Agak sulit menulis buku seperti ini. Pasalnya, karena ia terbit di tengah suasana berlangsungnya pemilu di DKI Jakarta, tempat Anies Baswedan dan Sandiaga Uno menjadi satu di antara tiga pasang calon gubernur dan wakil gubernur.
Harus diakui bahwa kesulitan penulisan juga muncul dari “tantangan” publik yang beragam, bahkan juga dari mereka yang “dekat” dengan Anies atau pun Sandiaga Uno. Beberapa pihak yang saya tahu selama ini “pro” Anies dan atau Sandiaga pun sempat enggan dimintai pendapat. “Jika saya menunjukkan pendapat yang ‘pro’ kepada Anies, orang akan menganggap sikap saya itu tidak objektif karena saya teman Anies, sebaliknya, tetapi kalau saya mengkritiknya, saya khawatir kritik itu disalahgunakan oleh pihak tertentu untuk memukul Anies dan Sandi, pasangannya,” kata seorang tokoh nasional yang saya tahu sejak lama dekat dengan Anies.
Namun, itulah tantangan, yang harus kita ubah menjadi peluang. Meski muncul pada saat ramainya polemik dan berlangsungnya kampanye menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur DKI Jakarta (Februari 2017), sebenarnya buku ini hanya ingin memberikan “potret kecil” gambaran kehidupan Anies, agar kita bisa memetik inspirasi dari perjalanan hidupnya mendaki tangga kesuksesan, sejak dia kecil sampai menjadi rektor Universitas Paramadina, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, hingga saat dia ikut menjadi calon gubernur di Pilkada DKI.