Terpaksa. Malam itu, Anila harus makan dua kali. Walaupun, perutnya benar-benar menolak. Tetap saja dia harus makan.
Akibatnya, selama 12 tahun dia bersekolah. Baru pagi kali ini Anila mencetak rekor pertamanya terlambat datang ke sekolah.
"Hey, Anila kok bisa terlambat, biasanya kan jam enam-an udah minta dibuka,–" tanya Pak Wandi, "–apa semalam kamu harus lembur juga keliling sekolahan gantiin bapak buat jaga? Hahaha," goda Pak Wandi terpaksa membuka ulang gerbang.
Anila terburu-buru, ia hanya menanggapinya dengan mencibil, cemberut. Lantas berlari menuju kelas.
* * 彡* *
Hari ini diadakan ulangan harian. Anila yang menduduki absen termasuk abjad atas, membuatnya pindah menjadi barisan bangku paling depan. Kemarin lusa, Bu Guru meminta agar duduknya disusun menurut absen.
Hari-hari Anila kini tampak sangat berat serta sulit tanpa kehadiran Gata.
Jam istirahat tiba, Anila berusaha menyibukkan dirinya dengan membaca buku, sebelum diadakan ulangan kedua setelah jam istirahat nanti.
Tiba-tiba Maya, salah satu anggota Geng Erika datang dan bertanya,
"Lagi baca buku apa sih?"
Anila merasa ragu, bahwa Maya menanyainya dengan tulus. Seperti biasanya, Anila tidak terlalu menghiraukan teman-teman Erika.
"Iya," jawabnya tidak nyambung dan singkat.
"Buku pelajaran buat nanti?" tanyanya lagi.
Anila tetap diam tak hirau.
"Loh, coba aku lihat." Maya maju mendekati Anila.
Anila hanya tetap diam baca buku.
Bukannya berpindah dari meja depan dan membacanya dari samping, Maya justru malah mendorong meja itu ke tubuh Anila.
Di belakang meja telah tersusun rapi, ada kursi di sela-sela meja yang tidak bisa lagi dimundurkan.
Meja itu mendongak terangkat ke atas. Sedari tadi Anila hanya menerima dan diam saja. Namun, lama-kelamaan Maya tidak berperasaan mendorong meja itu hingga perut Anila terasa sakit.
"Au... Sakit May," rintih Anila.
"Mana tadi bacaan yang katamu buat pelajaran nanti... Aku mau lihat, " ujar Maya pura-pura tidak mendengarkan Anila.
"May, sakit, May.... " Anila mendesis kesakitan. Berusaha mengalihkan meja dari perutnya.
"Oh kurang maju ya, yang mana tadi? Yang mana?" Maya justru malah semakin mendorong meja itu maju. Semakin keras.
"Au... Au..."
Mejanya semakin menghimpit antara perut dan kursi yang Anila duduki.
"AKU BILANG SAKIT MAYA!"
Erika dan teman-temannya datang melihat Anila terhimpit kursi.
Maya tertawa lebih dulu, merasa senang menyaksikan Anila kesakitan. Diikuti tawa bangga oleh Erika dan kedua temannya.