ANGKASA untuk RANIA

Fenny C Damayanti
Chapter #4

Hati Rania Teristimewa

Pernah di suatu siang yang cukup terik, Asa baru saja akan menghentikan motornya di sebuah lampu merah. Di bagian belakang antrian beragam kendaraan tanpa tahu aoa yang terjadi di arah depan sana, cukup banyak klakson dibunyikan. Orang menyumpah serapah tentu tak sedikit pula.

Awalnya Asa ingin acuh saja namun mau tak mau lumayan penasaran juga dengan apa gerangan yang tengah terjadi.

Detik perpindahan dari lampu kuning menuju hijau sudah terjadi beberapa waktu yang lalu, meski cukup tersendat di awalnya kini Asa sudah bisa perlahan melajukan motornya tersebut, mengikuti arus kendaraan yang perlahan merangkak bergerak. Siang tersebut jalanan cukup ramai.

Tak sengaja Asa ikut melempar pandangan matanya ke bagian kiri jalanan, seperti yang beberapa orang lakukan. Mungkinkah ini yang menyebabkan antrian kendaraan tadi lumayan cukup memanas? Dan, sepertinya Asa kenal dengan seseorang? Entah apa yang terjadi sejurus kemudian Asa justru ikut menepikan kendaraannya, menghampiri seseorang tersebut.

"Rania?" agak lirih Asa mulai menyapa seorang gadis yang merupakan temannya tersebut.

"Hei, Asa." Singkat saja Rania membalas sapaan tersebut. Barangkali gadis tersebut tak begitu berharap akan bertemu Asa, teman sekelasnya dalam situasi seperti sekarang ini.

"Ada yang perlu gue bantu lagi?" bukan sok mencoba ramah, Asa memang tulus menawarkan bantuan, seusai pandangan matanya cepat memindai situasi yang baru saja terjadi.

"Makasih ya, Neng. Udah mau bantuin Bapak. Tadi Bapak agak pusing, jadi dagangan Bapak agak kececer. Bikin lampu merah lumayan riuh." Ucap seorang bapak penjual beragam mainan anak yang biasa beroperasi di sekitaran lampu merah tersebut, yang barusan dibantu oleh Rania.

"Nggak apa-apa Bapak. Bapak kelihatan agak pucet, apa Bapak belum makan? Duduk dulu di sini, Pak. Jangan dipaksakan kalo masih pusing. Malah bahaya nanti, Bapak." Rania menimpali ucapan bapak penjual mainan, membuat Asa semakin mengetahui kondisi yang baru saja terjadi tersebut.

"Tunggu dulu di sini, biar gue carikan beberapa makanan di sekitaran sini, Ran." Tak menunggu komando, itulah ucapan yang keluar dari mulut Asa. Tulus ia ingin mmebantu juga bapak penjual mainan yang nampak lumayan kepayahan tersebut.

Belum sempat Rania serta bapak tersebut mengatakan apa-apa, Asa lumayan cepat menyusuri jalanan sekitaran, mencoba menemukan warung pinggir jalan yang terdekat.

"Bapak belum sempet makan dari pagi, Neng. Dagangan masih sepi." Agak lemah bapak penjual tersebut bercerita kepada Rania, seulas senyum getir melengkapi ucapan tersebut.

Langsung merasuk kalimat tersebut ke dalam batin Rania. Hampir saja dibuat berkaca-kaca matanya mendengar penuturan tersebut. Batinnya serasa dikejutkan dengan fakta yang baru saja didengarnya tersebut, membuatnya seolah diremas tiba-tiba. Terasa cukup sesak mendengarnya.

"Sori, gue agak lama?" kalimat pertama yang meluncur begitu Asa kembali sambil membawa bungkusan makan serta minuman untuk bapak penjual mainan tersebut.

"Biasa saja kok, Asa. Makasih banyak ya udah bantuin." Timpal Rania kemudian.

"Maaf ya Bapak ngerepotin kalian berdua." Bapak penual mainan mengucapkannya dengan nada kurang enak hati. Barangkali cukup merasa bersalah telah merepotkan anak-anak muda tersebut.

Bungkusan makanan minuman tersebut kini akhirnya telah berpindah tangan ke bapak penjual mainan tersebut."Bapak nggak mungkin terima kebaikan ini begitu saja. Setidaknya terima sedikit mainan hadiah dari Bapak ya? Kalian bisa pilih sesukanya jika mau." Ucap bapak penjual mainan tersebut.

"Kok malah repot-repot sih, Pak?" Raina tak begitu menyabgka dengan yang diucapkan oleh bapak tersebur.

Lihat selengkapnya