ANDIN NABILA

Eddy Tetuko
Chapter #20

Reuni Yang Tidak Biasa

Andin merasa lega sidang dirinya menjadi saksi telah berakhir, sebelumnya keringat dingin bercucuran dalam menghadapi persidangan. Pertama kali dialaminya!

Merasa tegang ketika ditanya secara bergantian, baik oleh Majelis Hakim, Pengacara terdakwa, maupun Jaksa Penuntut Umum. Apa lagi dibawah puluhan pasang mata menyaksikannya secara langsung.

Beruntung Andin berhasil menjawab segala pertanyaan dengan lugas, dan berwibawa sehingga mengundang simpati dari para pengunjung sidang.

Kapten Jatmiko pertama yang memberi selamat. "Kamu hebat Andin, Bapak, ikut merasakan perasaanmu."

Kemudian secara bergantian kedua orang tua, para karabat, Anto serta Cassandara, memberikan pujian atas ketegaran Andin. Mereka saling berpelukkan.

"Sandra nggak, menyangka, lho, kamu bisa setegar ini, seandainya Sandra yang duduk di situ, bisa pingsan kali."

Tidak luput para wartawan cetak maupun televisi memburu Andin, untuk diwawancarai. Alhasil Andin menjadi selebrity dadakan dalam ruang sidang itu.

Wawancara dengan media hanya berjalan singkat saja, karena petugas segera mengamankan Andin.

Kebahagian dirasakan keluarga, karabat Andin, dirayakan di sebuah restoran. Tidak menyangka sidang berlangsung begitu lama, sehingga tidak terpikir membawa bekal untuk makan siang. Hanya makanan ringan saja dibawa, untuk menganjal perut selama persidangan berlangsung.

Siapa saja yang pernah di sidang, meskipun hanya sebagai saksi saja, pasti akan merasakan sensasi, dan ketegangan luar biasa.

Salah menjawab atau tidak jujur dalam memberikan kesaksian, dapat berakibat fatal! Awalnya menjadi saksi, bisa berbalik sebagai pesakitan, alias dijadikan terdakwa.

Andin berhasil melewatinya!

Apa lagi hanya seorang Andin gadis baru beranjak dewasa, masih belum hilang trauma bertubi datang dirasakannya. Harus menjalani sidang sebagai saksi atas kejadian dialaminya sendiri.

Saat yang membuat dirinya begitu emosional, ketika berhadapan kembali dengan pelaku yang telah menculik, dan menyandera dirinya. Tentunya akan membuka luka lama, setelah mencoba menghapus dari ingatannya.

Beruntung Andin dapat mengendalikan emosinya.

****

Pada akhirnya sidang pengadilan terdakwa utama atas nama Arphan, telah mencapai puncaknya. Setelah mendengar semua saksi dihadirkan

Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan pledio dan eksepsi, sanggahan dari Jaksa Penuntut Umum dan Pengacara terdakwa.

Dua hari lagi Hakim Ketua akan menjatuhkan vonis, atas tindak kejahatan dilakukan oleh Arphan.

Tapi sebelumnya akan mengadili Jarot terlebih dahulu. Disangkakan bersengkongkol dengan terdakwa utama. Sehari saja sudah cukup waktu untuk menyidangkan Jarot.

Jarot satu-satunya terdakwa masih hidup, tapi berada di kursi roda. Didakwa telah bersekongkol secara bersama-sama turut andil dalam penculikan, dan penyanderaan.

Mengancam dengan sebilah pisau, kemudian melakukan tindakan tidak senonoh dengan korban, di saat berada di dalam mobil.

Berusaha akan memperkosa ketika korban ditinggal sendiri dalam lantai basement. Tidak ada hal yang meringankan terdakwa Jarot.

Jejak riwayat hidup Jarot pernah di bui sebelumnya, ketika melakukan aksi pembegalan sepeda motor.

Untuk itu Hakim memutuskan penjara selama, lima tahun, terhadap terdakwa saudara Jarot!

Pengaca Jarot berencana akan mengajukan banding.

Lain halnya dengan Arphan, sendirinya sudah menduga bakal dijatuhi hukuman mati, mengingat banyak pasal berat dituduhkannya.

Merasa menyesali dengan segala tindakan telah dilakukannya.

Meskipun tersirat Andin membelanya dalam persidangan, seperti yang dijanjikannya pada saat Andin, mempermalukan dirinya secara terang-terangan dihadapan orang banyak.

Nasi telah menjadi bubur, ke dua orang tuanya bakal tidak akan memaafkan tindakannya. Berkemungkinan tidak akan mau menerima jenazahnya, seandainya benar-benar akan dihukum mati, nantinya.

Apa lagi kedua keluarga temannya Jarot, dan Gudel. Pasti akan mengutuk habis-habisan. Dikarenakan dirinya telah merengut nyawa Gudel!

Besok pagi Arphan akan menghadapi sidang terakhirnya. Hakim akan membacakan keputusannya.

Menjelang dini hari di dalam lorong sel tahanan, seorang petugas lapas memeriksa setiap kamar sel.

Berjalan sambil membawa tongkat dan sebuah senter, setiap melewati kamar sel, petugas tersebut akan menggesekkan tongkatnya di jeruji besi, sehingga menimbulkan suara gemerincing. Memberikan tanda dirinya tengah berpatroli.

Sampai pada ruang sel khusus, di ujung lorong, dimana Arphan ditempatkan seorang diri. Petugas melihat gelagat yang mencurigakan!

Tidak menemukan Arphan dalam kamarnya, melainkan genangan darah membanjiri lantai bawah sel!

Terkejut dengan temuan yang didapat, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Segera mendobrak pintu sel!

Menemukan Arphan dalam posisi tergeletak bersimbah darah, dibalik tembok kamar kecilnya. Kaos putih dikenakannya berubah menjadi warna merah darah.

Disampingnya tergeletak gelas kopi telah pecah berantakan, sebongkah kepingan kaca berselaputkan darah, nampak digenggam ditangan kanannya.

Di atas telapak tangannya sebelah kiri terlihat sayatan dalam memanjang, sampai mengenai urat nadinya. Darah mengucur deras.

Tanpa berpikir panjang petugas itu melompat, berlari kencang, menuju ruangannya. Memberitahukan komandannya serta menghubungi rumah sakit terdekat.

Sontak membuat seluruh penghuni sel terbangun, mencari tahu ada kejadian apa? Sampai petugas lapas berlari sedemikian rupa, seperti baru saja melihat hantu gentayangan.

Lihat selengkapnya