Kepak Sayap Andromeda

Aulia Mumtaza
Chapter #8

Jika Ikhlas Itu adalah Permata

Mei 2012

Ruang Paviliun Garuda Rumah Sakit Kariadi lantai 2 tidak begitu Ramai, ketika Ustadz Fahmi tiba di ruangan VVIP 1 tempat Meyda dirawat. Tim Dokter disana sudah melakukan tindakan penanganan awal pada Meyda setelah mendapatkan izin dari Ustadz Fahmi selaku keluarga terdekat Meyda yang berada diSemarang. Di sana terdapat Yulisa dan Tari yang senantiasa menemani sejak dari Selo sampai ke tempat ini. Begitu mendapat kabar dari Saiful yang masih berada di Boyolali, Ustadz Fahmi langsung mengontak Yulisa untuk memastikan Meyda mendapat perawatan terbaik sesampainya di Semarang. Ia juga sudah mengontak orang tua Meyda, terkait kondisi Meyda, dan mereka berencana akan tiba di Semarang sore ini.

"Gimana kondisi Meyda sekarang?" tanya Ustadz Fahmi pada Yulisa.

" Walaupun belum siuman,Sekarang sudah agak lebih baik, Dokter sudah memberikan penanganan awal, katanya kita lihat dulu perkembanganya setelah tiga jam, baru nanti akan diputuskan tindakan selanjutnya" Yulisa menjelaskan.

"Hemm, begitu ya? Meyda memang keras kepala, ketika dia bilang mau berangkat Kemah Ukhuwah,aku sempat melarangnya namun ia bersikeras berangkat juga, katanya mau pamitan sekalian ma teman-teman, soalnya lusa rencananya dia sudah mesti balik ke Jakarta, malah jadinya sekarang seperti ini" Wajah Ustadz Fahmi nampak lesu.

"Afwan ustadz, apakah selama ini Meyda memang menyembunyikan penyakitnya dari kami semua? Tadi saya sempat mendengar pembicaraan dari para Dokter, kata mereka....."

"Ya betul,"ustadz Fahmi memotong,"Meyda memang tidak mau menceritakan penyakitnya ini pada teman-temannya, hanya keluarga yang tahu, Ia mengidap Kanker Otak, gejala itu diketahui ketika dia lulus SMA, sampai sekarang dia masih rutin melakukan perawatan, namun ketika kontrol terakhir di Jakarta, Dokter meminta dilakukan operasi segera, agar tidak semakin parah, makanya dia diminta segera balik oleh orang tuanya agar lebih bisa diawasi dari dekat terkait perkembangan penyakitnya, aku harap sekarang belum terlambat.."Ustadz Fahmi mendesah pelan

"Astagfirullah Meyda!kenapa selama ini engkau Cuma diam saja"Kata Yulisa pelan sambil menatap Meyda yang terbaring diatas bed. Suasana tampak hening

Tak lama berselang Saiful, Rudi dan Bintang memasuki ruangan, setelah sebelumnya mengetuk pintu dan mengucap salam.

"Afwan Ustadz, tadi kami menyelesaikan urusan kemah ukhuwah dulu, baru bisa kesini sekarang" Saiful mengawali pembicaraan.

"Ya.saya paham kita ngobrol diluar aja.." ajak Ustadz Fahmi.

Mereka bertiga mengikuti ajakan ustadz Fahmi untuk keluar.Lantas Ustadz Fahmi menceritakan semua yang dialami Meyda pada mereka, mulai dari penyakitnya sampai keinginan orang tuanya yang meminta Meyda untuk dirawat Jakarta.

"saya ndak habis pikir, apa yang membuat Meyda bersikeras untuk tetap berangkat ke Gunung Merbabu padahal kondisi disana pastinya akan menguras staminanya..tapi yang terjadi malah lebih dari itu..."kata Ustadz Fahmi lantas terdiam.

Rudi mendesah pelan,"seandainya saya tahu dari awal meyda punya penyakit kanker otak pasti sudah kularang dia mengikuti kegiatan ini, tapi di malah memilih menyembunyikan semuanya, sialll!

