Tidak ada yang mengetahui Nesya sering mengalami xenophobia karena memang Nesya juga tidak merasakan itu. Entah sejak kapan bermula. Terkadang perasaan asing itu muncul pada saat yang tidak tepat.
Dan sekarang Nesya ingin lebih bisa mengatasi dengan caranya sendiri atas permintaan Ditra. Slow but sure. Kesempatan itu datang setelah Nesya mengenal Ditra terutama setelah bersuamikan Ditra.
Pertama kalinya berusaha untuk mengatasi ketakutan pada hal yang asing bagi Nesya setelah menjadi seorang istri. Terjadi tepat setelah beberapa hari menikah. Hari Sabtu di Kampung tempat tinggal Ditra, Kampung Teratai Kuning. Tanpa persiapan apapun. Bunda dan Bapa' tidak dikabari perihal acara hari ini. Sebenarnya Nesya panik. Atau kecewa? Tak tau yang mana perasaannya saat ini.
"Mereka semua kerabat dan tetangga sekampung." Dengan santainya Ditra menanggapi curhat Nesya pertama kalinya.
"Kenapa Ka Ditra ga cerita mau ada acara makan-makan seperti ini?"
"Itu ngga terlalu penting. Cuma makan-makan aja."
"Acara kayak gini koq dibilang gak penting sih."
"Esya, ini cuma makan-makan dan ngobrol-ngobrol. Mamah pengen kenalin Esya sama orang-orang, itu wajar lah mau pamer mantu."
Ditra mencolek ujung hidung Nesya, bahasa baru Ditra setelah menikah.
"Mereka banyakan loooh..."
"Ga usah berlebihan, mereka ga ngapa-ngapain juga 'kan?"
Nesya mendesah pelan, berusaha bernapas leluasa meski dadanya terasa lebih sempit.
"Ato ada yang ngapain sama Esya?"
Ditra menatap Nesya tajam sampe Nesya agak takut dibuatnya. Tiba-tiba rasa itu datang.
"Cuma mau tanya, kenapa ngga cerita dulu."