Sepanjang perjalanan, dari depan rumah sampai pinggir jalan. Ditra dan Nesya diam. Di angkot pun diam.
"Diem-dieman nih ceritanya?"Tanya Ditra.
"Lagi pengen diem."
Terasa ketus terdengar. Ditra mencerna sesuatu. Ada apa dengan Nesya? Cuek bukan ciri khasnya.
Ditra berinisiatif merangkul pundak Nesya. Otomatis reaksi awal Nesya adalah terkejut dan semburat merah langsung muncul di sebagian wajahnya.
Kenapa ya, perempuan itu lemah terhadap sentuhan? Atau hanya Nesya yang seperti itu? Pikir Nesya sekejap. Tapi ini yang sentuh suami Nesya sendiri, Ditra. Coba saja ada salah satu teman sekelas Nesya yang seperti itu, langsung kabur Nesya.
Bunyi kunci pintu yang beradu dengan silinder lockcase mengagetkan Nesya dari pikiran absurdnya. Ditra membuka pintu dan dibalik tubuh tinggi tegapnya tersuguhkan pemandangan kamar kost yang sumpah membuat Nesya sukar bernapas.
Bukan karena efek drama romantis ala Korea tapi karena tumpukan kertas di lantai tidak tersusun dengan baik. Piring dan gelas tertumpuk tak beraturan. Juga tirai penghalang terik matahari yang terlihat kehilangan roda gorden genap sehingga yang tersangkut adalah lipitan penyangkut kawat pada urutan ganjil dan itu sebuah inovasi yang agak janggal menurut Nesya.
"Apa-apaan ruangan ini?" Spontan Nesya berkomentar.