ANDIN NABILA

Eddy Tetuko
Chapter #17

Masa Kritis


Mobil tahanan membawa pelaku Arphan, harus bersusah payah menerobos, menyibak massa menghadangnya di jalan. 

Segala benda apa saja dilemparkan ke pelaku sedang meringkuk dalam mobil tahanan, dibatasi oleh kerangkeng besi dapat melindungi dirinya dari amarah massa yang sudah tidak terkendalikan lagi.

Beruntung aparat keamanan mengawalnya, berhasil menghalau masyarakat seakan hendak mencincang pelaku hidup-hidup.

Sampai di pos polisi masih saja massa berkerumun, terutama dari kalangan sopir taksi, merasa geram dengan tindakan dilakukan oleh pelaku Arphan, meminta agar pelaku dikeluarkan akan dihakimi beramai-ramai.

Sementara di jalanan lain sebuah mobil ambulans tidak kalah dibuat repot, ketika sedang membawa pasien dalam keadaan sekarat. Dipepet puluhan bahkan mencapai ratusan kendaraan bermotor, terus mendampinginya menuju rumah sakit. 

Mereka dari komunitas ojek merupakan binaan dari Anto sendiri. Sebelumnya dengan setia terus mengikuti operasi perburuan besar-besaran, mulai dari awal sampai berakhirnya drama penculikan, dan penyanderaan terhadap Andin.

Bukan saja dari komunitas ojek, para sopir taksi juga ikut mengawal mobil ambulans itu. Siapa lagi kalau bukan Anto berada dalam mobil ambulans. Korban penembakan dilakukan oleh Arphan, ketika terjadi pergumulan hebat diantara keduanya. 

Mobil ambulans telah tiba di depan pintu ruang gawat darurat, disambut beberapa suster membawa tandu dorong, dibopong diatasnya.  

Masker oxygen penyambung hidup, dipasangkan pada wajah Anto.

Anto, tertembak dibagian pinggang sebelah kiri, sebutir proyektil peluru terbenam di dalam tubuhnya, hampir saja menembus paru-parunya. Saat ini berada di ruang ICU. (Insentive Care Unit)

Akibat banyak mengeluarkan darah, Anto membutuhkan donor darah untuk dapat menyelamatkan jiwanya. Bukan perkara sulit bagi Anto untuk mendapatkan darah segar, sesuai golongan darah dibutuhkannya.

Berbondong rekan sejawat merasa sama golongan darahnya, rela, menyumbangkannya dengan suka hati, agar nyawa Anto terselamatkan.

Saat itu juga dilakukan operasi membedah bagian pinggang Anto, untuk dapat mengeluarkan proyektil peluru, bersarang dalam tubuhnya. Dilakukan oleh para Dokter ahli bedah.

Operasi berhasil dilakukan. Sebutir proyektil peluru nyaris menembus paru-parunya saat ini sudah berada dalam cawan aluminium, masih berselaputkan darah segar. 

Anto tidak sadarkan diri, berbagai peralatan penyambung hidup disematkan dalam tubuhnya.

Termonitor dalam layar kotak kaca panel, menampilkan gerakan detak jantung diselingi nada suara terus berulang.

Kantong plastik tergantung berisi darah segar, menetes perlahan seirama dengan detak jantung. Mengalir melalui pipa plastik transparan menuju lobang jarum tajam, dimasukkan ke dalam bilah urat nadinya.

Team Dokter, dan perawat terus memantau perkembangan detak jantung Anto. Terlihat turun, naik, tidak beraturan. Peralatan pacu jantung dengan kejutan listrik telah dipersiapkan, akan digunakan apa bila pasien mengalami henti jantung seketika.

Beberapa pasang mata penuh kecemasan memperhatikan dibalik dinding kaca. Anto dalam masa kritis, terlalu banyak mengeluarkan darah sebelumnya.

Dibalik dinding kaca ruang ICU memisahkan Anto dengan pasien lainnya, terlihat pandangan haru dari seorang gadis.

Tidak lain tidak bukan adalah Andin Nabila sendiri, disertai ke dua orang tua, beserta Kapten Jatmiko.

Salah satu Dokter bedah ikut mendampingi.

Andin sebenarnya masih dalam perawatan team medis akibat trauma berkepanjangan dialaminya. Bersikeras untuk datang kerumah sakit ingin melihat langsung kondisi Anto. 

Merasa Anto telah mengorbankan segalanya demi menyelamatkan dirinya

"Ma, Apa Anto, dapat diselamatkan jiwanya." Bergetar suara Andin.

"Sabar sayang, kita tanyakan kepada Dokter, doakan saja yang terbaik untuk Anto." Sambil menenangkan Andin.

"Bagaimana Dokter dengan kondisi, Anto?" Hermanto bertanya kepada Dokter bedah berada disampingnya.

