ANILA - Kutukan Angin

Asya Ns
Chapter #21

Eps 21. Sebenarnya?

"Aku manusia biasa. Apa yang kau tanyakan ini? Ada apa? Apa ada masalah? E-e... Ini sudah malam, mari kita pulang saja." Anila berdiri, niat hatinya hendak menjauhi pria di depannya itu. Dia lupa sekarang berada di mana.

Kincir angin kembali naik ke atas.

Gerakan kasar peralihan posisinya membuat tumpuan berdiri Anila rubuh.

Tubuh Anila terdorong ke arah Aldrich duduk. Tangannya berusaha menopang wajahnya agar tidak menyatu dengan wajah Aldrich.

Matanya tidak bisa mengelak, bola mata mereka saling menatap tajam satu sama lain. Hanya saja, ketajaman mata Anila tampak sangat khawatir.

Aldrich seperti menyihir Anila,

"Apa 3A itu?" Anila lantas tersadar, terburu-buru untuk membenahi posisinya, kembali duduk.

"Ba-gai mana kau bisa tahu tentang itu?" Anila menggigiti bibir, ketakutan.

"Apa yang diinginkan Aldrich? Siapa dia? Bukankah dia orang yang baik?" Beribu pertanyaan menyelimuti wajah cemas Anila.

Aldrich mengeluarkan benda kotak dari saku jas dalamnya. Benda itu sangat Anila kenali.

"BUKU DIARY-KU!" seru Anila, kaget.

Aldrich menjauhkan buku itu saat Anila berusaha merebutnya.

"Tidak ada yang perlu kau sembunyikan lagi dariku, aku sudah mengintaimu sejak hari itu."

Ya, hari kala Aldrich terluka saat terjatuh dan Anila menyembuhkan lukanya dengan cepat. Saat itulah pertama kali Aldrich menyadarinya.

"Ya, aku pikir awalnya mungkin hari itu hanya kebetulan. Tapi? Bagaimana saat aku terjatuh juga dalam pertandingan basket kemarin? Aku mengajakmu ke luar lapangan sekolah? Di sana kau memintaku memejamkan mata dan bagaimana? Sangat mustahil! Saat aku merasakan ada sentuhan menyentuh bahuku dan tiba-tiba rasa sakit itu hilang?"

"Tapi itu–"

"Tidak hanya itu, kau tidak bisa mengelak sekarang. Tadi pagi, saat aku meninggalkanmu di jalan sendirian, kau berjalan kaki. Aku yakin, kau tidak benar-benar berjalan kaki. Sebab saat aku memutar arah motorku aku masih melihatmu di belakangku. Kau berlari, dan tiba-tiba? Bagaimana kau bisa sampai di sekolahan lebih cepat dari motorku saat kau jalan kaki? Jelas ini tidak masuk akal jika dilakukan oleh orang normal! Jika kau beralasan naik bus atau ditumpangi seseorang. Tetap saja. Seharusnya kau sampai setelah aku. Bukan, sebelum aku!" 

Anila tidak tahu harus menjawab apa sekarang, dirinya terdesak. Benar-benar terdesak. Apa jika ia menceritakan segalanya, Aldrich masih tetap mempercayainya? Pikirannya berkecamuk tidak tahu arah, bahkan otak cerdasnya tidak dapat berpikir jernih.

"Kau tidak dapat pergi sekarang! Kau dan aku! Hanya tersisa kita berdua di atas kincir angin, ini. Jika kau memaksa pergi pun akan percuma. Kau tidak akan berlari, terjun dari sini, bukan?" desak Aldrich.

"Mengapa kau ingin mengetahui semua itu dariku?"

Mesin kincir angin itu rusak, kecepatannya bertambah, semakin lama kecepatannya makin tidak terkendali.

Mereka terombang-ambing seperti di dalam sebuah perahu yang diterjang badai dahsyat.

Beberapa kali kepala Anila hendak terbentur oleh dinding sekitarnya, Aldrich tidak dapat berpindah duduk untuk melindunginya. Itu akan membuat kincir angin tidak seimbang.

Aldrich menarik tangan Anila ke bawah. Aldrich telah siaga duduk sila di tengah, memegangi tangan Anila erat yang di tariknya untuk duduk dihadapannya.

Ruangan kecil itu masih terus berguncang. Tepat waktu kincir berhenti di bagian paling atas. Mereka sungguh dekat, hingga, lutut Anila terletak di atas Paha Aldrich.

Orang-orang di bawah banyak yang berteriak heboh, khawatir. Banyak keluarga mereka yang ikut naik kincir angin juga. Petugas sedang berusaha keras untuk membenahi mesinnya yang konslet.

Anila dan Aldrich tidak punya waktu untuk berteriak ketakutan. Mereka justru lebih takut menghadapi kebenaran yang sebenarnya saling disembunyikan.

Aldrich meletakkan tangannya di kursi belakang Anila duduk. Tangannya difungsikan sebagai perisai agar Anila tidak terambing dan terbentur sesuatu.

"Katakan!" kata Aldrich lembut, yang napasnya pun, bahkan, Anila dapat rasakan, sangking dekatnya mereka berhadapan.

Anila memberanikan diri, "Kau dulu yang katakan, mengapa kau ingin tahu tentang diriku? Dan bagaimana buku itu dapat berada di tanganmu?" sergahnya.

Anila tidak mungkin membiarkan Aldrich melakukan perlindungan itu sendirian, dia juga dapat terbentur kursi, jika kincir itu bergerak tiba-tiba, nanti.

Perasaannya tidak pernah salah. Hanya saja Anila tidak pernah tahu bahwa ia memiliki kekuatan merasakan dan bagaimana cara mengunakannya.

Duggh!

Benar, kepala Aldrich terbentur keras ke kursi yang di belakangnya. Kincir angin itu kembali berputar turun.

Anila segera mengambil buku diary-nya, menyimpannya. Ia akan berusaha mencari pertolongan untuk membawa pulang Aldrich.

Lihat selengkapnya