"Istifghfar Rud, Muslim sejati itu tidak akan berkata seandainya begini atau seandainya begitu, itu pekerjaan syaitan, semua sudah terjadi, kita lihat saja perkembanganya, semoga kondisi Meyda lebih baik nanti" kata Ustadz Fahmi mencoba menenangkan Rudi yang nampak merasa bersalah.

"Afwan ustadz"kata Rudi kemudian.

"Orang tua Meyda kapan kesini Tadz?" tanya Saiful

"Insyaallah sore ini mereka sampai disini, kau kenapa bengong Tang!" perhatian Ustadz Fahmi teralih pada bintang yang terduduk lesu dengan pandangan kosong.

"Saya tidak bisa menjalankan tugas dengan baik dalam kemah ukhuwah ini, wajar jika saya dan Rudi mungkin yang merasa paling bersalah atas kejadian yang menimpa meyda, semua karena keteledoran kami.." jawab bintang

"Hush jangan berkata seperti itu, sudahlah kita berdoa saja semoga meyda lekas baikan" kembali ustadz Fahmi menyampaikan pesan untuk menenangkan mereka bertiga.

Mereka semua terdiam sejenak, sibuk dalam dzikir munajat memohon doa pada Rabbi Izzati, Yulisa yang muncul dari balik pintu kamar mengagetkan mereka,

"Meyda mulai siuman, Tari sedang ngontak perawat untuk kemari"

"beneran? Saya masuk dulu! Kalian tunggu disini aja"Kata ustadz fahmi memberikan instruksi, Saiful, Rudi dan Bintang hanya mengangguk pelan.

Tak lama setelah Ustadz Fahmi melihat kondisi Meyda, datang perawat dan seorang dokter ahli ke dalam ruangan itu.

"assalamu'alaikum ustadz, subhanallah bertemu disini, pasien ini keluarga Ustadz ya, saya nggak ngira sbelumnya, "kata dokter itu akrab.

"Iya Prof! Dia keponakan saya, silahkan dicek dulu kondisinya" kata ustadz fahmi

Dokter itu dan perawat itu kemudian mencek kondisi Meyda beserta tanda-tanda vitalnya.

"cukup bagus untuk kondisinya bisa sadar dalam waktu cepat, biasanya butuh waktu agak lama untuk pasien lain dengan diagnosis yang sama, masih terasa sakit dikepala ?" Dokter itu menanyai Meyda.

Meyda yang belum pulih benar,hanya mengangguk pelan, sambil menahan nyeri yang dirasakannya.

"Suster coba lihat lagi hasil CT scan pasien ini"dokter itu meminta pada perawat disebelahnya.

Dokter itu tampak serius mengamati hasil CT scan ditanganya sambil sesekali mengamati hasil rekam medis kondisi Meyda.

"Suster tolong pastikan kondisi oksigen dari tabung lancar, coba cek lagi kondisi tekanan darah pasien, pastikan semua kondisi stabil, tambahkan juga sedikit anestesi untuk mengurangi rasa sakitnya"dokter itu terus memberi intruksi.

"Ustadz, ada yang perlu saya bicarakan diluar, mari!"ajak dokter itu

Ustadz fahmi mengikuti saja dibelakang dokter itu.

"Ustadz kapan orang tua pasien ini bisa dihadirkan disini? Kami butuh kepastian untuk penanganan selanjutnya dan itu mesti dari pertimbangan orang tua, keputusan ada dimereka" tanya dokter itu.

"Insyaallah sore ini mereka tiba, emang apa tindakan selanjutnya Prof?

"Kita harus melakukan operasi segera,stadium sekarang akan semakin parah jika tidak segera dioperasi, selanjutnya bisa dilanjutkan dengan terapi kanker pada umumnya, bagi kami sekarang nyawa pasien lebih pentiing ! dalam kurang dari 24 jam kami harus mendapat kepastian, masalah biaya yang cukup besar Ustadz ndak usah terlalu memikirkan, kami bisa mengkomunikasikan dengan pihak rumah sakit, yang kami perlukan adalah kepastian kesepakatan dari keluarga, bagaimana?"

