Gadis Berhati Malaikat

Ardita
Chapter #2

Chapter 2 - Ketulusan.

Rezeki sudah Allah yang mengatur, jadi jangan pernah iri kepada rezeki orang lain. Allah sudah memperkirakan rezeki untuk kita, itu tandanya cukup bagi Allah. Maka dari itu pentingnya bersyukur.

-Gadis Berhati Malaikat.

°°°

SMA Negeri Adiguna, sekolah impian Davina. Ia ingin sekali menjadi pelajar di sekolah itu, bertemu dengan teman-teman, bermain bersama, belajar bersama. Tapi sayangnya itu hanya khayalan Davina saja. Ia hanya bisa melihat pemandangan itu dari gerbang sekolah, dengan senyuman yang terus terukir dibibirnya Davina menghela nafas. 

"Walau kamu gak sekolah, kamu harus sukses Vin, dan banggain ibu," ucapnya mencoba untuk menguatkan diri.

Davina ini termasuk wanita cerdas, walau dia tidak sekolah, tapi ia sering mengunjungi toko buku atau perpustakaan, sekedar membaca buku dan mempelajari buku bak anak sekolah.

Tepat pukul setengah delapan pagi lonceng berbunyi, para pelajar berhamburan memasuki kelasnya masing-masing, Davina hanya bisa tersenyum melihat itu. Keberadaannya di sekolah ini untuk bekerja, kali aja ada yang ingin menyemir sepatu, kan lumayan.

Suara klakson mobil membuat Davina tersadar dari lamunannya. Lalu ia menggeser tubuhnya agar mobil itu lebih leluasa masuk, padahal gerbang juga sudah ditutup.

Pengemudi itu menongolkan kepalanya pada kaca mobil, lalu ia menatap Davina tajam, "Woy ngapain lo disitu!" teriaknya.

Davina sedikit terkejut, ternyata pria itu lagi, "Maaf Kak."

Davin, si pengemudi itu turun dari mobilnya dan menghampiri Davina, "Gara-gara lo gerbang jadi ditutup!"

Davina mengernyitkan alisnya bingung, "Aku?"

"Iya lo, semenjak ketemu lo, gue ketiban sial!"

"Maaf deh Kak, aku gak bermaksud buat Kakak sial," ucap Davina polos.

Davin hanya memutar bola matanya malas, lalu ia menggoyang-goyangkan gerbang seraya berteriak, "Satpam bukain gerbangnya!"

Ingin rasanya Davina menasihati Davin, kalau itu perilaku tidak sopan. Tapi ia mengurungkan niatnya karena Davin bukanlah orang yang menerima baik nasihat orang lain.

Tidak lama kemudian pria berseragam satpam berlari tergopoh-gopoh, lalu ia membuka gerbangnya, "Maaf Den, tadi saya habis ke toilet," ucapnya sembari menunduk, tanda hormat.

"Lain kali gerbang gak usah ditutup sebelum gue dateng!" perintah Davin.

"Baik Den."

Davin menatap Davina tajam, lalu ia melangkah menuju mobil dan mencabut kuncinya dengan kasar. Dilemparnya kunci mobil itu kepada Satpam.

"Seperti biasa, lo parkirnya di samping mobil Bunda gue," suruhnya, membuat satpam itu mengangguk paham.

Davin berjalan memasuki gerbang sekolah dengan gaya gentlenya, ia sedikit melirik Davina, "Urusan gue sama lo belum selesai!" setelah mengucapkan itu Davin benar-benar pergi dan tubuhnya hilang di balik tembok sekolah.

Davina menoleh ke arah satpam itu. "Maaf Pak, memangnya pria tadi siapa ya? Kok perilakunya gak sopan?"

"Dia Davin, pemilik sekolah ini Neng."

Davina hanya ber-oh ria tidak ingin menanya lebih lanjut tentang pria itu. 

°°°

Selesai shalat Dhuha dan mengaji Davina kembali ke sekolah itu. Karena ia menitipkan barang pekerjaannya kepada Pak Zeki, satpam itu. Davina jadi sedikit tahu tentang keluarga Davin, ternyata Pak Hilman yang suka menolongnya itu ayah dari Davin karna Pak Zeki yang menceritakannya, tapi Davina tersadar kalau itu ghibah.

"Astagfirullah, astagfirullah.." lafalan istigfar selalu terucap dibibirnya.

"Allahummaghfir lana wa lahu," doa Davina, itu adalah doa terlanjur menggibahi orang lain. Yang artinya; Ya Allah, ampunilah kami dan ampunilah dia (orang yang dighibahi)

Davina sedikit berlari menghampiri Pak Zeki yang sedang duduk santai di Post Satpam, ia bersyukur karna diperbolehkan masuk ke dalam sekolah walau hanya duduk di Post.

"Maaf ya Pak lama, tadi ada pelanggan gak Pak?" tanya Davina sembari menetralkan nafasnya yang ngos-ngossan sehabis lari tadi.

Lihat selengkapnya