"Kami sudah melakukan yang terbaik, sebutir proyektil peluru telah berhasil dikeluarkan. Saat ini kondisi pasien dalam keadaan stabil. Kami akan terus memonitor perkembangannya," ujarnya.

Kapten Hermanto ikut menimpali. "Ibu, Pak Hermanto, juga Andin. Anto dalam proses pemulihan, biarkan Dokter yang menanganinya. Setelah keluar dari ruangan ini kita bisa menjenguknya dengan leluasa. Bukan begitu, Doter?" Dokter ditanya mengangguk.

"Ayo, Nak, kita pulang jangan risaukan Anto, percayakan kepada Dokter yang menanganinya."

"Ke dua orang tua Anto, sudah dihubungi, Ma?"

Hermanto yang menjawab. "Papa sudah menghubungi ke dua orang tua Anto. Pak Dirman pagi tadi sudah berangkat menjemputnya dikampung. 

Pak Dirman sudah tahu rumahnya. Kapan itu pernah diajak Anto ke sana."

"Akan tinggal dimana mereka, Pa," tanya Andin.

"Nanti kedua orang tua Anto akan tinggal di hotel, seberang rumah sakit ini, biar memudahkan menjenguk, menjaga Anto. Mungkin nanti ada salah satu karabatnya juga yang akan ikut serta. Papa sudah pesankan kamarnya." Mamanya Andin menambahkan.

Sebelum meninggalkan ruangan, Andin menatap Anto dibalik kaca terbaring lemah dipembaringan, Bercampur aduk perasaannya.

Drama penculikan dan penyanderaan terhadap Andin selama hampir, 'Dua Belas Jam,' telah berakhir. Menyisakan berbagai ragam komentar dari masyarakat luas.

Kapten Hermanto beserta jajarannya telah berhasil menuntaskan sesuai tenggat waktu diberikan. Meskipun salah satu sandera Anto, mengalami luka parah tertembak oleh pelaku.

Namun demikian otak dari segala perencanaan penculikan telah dilumpuhkan. Saat ini berada dalam sel tahanan akan mempertanggung jawabkan segala tindakan dilakukan di persidangan nanti. 

Para Hakim yang akan mengadilinya sudah tidak sabar untuk menjatuhkan vonis terhadap otak pelaku Arphan. Juga rekan sejawatnya Jarot, turut bersekongkol dalam melancarkan aksinya. 

Jarot masih dalam perawatan akibat luka tembak di lututnya, dilakukan oleh Arphan sendiri.

Seminggu telah berlalu kondisi Anto semakin membaik, hari ini sudah bisa keluar dari ruang ICU, akan ditempatkan di kamar perawatan kelas satu. 

Segala biaya operasi, juga selama dalam perwatan sampai pulih kembali seperti sedia kala nanti, akan ditanggung sepenuhnya oleh Hermanto. 

Termasuk akomodasi dan segala keperluan keluarganya Anto selama berada di Jakarta.

Hermanto juga berencana akan mempromosikan Anto tidak lagi menjadi sopir pribadi, namun akan menempatkan pada posisi jabatan baru sebagai Kepala Gudang. Pada salah satu perusahaan dimilikinya.

Pada awalnya Hermanto begitu kesal terhadap Anto, sampai bisa terjadi penculikan terhadap putrinya. Namun melihat kesetiaan dan pengorbanan luar biasa ditunjukkan Anto, terhadap putrinya selama dalam penyanderaan. Hermanto angkat topi dengan Anto. 

Apa lagi dengan prediksi Anto, meyakini Andin disembunyikan di dalam gedung di lantai bawah. Dugaannya tepat, sehingga dapat diketahui keberadaan Andin.

Berkat buku Novel dipinjamkan oleh Hermanto, memang menyukai bacaan tentang dunia spionase. Semakin membuat kagum Hermanto, kepada Anto.

Kapten Jatmiko dengan jujur mengakui, bahwasanya Anto berkemungkinan memang akan dikorbankan untuk dapat membekuk pelaku secepatnya. Apa bila perhitungannya meleset!

Karena pada saat itu Kapten Jatmiko mengalami dilema besar, akan mempengaruhi karirnya bila mana tidak berhasil menyelesaikannya sebelum tengah malam.

Tidak ingin masalah ini berlarut sampai keesokan harinya, anak buahnya sudah tidak sanggup lagi bertahan.

Opsi dipilih akan meledakkan mobil dengan bom kejut, akan membuat mobil pelaku berguncang keras, memberi kesempatan aparat untuk melepaskan tembakan kepada pelaku.

Operasi ini beresiko besar, ibarat berjudi, "Mengambil Kesempatan dalam Kesempitan." Dipastikan pelaku akan tewas seketika diberondong beberapa timah panas dilepaskan aparat. Meskipun bersembunyi di balik kaca jendela hitam, pekat.

Tapi apa jadinya jika pelaku juga sempat memuntahkan pelurunya, mengenai kepala Anto seketika, sebelum dirinya ambruk di bawah.

Lihat selengkapnya