Aku tidak lagi menyadari sudah berapa lama aku berdiam. Kepalaku tiba-tiba terasa berputar tidak nyaman dan pikiranku terasa sangat sulit untuk bereaksi. Aku masih tidak bisa mencerna dengan baik pada semua perkataan yang baru saja keluar dari mulut Nika.
“Apa maksudmu aku … yang melakukannya?” tanyaku pada akhirnya.
Vera melirik Nika sekilas. Nika masih menatapku dengan sorot mata datar, tidak terpengaruh dengan apapun. “Bukan Sarah yang melakukan pem-bully-an itu, tapi kau. Kau yang memulainya. Kau pemimpinnya.”
“Apa?” sahutku lirih.
Nika menghembuskan napas pelan malas. “Sudahlah, aku benar-benar tidak ingin membicarakan ini lagi.”
Aku menggeleng muak. “Maksudmu selama ini akulah yang menampar Hilda, membentaknya, menyuruh kalian semua memanggilnya dengan sebutan ‘Si Tolol’, atau pun mendorongnya ke danau waktu itu? Aku yang melakukannya? Bukan Sarah? Dan aku sendiri tidak mengingatnya? Apa menurutmu semua hal ini terdengar benar-benar gila??” sahutku. Nada suaraku mulai mengeras.
Vera mulai melirik ke sekeliling dengan was-was, tatapan sama yang diberikan Tifa beberapa hari lalu.
“Menurutmu mengapa selama ini semua orang berusaha menyembunyikan hal ini darimu sejak kau tiba-tiba kembali ke kota ini lagi?” tanya Nika lagi.
Aku mengerutkan alis, menunggunya melanjutkan perkataan yang paling tidak masuk akal yang pernah kudengar.
“Kami tau betapa kematian orang tua dan adikmu sangat membuatmu terpukul dan membebani pikiranmu. Itu memang alasanmu pergi dari sini, kan?”
Jantungku mulai berdetak cepat. “Apa hubungan mereka dengan semua ini?” sahutku, masih berusaha untuk tidak terpengaruh dengan topik yang ia singgung. Aku sama sekali tidak bisa mengartikan apakah Nika hanya ingin membalaskan dendam karena aku berani menyinggung tentang orang tuanya beberapa menit lalu.
“Kau tiba-tiba datang kembali ke kota ini dan langsung menyinggung tentang pem-bullyan dan segala perlakuan buruk pada keluarga Hilda. Lalu berkata bahwa selama ini Sarah sangat membenci Hilda. Kau jelas-jelas sudah benar-benar melupakan apa yang sebenarnya terjadi di kota ini sebelum kau pergi. Apa kau tidak menyadarinya sekarang?” Ia menarik napas kesal. “Kami berusaha membuatmu tidak lagi mengungkit hal ini karena kami tau kau akan menyalahkan dirimu lagi dan kenangan buruk tentang kematian orang tuamu akan kembali menghantuimu lagi.”
Aku terdiam, sama sekali tidak bisa berkata apa-apa. Tenggorokanku tiba-tiba terasa kering. Kepalaku kini mulai kembali berdenyut sakit dan justru semakin parah begitu pikiranku berhasil mengartikan apa yang sebenarnya Nika maksud dari perkataan yang baru saja ia lontarkan padaku.
“Maksudmu ada yang salah dengan otakku?” tanyaku dengan serak, masih tidak percaya bahwa memang itu yang dimaksud oleh Nika dan Vera. “Kalian pikir ada yang salah dengan otakku. Aku gila karena trauma kematian keluargaku, kemudian tiba-tiba menukar ingatanku sendiri dan berhalusinasi bahwa selama ini Sarahlah yang melakukan semua hal itu?” tanyaku lagi.
Nika mengamatiku sesaat. “Aku tidak ingin membicarakan hal ini lagi.”
Aku menatap dalam-dalam pada Nika dan Vera bergantian dan mencoba mencari sedikit pun tanda-tanda bahwa kebohongan dari wajah mereka. Tapi aku tidak bisa menemukannya, terutama setelah pikiranku sudah kacau seperti ini. Kepalaku semakin berdenyut sakit dan badanku mulai mendingin tidak nyaman.
Aku tidak gila. Dan aku masih mengingat dengan jelas bahwa Sarah yang melakukan semua hal itu, bukan aku. Sekali pun kematian keluargaku memang mengangguku.
Semua hal yang terjadi di kafe dan semua perkataan mengerikan yang dilontarkan Nika padaku hanyalah cara untuk membuatku bingung dan mengalihkan perhatianku dari semua yang dicoba orang sekota ini tentang kematian Hilda.
“Tifa pasti sudah menceritakan semua hal yang kami bicarakan pada Sarah,” gumamku. Lalu Sarah akan menyuruh Nika dan Vera untuk mulai menyebarkan cerita mengerikan ini untuk membingungkanku. “Seharusnya aku tidak lagi terkejut mendengar kalian tetap menjadi tangan kanan Sarah dan membantunya menutupi hal ini lagi. Bahkan setelah sekian lama.”
Aku memandang mereka bergantian selama beberapa saat. “Seharusnya aku sadar akan ada banyak hal yang belum berubah di kota ini,” ujarku.
“Lauren—”
“Tidak, dengarkan aku dulu. Aku tau dengan jelas apa yang sebenarnya terjadi dan aku bisa membedakan dengan jelas bahwa ingatanku memang benar. Aku rasa kita semua tau kebenaran yang terjadi sebenarnya di sini—”
“Menurutmu mengapa Adit tiba-tiba menghindarimu?” tanya Nika dengan tajam.
“Apa?”