Jangan suka menilai sifat baik-buruknya manusia, karena yang pantas menilai hanya Allah SWT.
-Gadis Berhati Malaikat-
°°°
Apapun yang terjadi pada Davina hari ini, esok, atau seterusnya. Ia selalu bercerita kepada Fatimah, apalagi ini tentang pertemanan Davina dan Davi, ibunya harus tahu tentang ini. Pasti Fatimah senang karena Davina menadapat teman baru.
"Ibu, Davina dapat teman baru, dia baik banget," ucapnya mulai bercerita.
"Siapa namanya, sayang?" Fatimah membelai rambut putrinya penuh sayang.
"Namanya kak Davi, Bu."
"Cowok ya?"
"Iya, gak apa-apa kan Bu, Davina main sama cowok? Davina tahu batasan kok."
"Gak apa-apa, besok-besok kenalin sama ibu ya."
"Siap Bu! Sekalian pengen Davina ajak ke rumah pohon."
"Iya sayang, kamu bahagia ibu juga ikut bahagia," ucap Fatimah lalu mencium pucuk kepala Davina.
"Iya Bu," Davina merasakan kecupan lembut dari sang ibu, inilah momen yang dia suka, ketika Fatimah menciumnya.
"Akhir-akhir ini Davina sering bertemu orang baik Bu. Ada satu lagi namanya Pak Hilman, dia baik banget, suka tolongin Davina, dia juga sering kasih uang lebih padahal Davina udah nolak."
"Kalau dia maksa dan kelihatan tulus ambil aja gak apa-apa sayang, tapi jangan terlalu sering juga. Yang paling penting kamu juga harus berbuat baik padanya. Mungkin Allah titipkan rezeki kita dari Pak Hilman itu."
"Iya Bu, yaudah yuk tidur, biar gak kesiangan tahajudnya," Davina mendorong Fatimah yang terduduk di kursi roda, lalu keduanya masuk ke dalam kamar.
°°°
Kalau tidak macet, bukan Jakarta namanya, apalagi dihari weekend seperti ini. Seperti biasa, kalau dihari libur Davina pergi ke pasar untuk menjual gorengan, walau ibunya lumpuh tapi Fatimah masih bisa mengajarkan Davina untuk membuat berbagai macam gorengan, mulai dari; pisang goreng, tahu bunting, bakwan, dadar gulung, dan masih banyak lagi.
Kalau orang lain ke pasar menggunakan mobil atau motor, Davina tidak. Ia berjalan sekitar 5km untuk sampai pasar, tidak apa, anggap saja maraton.
Lagi dan lagi, kebetulan atau tidak ia selalu bertemu dengan Davin, tidak ingin dibilang sombong Davina menyapa pria itu.
"Kak Davin!" teriaknya.
Pria yang dipanggil hanya mengangkat alisnya sebelah, lalu detik selanjutnya ia menghampiri Davina, "Jangan sok kenal."
Bukannya marah atau sebal, Davina malah tersenyum, "Beli gorengan aku dong Kak," ucapnya lugu.
"Hello? Gak salah ngomong? Ya kali gue makan gorengan."
Davina sedikit mengerucutkan bibirnya. "Yaudadeh kalau Kak Davin gak mau, aku pergi dulu ya Kak, assalamuallaikum..."
Bukannya menjawab salam Davina, pria itu membegal kaki Davina yang membuatnya terjungkal ke depan. Gorengan yang dibawa Davina berserakan di jalan. Sedangkan pelaku hanya tertawa seolah itu bukan salah dirinya.
"Astagfirullah, gorengan aku!" Davina berlari menghampiri gorengan miliknya, air matanya tidak dapat ia bendung lagi ketika makanan buatan ibunya jatuh terlantar.
Davina berbalik menatap Davin, pria itu sedikit terkejut melihat Davina menangis. Seolah tidak punya hati Davin malah tertawa kecil.
"Cengeng banget sih gitu aja nangis!" cibirnya.
Davina diam sembari menahan untuk tidak terisak kuat, walau kotor ia tetap mengambil makanan itu dan menaruhnya di keranjang. Gorengan itu sudah kotor, tidak mungkin kan Davina menjualnya.