"Saya belum bisa mengambil keputusan, kita tunggu saja orang tua Meyda, Prof"

"Baiklah! sementara kondisi pasien ini lebih baik, sudah bisa diajak berbicara tapi biarkan dia beristirahat lebih banyak kalau bisa" Dokter itu masih menjelaskan.

Ustadz Fahmi terdiam

"Ustadz, jika orang tua pasien sudah datang, kabari saya segera, saya bisa menyediakan tim dokter terbaik, mereka relasi saya dan beberapa kenal baik dengan anda juga tentunya, termasuk salah satunya adalah Prof Zaenal, spesialis bedah syaraf yang ada rumah sakit ini, dan yang lain tentunya, OK, saya tunggu perkembangannya Tadz"kata Dokter itu sambil menepuk lengan Ustadz Fahmi,"Saya tinggal dulu ke ruangan!" dokter itu bergegas pergi setelah melempar senyum kecil.

Rudi, Saiful dan Bintang yang mendengar obrolan tadi tampak tegang, mereka kenal siapa Dokter yang berbicara tadi, namanya Prof.dr.Syarif Hidayat,PhD, dokter jebolan Oxford University ini memiliki spesialisasi Neurologi, pernah tercatat sebagai Asisten Direktur Program Pascasarjana Undip, dokter tadi terkenal cukup hanif karena turut aktif dalam Badan Amalan Islam di RS Kariadi, itulah yang menyebabkan beliau kenal dekat dengan ustadz Fahmi,karena sering mengisi kajian di Masjid Asyifa RS Kariadi , ketika Prof.Syarif yang berbicara dan turun langsung sudah bisa dipastikan kondisi pasien memang kritis dan membutuhkan prioritas perawatan, Prof.Syarif sempat dicalonkan untuk menjadi Kepala Rumah Sakit Kariadi namun memilih mundur, karena ingin fokus pada pembinaan BAI disana, pilihan yang langka dalam kultur FK Undip.

"Ustadz apakah kondisi Meyda benar-benar kritis?" Saiful tiba-tiba bertanya

"Entahlah.."Ustadz Fahmi tak bisa berkomentar.

Sayup-sayup terdengar suara adzan Asar dari masjid,

"Kita sholat asar dulu, semoga Allah memberikan jalan terbaik" ajak ustadz Fahmi

Mereka semua lalu bergegas menuju masjid Asyifa untuk menjalankan ibadah sholat asar.

***********************************

Ustadz Fahmi menghampiri Meyda yang terbaring lemas, pandangan Meyda tertuju pada jendela kamarnya,

"Om tahu apa yang sekarang meyda pikirkan?" gumam meyda

Ustadz Fahmi hanya menggeleng pelan,

"Meyda nggak tahu harus bilang apa, semua yang terjadi sekarang, akibat sikap keras kepala Meyda sendiri, kondisinya semakin parah, Meyda nggak tahu apakah masih bisa hidup lebih lama dengan kondisi semacam ini"kali ini air mata nampak menetes dari matanya

"Hush ngomong apa kau ini, sudahhh perbanyak istigfar dan berdoa,..jangan ngomong yang aneh-aneh "

Tiba-tiba pintu kamar dibuka, Pak Abdullah dan Bu Istiqomah, Orang tua Meyda telah sampai didampingi Bu Zulaida istri Ustadz Fahmi, melihat Meyda Bu Isti langsung menghambur pada putri kesayanganya itu, dipeluknya putrinya sambil menangis terisak-isak. Ustadz Fahmi menghampiri Pak Abdullah dan menceritakan semua yang terjadi dari kejadian di gunung merbabu itu sampai kabar dari Prof.Syarif tadi, Pak Abdullah langsung terduduk lemas dikursi ruangan itu, genggaman tanganya dipukulkanya pada meja yang ada disebelahnya sambil bergumam,"Meyda,meyda"

Lihat selengkapnya