ANGERE

Nurusifah Fauziah
Chapter #1

Kedatangan Yang Tak Diharapkan

Embun pagi membasahi kelopak mata. Saat langit masih gelap karena matahari yang belum bersiap akan tugasnya. Aku bahkan sudah sibuk untuk mengejar dunia. Sebelum matahari terbit aku harus segera mengantarkan semua kotak susu ini.

Hidupku adalah bekerja. Aku bahkan tak ingat kapan terakhir kali bermain.

Aku terus mengayuh sepeda keranjang berkarat ini dari pintu ke pintu.

Pukul 5 pagi di sebuah Cluster rumah yang besar seperti ini tentunya belum terlihat kehidupan. Mereka masih terlelap dengan selimut hangat dan segala kebutuhan yang lengkap. Aku menatap rumah besar bak istana yang sangat menawan. Pasti rasanya nyaman sekali jika tinggal di sana.

30 menit kemudian, semua kotak susu sudah kuantarkan. Saatnya pulang untuk bersiap ke sekolah.

Aku begitu terkejut ketika setibanya di rumah, pintu sudah dalam keadaan terbuka. Dengan sigap aku berlari dan menjatuhkan sepeda butut ini.

"Bundaaa!!!" teriakku memekik.

Terlihat barang yang sudah porak poranda. Aku bergegas lari ke kamar bunda.

"Bun..." Aku tercengang ketika melihat ayah yang tengah menjambak rambut bunda.

Bunda merintih kesakitan.

"Yah lepas!" teriakku segera untuk melepaskan tangan ayah dari rambut bunda.

"Heh! Anak malas! Dari mana saja kamu?! Bukannya bikin sarapan malah keluyuran! Ibu sama anaknya sama saja! Pemalas!!" Ayah menghentakkan kepala bunda kemudian mencekikku.

"I...iya..Yah..Ga..dis...akan bu..buatkan," ucapku merintih memegang tangan ayah.

Seketika ayah melemparku jauh hingga kepalaku terbentur dinding.

"Cepat buatkan!" tegas ayah keluar dari kamar bunda.

Aku segera bangun dan menghampiri bunda.

"Bunda maafkan Gadis. Harusnya Gadis pulang lebih cepat agar tak terjadi seperti ini," Aku menangis memeluk bunda.

"Kamu berdarah nak, cepat obati dulu," jawab bunda menangis.

"Bunda di sini saja ya. Aku kunci pintunya dari luar. Aku mau masak dulu untuk ayah daripada dia semakin ngamuk nanti," jawabku menatap bunda.

Aku bergegas menuju dapur. Hanya memiliki sebungkus mie instan. Aku segera memasaknya karena ayah sudah mulai berteriak.

Dengan mata yang berkaca-kaca aku menatap penuh kekhawatiran. Mengapa ayah sudah keluar dari penjara? Bukannya senang, justru aku merasa sebaliknya. Kakak saja sudah membuatku lelah, kini ditambah ayah yang akan membuat rumah ini semakin hancur.

Setelah matang, aku segera membawa semangkuk mie instan ini ke ayah. Tiba-tiba saja kakakku, Niko menghampiri.

"Untukku mana?! Kok cuma satu saja?!!!" bentaknya kepadaku.

"Cuma ada 1 kak,"

"Lalu aku makan apa?!" bentaknya lagi.

Lihat selengkapnya