Ani-ani Metropolitan

Novi Wu
Chapter #1

Bagian 1

Bagian 1



Nada mematikan ponsel lalu memasukan ke dalam tasnya setelah mengecek M-banking yang belum juga terisi, sudah tiga bulan bapak dan ibunya tidak mengirim jatah bulanannya untuk memenuhi kebutuhannya di Jakarta, padahal gadis itu harus tetap melanjutkan pendidikannya meski di tengah kekacauan di keluarganya. Usaha restoran kedua orang tuanya mendekati ambang kebangkrutan, hal itulah yang memaksa Nada harus putar otak, dirinya harus tetap melanjutkan kuliahnya yang tinggal setahun lagi, atau pulang dan menguburkan mimpi-mimpinya. 



Tiga bulan lalu ketika sang ibu mengatakan, jika Nada harus hemat. Hingga detik ini dia tak lagi nongkrong di cafe seperti dulu, bahkan ia lebih memilih makan mie instan yang tentu saja lebih murah, dibandingkan makanan lain. Untung saja lambungnya baik-baik saja meski begitu. 




“Nad... Lu kenapa udah nggak mau bareng kita lagi?” 



Nada menoleh ke arah Amara yang tengah berdiri tiba-tiba di depan mejanya. 



“Aku sibuk banget nih.” Nada menjawab sekenanya dan menyibukkan diri dengan menata buku di atas mejanya. 



“Sibuk apa sih? Skripsi juga belum. Dulu kita suka nongkrong di cafe, dugem sekarang nggak pernah lagi. Udah tobat lo?”



Nada terdiam, ia tidak ingin mengatakan jika ia tidak lagi memiliki uang untuk foya-foya dan hidup hedonisme seperti dulu. Untuk makan enak saja dia sudah tidak bisa. Terakhir tiga bulan lalu ia masih bisa makan enak sebelum sang ibu meneleponnya. 



“Nak... Lagi apa?” Suara wanita paruh baya tampak parau dari ujung telepon. 



“Lagi makan, Bu," jawab Nada sembari menyuapkan makanannya ke mulut dan mengunyahnya perlahan. 



”Makan apa, Nak?“



"Bulgogi, hari ini Nada pengen makan daging sapi di deket kampus.”



Si ibu tampak terdiam sesaat, kemudian menarik napas panjang.



 “Ada apa, Buk?” 



“Nad... Kamu harus hemat-hemat dulu, ya. Bapak kamu sakit, dan usaha restoran kita sedang nggak baik-baik saja. Ibu takut bulan depan nggak bisa kirim seperti biasa.”



Seketika gadis itu menghentikan kunyahan makanan dan langsung menelannya bulat-bulat. 



“I... Iya, Buk. Nada akan hemat-hemat.”



Alih-alih tantrum layaknya anak-anak orang kaya yang dipaksa hemat, Nada memilih bersabar, dan memilih mengerti dengan keadaannya saat ini. 



“Kalau bisa atau kalau ada, kamu cari kerja paruh waktu dulu, Nad. Ibu takut kalau uang UKT kamu juga bakalan telat untuk dibayar.”



Lihat selengkapnya