“Apa tujuanmu mencuri dasar anak sialan!” Seorang pria paruh baya membentak seorang anak muda di hadapannya. Anak muda itu dalam keadaan terduduk di kursi, kedua tangannya terikat kencang. Terdapat beberapa lebam di wajahnya. Tertunduk dengan darah segar yang terus menetes dari mata dan mulutnya.
“APA KAU TIDAK BISA MENDENGARKU HEY!” Pria paruh baya itu membentak. Mencengkram kedua pipi anak muda itu. Menggeram. Menatap matanya tajam. “Sepertinya kau benar-benar tuli.” Pria menghempaskan tangannya. Mengambil tongkat kayu yang tersandar di tembok.
BUK!
BRAK!
Tongkat kayu terus diayunkan. Menghantam telak kepala anak muda itu. Berkali-kali sampai darah terciprat kemana-mana. Tongkat kayu telah penuh dengan darah. Lantai penuh dengan cipratannya. Seketika rumah kayu sederhana itu terlihat seperti ruang penyiksaan.
Anak muda itu terbatuk. Wajahnya telah penuh dengan darah yang terus mengalir dari kepalanya. Tetap tertunduk, menatap lantai kayu yang kini dipenuhi oleh darahnya sendiri.
Anak muda itu bernama Rudolf Zubami. Lahir dari keluarga termiskin di desa Sasthree, salah satu daerah kekuasaan Blaise Empire. Rumah yang kini di tinggali oleh Rudolf dan keluarganya adalah rumah yang sangat tidak layak untuk ditempati. Rumah gubuk reyot yang dindingnya telah dikuasai oleh kawanan rayap. Gubuk tanpa pintu yang terletak di pinggiran desa Sasthree.
Keseharian ayahnya hanya mencari kayu bakar untuk di jual di desa dengan harga yang terbilang sangat murah. Terkadang ayahnya hanya pulang dengan tangan kosong tanpa membawa sepeser pun uang. Dan itu sangat tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarganya.
Bahkan akhir-akhir ini, ibunya jatuh sakit. Terbaring lemas di atas papan kayu. Tanpa ada yang mengetahui apa sebenarnya penyakit yang diderita oleh ibunya.
Keadaan itu membuat Rudolf dan keluarganya semakin sulit. Seluruh uang yang didapatkan ayahnya selalu habis untuk membeli obat untuk ibunya.
Beberapa hari tanpa adanya secuil makanan. Membuat Rudolf nekat mencuri makanan di salah satu rumah.
“Mm ..., maaf tuan.” Rudolf akhirnya bicara. Dengan terbata-bata ia tetap melanjutkan perkataannya, “aku ..., aku sangat kelaparan. Aku membutuhkan makanan untuk keluargaku.”
Pria mendekat. Menjambak rambut anak muda itu.
“Hey, anak haram! Kau pikir aku peduli dengan alasan konyolmu itu? aku tidak peduli dengan keluarga mu itu. mereka hanya orang rendahan. Sampah masyarakat. bahkan seluruh warga di desa ini berharap mereka pergi dari sini. Menyusahkan.”
Rudolf hanya terdiam. Tatapannya mulai kosong.
Pria itu menghempaskan tangannya lagi. Melangkah menuju kursi kayu yang telah rapuh.
“Mungkin sebaiknya aku membunuh mu saja. Tidak akan ada yang peduli dengan kematian mu. Dasar sampah masyarakat.” Kursi kayu itu terangkat. Mengayun ke samping. Menghantam tubuh Rudolf.
BRAKK!