ANGEL WITHOUT WING

Angie Wiyaniputri
Chapter #3

JIWA PERTAMA (PART 2)

Elang tidaklah bodoh, ia hanyalah pemalas. Sekali aku memberi penjelasan, ia langsung mengerti. Ternyata selama ini ia hanyalah malas untuk memperhatikan guru mengajar. Sejak belajar bareng bersamaku, nilai-nilai ulangannya selalu cemerlang.

Setiap ada ulangan, aku akan belajar bareng bersama Elang di rumahnya. Lama-lama prestasinya meningkat hari demi hari dan hal itu membuat Bunda begitu senang. Setiap kali aku ke rumah Elang, Bunda akan membuatkanku kue yang enak sekali. Bunda pun sering membelikanku baju, sepatu, dan tas baru. Bunda selalu mengatakan kepadaku bahwa diriku telah dianggapnya seperti anaknya sendiri dan memintaku untuk memanggilnya Bunda.

Sehabis pulang belajar Elang tidak langsung mengantarku pulang. Ia akan mengajakku menonton di bioskop atau makan ke restoran mewah. Kami seperti orang pacaran! Tetapi Elang tidak pernah mengatakan apa-apa tentang perasaannya kepadaku, sedangkan benih-benih cinta mulai tumbuh dihatiku seiring berjalannya waktu.

Semakin lama kumengenal Elang, semakin kutahu bahwa hati Elang begitu baik dibalik penampilannya yang seperti anak nakal.

Pernah suatu hari, diperjalanan pulang saat Elang sedang mengantarku ke rumah. Hari itu turun hujan, mobil kami berhenti di stop-an lampu merah. Melewati kaca mobil, di depan mataku dan Elang lewat seorang nenek tua yang terhuyung-huyung kehujanan sedang menyeberang jalan. Seketika Elang mengambil payung dan keluar dari mobil, ia memberikan payung kepada nenek tua itu. Aku sungguh terharu melihat perbuatanya. Saat kutanya mengapa ia spontan menolong nenek itu? Ia hanya menjawab bahwa hujan selalu mengingatkannya pada masa lalunya. Aku tidak mengerti maksudnya, tetapi aku tidak lancang untuk bertanya lebih jauh. Yang kupelajari hari itu adalah Elang ternyata adalah pemuda berhati emas.

“Bunda mana Lang?” tanyaku penasaran, tidak biasanya jam segini Bunda tidak ada di rumahnya. Besok ada ulangan di sekolah, sudah menjadi kebiasaanku untuk belajar bersama Elang jika ada ulangan.

Aku dan Elang sedang belajar bersama di ruang tamu. Rumah Elang begitu besar seperti istana.

“Oh, Bunda lagi keluar kota ada urusan bisnis. Tapi jangan khawatir, Bunda tidak lupa menyiapkan kue untuk loe. Loe laper ya sekarang?”

Aku mengangguk tersipu malu menyadari betapa mudahnya Elang menebak keinginanku.

“Mba Nur, tolong ambilin kue di kulkas ya bawa ke sini.” perintah Elang kepada salah satu pembantunya yang sedang menyapu lantai.

“Baik Tuan.” Mba Nur menurut.

Tidak lama kue datang, aku makan dengan lahap.

“Kue buatan Bunda selalu enak Lang!” pujiku setulus hati.

“HAHAHAHA!” tiba-tiba Elang tertawa terbahak-bahak.

“Loh kenapa tertawa?”

“Sikap loe selalu anggun seperti nama loe, tetapi bisa juga ya wajah loe belepotan krim saat makan kue! HAHAHAHA!”

“Hei! Jangan meledekku!”

“Oh ya, aku selalu penasaran kenapa kamu selalu memanggilku namaku dengan lengkap Lang? Kebanyakan orang-orang memanggilku dengan sebutan Gun saja.”

“Nama loe sudah bagus Anggun, sayangkan kalau jadi Gun? Anggap saja gue orang spesial, satu-satunya orang yang memanggil namamu dengan lengkap.”

“Apakah aku spesial bagimu Lang?” tanyaku penuh harap, jantungku berdegup kencang. Aku ingin mengetahui perasaan Elang terhadapku.

Elang menatapku dengan tatapan penuh arti, “Sini gue bantu bersihkan wajah loe dari krim.”

Jemari Elang menyentuh pipiku dengan lembut, jantungku berdegup semakin kecang. Aku takut Elang dapat mendengarnya. Perlahan jemarinya menyentuh bibirku, dan secepat kilat ia mendekatkan wajahnya dan menciumku dengan lembut.

Ciuman pertamaku terasa manis seperti krim kue, aku terlena, dengan malu-malu aku menyambut ciuman Elang. Ia membisikanku sesuatu, “Anggun diri loe sungguh cantik…” Aku melayang mendengar pujiannya, aku bahagia. “Ikut gue ke atas Anggun...” Bisik Elang selanjutnya.

Elang menggandengku menaikki tangga, ia membawaku masuk ke dalam kamarnya. Ia menutup pintu dan menguncinya.

Kami berdua termabuk cinta.

Hari itu aku melayang ke langit ketujuh, keperawananku telah menjadi milik Elang.

Aku terduduk lemas di lantai kamar mandi.

Beberapa minggu belakangan ini aku merasa tidak enak badan dan mentruasiku terlambat, aku curiga jangan-jangan diriku…

Aku melihat hasil alat test peck-ku.

Dua garis. Aku positif hamil.

Aku masih tidak dapat percaya, aku mencoba beberapa alat test peck lainnya. Dan hasilnya tetap sama, dua garis.

Hanya sekali aku dan Elang bercinta, dan aku langsung hamil?! Aku sungguh ketakutan, aku belum siap menjadi seorang ibu diusiaku yang masih 17 tahun.

Setelah hari dimana keperawananku direbut Elang, aku menghindarinya. Beberapa kali aku tidak masuk sekolah, dan aku tidak mau lagi belajar bersamanya. Aku menghindari Elang bukan karena aku membencinya, aku mencintainya. Aku menghindari Elang karena aku masih belum sanggup menerima kenyataan bahwa aku sudah tidak perawan lagi. Aku sungguh menyesal dengan tindakanku yang diluar batas akal sehatku. Saat Elang mencumbuku aku bisa saja menolaknya atau menghentikannya, tetapi aku menikmatinya, aku bercinta dengan perasaan bahagia karena aku mencintai Elang…Ah…Cinta memang dapat membutakan akal sehatmu. Dan sekarang aku hamil, hancur sudah masa depanku. Seperti pepatah bilang, penyesalan selalu datang terlambat.

Lihat selengkapnya