ANGOR

Indah Thaher
Chapter #35

Buruk

10 Maret 2007

 

Adik lelakiku lahir dengan sehat. Dan kami memberinya nama Adit.

Rasanya hari itu adalah hari paling bahagia yang pernah kumiliki sepanjang hidupku. Aku bahkan tidak peduli dengan tatapan enggan yang diberikan para perawat di rumah sakit bersalin itu pada keluarga kami. Aku tau mereka akan bersikap seperti itu, ini bukan pertama kalinya kami diperlakukan seperti itu di rumah sakit ini.

Ayah masih berdiri dan terus menggendong Adit di pangkuan tanpa henti. Ibu sering bilang kalau aku lebih cenderung mirip Ayah, namun Adit bahkan jauh lebih mirip.

Ayah beberapa hari lagi harus kembali bekerja. Ia tidak mendapatkan izin berlama-lama dari atasannya. Alasannya karena proyeknya benar-benar sedang membutuhkan tenaga banyak orang.

Tapi setidaknya, untuk beberapa hari ini keluarga kecil kami akan berkumpul kembali. Terutama dengan kehadiran Adit di tengah-tengah kami.

Dan yang kuinginkan sekarang hanyalah kami berempat terus bersama-sama.

            

 

 

17 Maret 2007

 

Rasanya nyawaku tiba-tiba hilang separuh.

Aku tidak bisa memikirkan apa-apa selama dua hari ini. Dan aku minta maaf pada Adit karena sikapku ini. Aku bahkan tidak punya kekuatan untuk memenuhi janjiku padanya seperti yang biasa kulakukan.

Semuanya tiba-tiba terasa berubah. Dan sangat tiba-tiba hingga aku bahkan ragu apakah Tuhan sudah memberikanku tanda-tanda sebelumnya. Mungkin aku yang tidak menyadari tanda-tanda itu sebelumnya.

Ayah meninggal.

Kabar itu sampai kini masih terngiang-ngiang jelas sejak beberapa hari lalu, kabar yang dari sebuah telpon. Mereka bilang ayahku mengalami kecelakaan saat bekerja. Mereka berusaha melarikan ayahku ke rumah sakit, tapi dia sudah meninggal di tengah perjalanan.

Benar-benar tidak pernah kusangka sama sekali.

Aku masih ingat betapa terpuruknya Ibu mendengar kabar itu. Dia langsung duduk dan menangis. Aku tidak pernah melihatnya menangis meraung seperti itu sebelumnya, sama sekali tidak pernah. Jadi dengan sisa tenaga yang kumiliki, aku pergi ke kamar Adit dan menggantikan Ibu untuk memberinya sebotol susu karena kurasa hanya aku yang menyadari bahwa sejak tadi Adit terus menangis.

Barulah begitu Ibu datang ke kamar Adit, dengan mata sembab dan wajah lelah kosong, aku membiarkannya menggantikanku untuk menjaga Adit. Ibu memelukku beberapa saat dan itu bukan pelukan yang biasa ia berikan padaku.

Itu pelukan yang memiliki pesan bahwa kini hanya ada aku dan Ibu yang akan menjaga Adit. Dan kami harus saling menjaga satu sama lain.

Begitu aku keluar kamar, aku langsung masuk ke kamar mandi, menguncinya dan menghidupkan air sederas-derasnya.

Lalu barulah aku menangis.

 

 

18 Maret 2007

  

Hari ini pemakaman Ayah. Dan hanya ada aku, Ibu dan Adit di sini. Tidak ada siapa-siapa lagi. Penjaga makam pun hanya sekedar mengangguk memberi salam dan pergi begitu mereka selesai menguburkan ayahku. Mereka mungkin sebenarnya juga tidak ingin berada di sini bersama kami.

 Dan rasanya baru kali ini aku benar-benar merasakan betapa sendirinya kami di kota ini.

 

 

 

6 April 2007

 

 Hari ini aku memutuskan pindah ke kamar Adit. Kamar Adit berada tepat di sebelah kamar Ibu. Kamar itu sebenarnya adalah milikku. Tapi entah kenapa ibu menyuruhku untuk pindah ke lantai atas saat umurku 7 tahun.

Lihat selengkapnya