"Kupu-kupu apa yang gak bisa terbang?" tanya Brama.
Brama beserta teman-temannya sedang kumpul di meja depan. Angkasa baru saja masuk kelas dan duduk dengan mengangkat sebelah kaki yang memperlihatkan sepatu conversenya. Angkasa semalam ketiduran dengan gitar di sampingnya. Lucu memang Angkasa tidur bersama gitar.
"Emang kupu-kupu gak bisa terbang, Bram?" tanya Jiko heran. "Baru tau gue, soalnya kupu-kupu kan terbang semua."
"Apaan ya?" Fabian ikut berpikir.
"Hahaha! Kupu-kupu yang udah mati tuh yang gak bisa terbang!" ucap Brama dengan tawanya yang menggelegar.
"Ah! Sialan lo gue udah mikir keras!" sahut Fabian yang membuat Brama tertawa.
"Jangan mikir keras-keras ntar stres!" celetuk Jiko.
"Santuy aja kayak pak sultan sekarang, iya gak?" kata Brama melirik Angkasa sibuk denga ponselnya.
Angkasa mengalihkan pandangannya menjadi menatap teman-temannya. "Hari ini ada ulangan gak?"
"Hah? Apa gue gak denger?" kata Jiko sedikit berteriak, sengaja menulikan pendengarnnya.
"Gue doain lo gak bisa denger benaran!" sahut Fabian dengan kejamnya.
"Anjir! Jangan gitu lo, Yan! Ucapan itu do'a, jadi lo harus bilang yang baik-baik ke gue!" ujar Jiko.
"Tumben lo nanya ada ulangan atau enggak, ada apa nih?" Brama bertanya.
"Kalau gak ada gue mau bolos," jawab Angkasa.
"Anjrit! Boleh ikut dong gue!" sahut Jiko semangat.
"Gue kira kalau ada ulangan lo mau belajar." Dirga baru ikut bersuara.
Angkasa tertawa. "Gak, gue gak bolos, bercanda zheyeng!"
Jiko bergidik ngeri. "Ih! Lo mulai homo ya, Sa?"
"Amit-amit!"
"Penyanyi siapa yang naik sepeda gak kebut-kebutan?" tanya Brama lagi.
"Afgan!" jawab Fabian ngasal.
"Jawabannya Melly Goes Selow!" ucap Brama tertawa.