ANDIN NABILA

Eddy Tetuko
Chapter #16

Bertekuk Lutut Dihadapan Wanita


Ada ikatan emosional terhadap pelaku dialami oleh Andin, sulit dijelaskan seandainya tidak mengalaminya sendiri. Demikian juga terhadap Anto, tidak juga perlu dijelaskan kenapa Andin membela Anto mati-matian.

Semua menyaksikan mendengar uraian Andin terdiam seketika,

Kapten Jatmiko masih belum paham. “Lalu, apa maksudmu dari semua yang kamu utarakan, barusan?”

Kapten Jamiko ingin mengetahui, apa sebenarnya yang diinginkan oleh Andin, sampai berani melakukan ini.

“Ini masalah Andin dengan pelaku, bernama Arphan! Dia yang memulai, Andin yang mengiyakan.”

“Maksudmu?” Semakin dibuat penasaran maksud Andin.

“Semua ini terjadi karena kesalahan Andin, Andin tidak ingin ada korban lain lagi berjatuhan, Oleh karena itu Ijinkan Andin, berbicara langsung dengan pelaku Arphan!"

Terhenyak Kapten Jatmiko mendengar keinginan Andin, di luar dugaan sama sekali.

“Apa Bapak tidak salah dengar? Bagaimana kalau pelaku nanti, menembakmu?” Mencoba memperingatkan Andin dengan bijak.

Tapi Andin punya jawaban yang tepat!

“Seandainya dia berniat menembak Andin, Sejak tadi dia melakukannya!”

Benar juga apa diutarakan Andin, Meyakinkan diri pelaku tidak akan menembak dirinya.

Dua orang mendengar percakapan ini di dalam mobil, seolah tidak percaya dengan apa yang barusan di dengarnya. Terlebih lagi Arphan!

Sebelum Andin datang, perang bathin tengah begejolak dirasakan oleh pelaku, begitu menyesakkan dada. Berkaca dari awal mula merencanakan penculikkan, sampai dengan rentetan peristiwa dilakukannya.

Apalagi setelah mendengar sendri penuturan Andin. Bibir, dan kedua tangannya bergetar hebat, masih menggenggam pistol. 

Namun saat ini ujung laras pistol, tidak lagi bisa diam menempel di kulit kepala Anto, Ikut bergetar! 

Anto bisa merasakannya!

Kejadian selanjutnya sulit dipercaya. Kedua daun jendela pintu mobil, depan, belakang, terbuka perlahan secara bersamaan. Dilakukan oleh Anto dan pelaku tanpa di sadari oleh keduanya. Ingin memastikan, benarkah Andin yang berbicara tadi?

Baru yakin, ternyata di antara begitu banyak puluhan pasukan bersenjata tengah mengelilinginya, berdiri sosok seorang wanita dengan penuh keyakinan. Beniat ingin berbicara langsung dengan pelaku.

Andin bisa melihat Anto duduk di depan kemudi, dengan balutan perban masih melekat di kepalanya. 

Di belakangnya pelaku dalam posisi setengah berdiri, sedang mengarahkan laras pistol ke arah kepala Anto.

Hal ini membuat pasukan tengah mengepungnya tidak bisa berbuat banyak. Namun tetap dalam siaga penuh!

Andin perlahan maju ke depan menghampiri pelaku. Puluhan, ratusan pasang mata melihat secara langsung adegan ini. 

Jutaan pasang mata lainnya melihat dari layar kaca dengan was, was. Jantung berdegup keras, apa yang bakal terjadi selanjutnya?

Kapten Jatmiko, memperingatkan Andin sekali lagi, agar mengurungkan niatnya.

“Jangan lakukan! Orang itu berbahaya, Bapak, tidak akan bertanggung jawab kalau terjadi apa-apa denganmu.”

“Maaf, Pak Jatmiko, Sekarang Andin sudah bebas, masih bisa bernapas, tapi Anto masih di sana. Seharusnya dia tidak ada di situ. Ini bukan masalahnya Anto, ini masalah Andin dengan pelaku. Berawal dari kesalahan Andin sendiri. Biarkan saya bicara dengannya Pak Jatmiko, Andin mohon jangan cegah Andin."

Melihat keteguhan, kepercayaan, serta keberanian tinggi di tunjukkan oleh Andin, Sepertinya tidak bisa di cegah lagi oleh Kapten Jatmiko.

Hanya bisa mengangguk sambil mengangkat sebelah tanganya, mengisyaratkan kepada seluruh pasukannya agar tidak melakukan tindakkan. Akan tetapi tetap bersiaga penuh, seraya memberikan kode kepada anggota pasukan lainnya.

Terlihat beberapa anggota pasukan bergerak mendekati jendela samping, di depan, dan di belakang mobil. 

“Jangan Neng, jangan mendekat!” Anto turut memperingatkan Andin.

Tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh Andin, seharusnya dia di dalam rumah saja. Tidur dalam buaian kasur empuk sambil ditemani oleh kedua orang tuanya. 

Bukankah dia sudah bebas dari cengkeraman pelaku, untuk apa lagi harus melakukan ini semua? Biar Anto saja menghadapinya, Anto sudah siap, rela, dengan segala resiko akan terjadi kepada dirinya.

Tindakannya bisa membahayakan dirinya, pelaku nanti bisa berubah pikiran tidak akan segan untuk menembak Andin .... Anto membayangkan hal buruk akan terjadi pada diri Andin nantinya. 

Dirinya hanyalah seorang bawahan, Andin adalah majikannya. Yang terpintas hanyalah mengabdi

Anto tidak bisa membaca pikiran Andin, akan berusaha membujuk pelaku, agar menyerahkan diri baik-baik, tanpa ada korban lain lagi berjatuhan. Meskipun dia tahu risiko akan dihadapinya.

Lain halnya dengan Arphan! Biang kerok masalah, berpikir sama dengan Anto. Kenapa ini cewek, berani sekali berhadapan, berbicara langsung dengannya. 

Seharusnya sudah aman, diam di dalam rumah. Tapi cewek ini malah berani mengambil risiko untuk menghadapi dirinya.

Kejantanan sebagai seorang laki-laki runtuh seketika, ketika Andin mulai berbicara. 

“Namamu Arphan bukan? Pemuda berlagak santun saat memperdayai Andin. Kamu berhasil karena apa? Karena Andin percaya sama kamu, Andin mengganggap kamu adalah pemuda baik-baik, dugaan Andin ternyata salah." 

Memandang pelaku dengan mata nanar!

"Kamu tidak lebih dari seorang pemuda pengecut, yang pernah Andin temui selama ini. Beraninya hanya memperdayai seorang wanita, wanita lemah seperti Andin." 

Lihat selengkapnya