto.

“Sebaiknya kita isi di pom bensin Bang, ada dekat di luar situ.”

“Nah, lo, tahu, pake nanya lagi. Jalan terus, nggak usah isi bensin!" semakin sewot.

“Suruh polisi itu menyingkir semua, ngomong di radio.”

Andin menuruti perintah, tapi masih berusaha mempengaruhi pelaku, “Kita mau dibawa ke mana, Bang? Bukankah, Abang, sudah mendapatkan uangnya, kenapa kita berdua tidak juga dilepas, Bang?”

"Sudah, jangan banyak bacot, lo, buruan ngomong!" Arphan tidak mungkin menuruti kemauan Andin

“Pak Jatmiko, bisa dengar, Andin?”

“Ya, Bapak, dengar, mau apa lagi, dia?"

“Minta, anak buah bapak menyingkir, kami mau jalan keluar.”

“Sudah, stop! Kangan ngomong apa-apa lagi.”

“Kita mengarah ke mana, Bang?”Anto bertanya arah tujuan, sudah siap menjalankan mobilnya.

Di saat bersamaan, Kapten Jatmiko, segera memerintahkan anak buahnya menyingkir semua, meninggalkan lantai bawah gedung.

“Sudah siap semua, Buka semua portal jalan dilewati nanti, siagakan Helikopter, formasi pengawalan, empat, sepeda motor di kiri, kanan. Ikuti terus pelaku, jangan sampai kehilangan jejak."

“Siap, komandan, segera di kondisikan!”

Media yang meliput, diarahkan tidak menganggu jalannya operasi. Masyarakat umum, di kondisikan tidak memprovokasi pelaku, agar tidak terjadi hal, tidak di inginkan. Ingat, sandera prioritas utama. Pelaku segera dilumpuhkan, bila situasi memungkinkan, hidup, atau mati!

Arphan, masih memiliki kurang lebih, tiga belas, butir peluru di dalam magasin dimilikinya, lebih dari cukup untuk mempertahankan diri. 

Dari mana Arphan, bisa mendapatkan ini semua? Sepucuk pistol, berikut amunisinya. Baru bisa diketahui, setelah dirinya dapat dibekuk, oleh aparat nantinya.

“Pak, Hermanto, sebaiknya Bapak, ikut anak buah saya di belakang, Pratu. Andika. Akan menemani Bapak. Saya, akan memimpin operasi ini di depan, Jangan khawatir, semua akan selesai pada waktunya.”

Lihat selengkapnya