“Pukulanmu terlalu jelek ..., tendanganmu juga sangatlah buruk ...,” ucap Demian sambil menghindari serangan Arthur.
Arthur yang dikatai seperti itu menyeringai. Enak saja serangannya dikatai seperti itu. Arthur memperbaiki kuda-kuda, bersiap menyerang.
“Kalau begitu …, terimalah ini.” Arthur mendesis. Ia melompat dan mengeluarkan gerakan tendangan memutar.
Namun, mudah saja bagi Demian menangkisnya dengan satu tangan.
“Sangat buruk.” Demian tersenyum. Tatapannya terlihat meremehkan.
Arthur kembali menyeringai. Ini seru, ia bisa mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk meyerang kakaknya itu. Ia kembali mengambil kuda-kuda. Bersiap menyerang. Dengan gerakan yang mantap, Arthur melancarkan serangannya dengan sangat cepat. Pukulannya itu meluncur deras ke arah wajah Demian.
WUT!
Persis saat tangan Arhur hendak menghantam wajah Demian. Dia telah menghilang dari hadapannya. Membuat pukulannya mengenai udara kosong. Dan belum habis rasa heran Arthur tiba-tiba, BUK! Satu pukulan yang keras menghantam punggung Arthur. Membuatnya terdorong ke depan. BUK! Satu lagi pukulan menghantam punggungnya. Dan kali ini, saat kuda-kudanya goyah, Arthur benar-benar terpental kedepan.
“Responmu buruk sekali ..., mudah saja bagiku menjatuhkanmu.” Demian tertawa. Kedua tangannya terlipat.
Arthur kembali menyeringai. Kau kira aku sudah kalah?
Demian menatap adiknya itu yang lagi-lagi menyeringai. Ia sedikit kesal. Adiknya itu seakan selalu meremehkannya, padahal Arthur tidak pernah menang melawannya.
Arthur berusaha untuk berdiri. Kakinya sedikit goyah. Mengusap peluh di wajah. Menatap Demian dengan tatapan tajam. Sedikit tersenyum, lalu bergumam pelan.
“Kau akan kalah, kak.”
Persis di ujung kalimatnya. Tubuh Arthur seakan menghilang. Cepat sekali gerakannya. Hendak melancarkan serangan kejutan. Demian mempertajam matanya, mencari dari mana Arthur hendak menyerangnya. BUK! Dengan tangkas Demian menangkis serangan Arthur dari sisi kanan. Kuat sekali pukulan itu, membuat Demian mundur selangkah. Tanpa berpindah posisi, Arthur memperkokoh kuda-kudanya, mengirim pukulan bertubi-tubi, ia kali ini mengerahkan seluruh tenaganya untuk menyerang. Serta kecepatan pukulannya yang meningkat berkali-kali lipat. Demian berseru tertahan. Ia susah payah menangkis serangan bertubi-tubi dari Arthur. BUK! Satu pukulan mengenai bahu Demian. BUK! Disusul satu pukulan lagi yang telak mengenai dagu. Membuat Demian terpental ke udara, dan BUK! Saat tubuhnya berada di udara, tinju Arthur yang lain kembali telak mengenai perut Demian, membuatnya terpelanting dua meter. Bergulingan di hamparan rumput. Darah segar mengalir di mulutnya. Demian meringis menahan sakit.
Arthur maju dua langkah, berhenti. Menatap Demian dengan tatapan puas.
Dengan mulut yang berdarah, Demian tersenyum bangga. Akhirnya adiknya berkembang menjadi lebih kuat. Sampai bisa mengalahkannya, bahkan membuatnya bergulingan di hamparan rumput yang tidak rata ini.
“Tidak buruk, dik.” Demian menatap Arthur. Ia terduduk, menyeka darah di mulut.
Arthur tertawa. Ini memang tidak buruk. Dia berhasil mengalahkan kakaknya kali ini, setelah ratusan kali bertarung.
Arthur mendekat, membantu kakaknya berdiri.
Arthur dan kakaknya tinggal di salah satu desa bernama Nockvell, kawasan ini termasuk bagian dari kekuasaan Blaise Empire. Desa yang dihuni oleh para petarung terlatih. Satu-satunya mata pencaharian mereka hanya berkebun, karena tanah di desa ini merupakan tanah yang paling subur dibandingkan dengan tanah di kawasan lainnya.
Suasana di sana sangatlah tentram. Udaranya sejuk, tanamannya subur, hamparan padi, kebun teh, bunga-bunga, semuanya tumbuh dengan sehat. Dijaga dengan baik oleh para penghuninya.
Arthur adalah seorang remaja aktif, ia dan kakaknya sering berlatih bersama di lahan kosong yang letaknya berada di atas bukit kecil samping pemukiman. Luasnya sekitar 30 x 20 meter. Terhampar rerumputan hijau dengan tanah yang sedikit tidak rata, banyak benjolan-benjolan kecil di tanahnya. Salah menginjak sekali saja, maka dia akan terjatuh dan ‘pastinya’ akan ditertawakan oleh kakaknya itu.
Mereka berdua duduk di pinggiran lahan kosong itu. Istirahat. Duduk bersebelahan menatap pemukiman dari atas. Lengang sejenak. Angin sepoi mengisi keheningan, aktivitas warga desa terdengar hingar bingar. Belalang berlompatan kesana kemari, hinggap dari satu daun kedaun lain, bahkan sesekali hinggap di kepala mereka berdua. Mereka hanya diam, tidak peduli.
“Kak ...,” ucap Arthur. Memecahkan keheningan. Wajahnya kotor bekas pertarungan tadi “Apakah iblis itu benar-benar ada?” Arthur merebahkan badan di hamparan rumput. Menatap langit.
Demian mengernyitkan dahi. Jarang sekali adiknya itu bertanya, apalagi mengenai hal itu.
“Aku hanya penasaran dengan mereka ..., apakah semuanya yang bernama iblis itu jahat? Adakah iblis yang baik, yang menegakkan keadilan, membantu manusia ....”
Demian menghela nafas. Lantas tersenyum, pertanyaan aneh macam apa ini? Iblis baik hati? Demian tertawa dalam hati. Memaklumi adiknya itu, yang masih polos. Umurnya baru menginjak usia enam belas tahun.
“Kau akan tahu tentang Iblis saat waktunya telah tiba, dik.” Demian menatap adiknya.
“Bisakah kau terus terang kepadaku sekarang Demian! Aku muak sekali saat kau terus-terusan berkata begitu saat aku bertanya. Apa kau sebenarnya tidak tahu jawabannya saat aku bertanya?”
Demian menyeringai.
“Aku memang tidak tahu jawabannya.”