ANILA - Kutukan Angin

Asya Ns
Chapter #22

Eps 22. Kakak Beradik

"Baiklah, Pak saya akan segera menyelesaikan ceritanya minggu ini."

"Iya, Pak, segera saya tamatkan. Terima kasih, bapak... Iya."

Terdengar sebuah percakapan telepon pagi itu. 

"Apanya, Kak, yang mau kita diakhiri?" Ayar bertanya pada kakaknya, Anala. Yang baru saja menutup teleponnya.

"Udah diem! Anak kecil ga usah kepo!"

Ayar memanyunkan bibirnya, terlihat oleh Anila yang baru saja keluar dari kamarnya, melihat pintu kamar kakaknya yang terbuka, dan mendengar percakapan yang terjadi. Menyebalkan. Moodnya selalu lebih mudah rusak saat di rumah.

Meja makan telah siap. Ibunya kembali datang untuk membawa sajian terakhir.

"Kamu hari ini yang antar Ayar, Nay. Gue ada urusan, pulangnya paling nanti malam atau pagi," ucap Anala.

"Mau kemana, Nal?" sahut Ibunya, bertanya.

"Mau jemput bos, Bu. Di bandara, barusan pulang dari luar kota. Kaya gitu aja ya... katanya cuma pengen di jemput aku, iih..." jawab Anala dengan nada bicaranya yang khas menyebalkan.

"Tapi, Kak. Anila saja-kan kalau berangkat sekolah jalan kaki, masak nganterin Ayar jalan kaki juga?" Anila mengerutkan dahinya.

"Lho, apa kamu kalau berangkat sekolah jalan kaki, Ani? Bukannya ibu udah ngasih kamu uang buat naik kendaraan umum?" seloroh Ibunya, terkejut dengan pernyataan Anila.

"Hehe... Ya kan, uang transportasinya bisa ditabung buat bayar keperluan sekolah, Ibu, hehe..." jawab Anila cengengesan. 

Yang di dalam hatinya berkata, "Akukan berangkat sekolahnya cuma lari, kecepatannya bisa lebih cepat dari kendaraan umum, malah."

Sejak Anala sekarang memiliki banyak kesibukan di luar kota. Motor yang biasa Anila pakai sekolah sering dipakai Aala, akibatnya, dia yang harus mengalah dan naik kendaraan umum.

"Sekarang, kamu bisa gunakan uang itu untuk anterin adikmu sekolah," ucap Ibunya lagi.

Ayar berjingkrak riang. "Yee.. dianterin kak Anila, Yes! Yes!"

"Akhirnya, setelah sekian lama.... Ga dianterin kak Anala lagi." Ayar menghela napas lega.

"Bodo amat! Besok-besok jalan kaki ajalah kamu! Udah dianterin ga tau diri pula!" Anala mendesis, geram.

Suasana ruang makan jadi saling sungut.

Kemudian, Anila berangkat sekolah sembari mengantar Ayar, melaju dengan kendaraan umum ke arah kanan rumah.

Diwaktu yang sama, datang sebuah motor ninja berwarna merah mendatangi halaman rumah Anila dari arah kiri.

Motor itu berhenti. Tampak seorang remaja pria mengenakan jaket hitam turun dan dan tidak melepaskan helmnya.

"Dia baru saja berangkat, naik kendaraan umum, dengan Ayar," ungkap Anala kepada pria tersebut.

"Ayah menunggumu di bandara kota. Dia akan pulang hari ini," ucap pria berhelm yang tingginya sekitar lebih 10cm dari Anila.

"Iya, aku akan menjemputnya. Apa yang kau dapat?" Anala tampak sangat penasaran.

"Tidak ada! Adikmu itu, tidak sebodoh yang kau kira,"

"Siapa bilang dia bodoh?! Ku pukul kepala kau nanti! Jangan ucapkan itu?! Aku tidak pernah ya, bilang dia bodoh. Dia adalah gadis tercerdas yang pernah aku kenal. 80 persen karakter protagonisku saja terinspirasi dari dia," atur Anala bersungut-sungut.

"Dia sudah mengambil bukunya kembali, secara paksa. Yang kutahu, yang jelas. Adikmu itu bukan orang biasa seperti sebelumnya. Ada sesuatu,"

"Apa!" Anala mulai sangat mendesak, ingin segera tahu.

Pria berjaket hitam itu segera naik kembali ke atas motornya.

"Kuberi tahu, lain kali, setelah aku mengetahuinya secara rinci."

"Heh brandal! Segera!" teriak Anala oleh laju motor pria remaja itu.

"Jangan katakan itu. Ayahku masih bosmu!"

"SIAL!" umpat Anala, menutup pintu, lantas masuk ke rumah.

 彡

Anila menghentikan langkahnya oleh panggilan Ayar yang urung masuk ke sekolah.

"Ada apa, Ayar sayang?"

"Kak,"

"Iya, kenapa?"

"Kakak ga ingat?" suara Ayar terdengar memohon, melucu.

"Ingat apa, sih, eum...?" Anila berpikir.

"Ih kakak mah! 3 hari lagi kan Ayar ulang tahun... iiih!!"

"Oiya, Ya Allah! Kakak lupa... Masih tiga hari lagi, juga."

"Tiga hari itu cepet kak. Kakak pokoknya harus ngasih Ayar kado terspesial seumur hidup. Titik," tangkas Anila.

"Spesial? Apaan, Ayar? Kakak ga ngerti...."

"Ayar gamau tahu. Pokoknya kakak harus kasih. Ingat 3 hari lagi... Da-da kakak..." teriak Ayar, melambai berlari kecil memasuki sekolah.

Anila hanya mendengus, berpikir apa yang harus dia berikan? Walaupun masih 3 hari, itu akan memberinya waktu untuk mempersiapkan kado, untung Ayar mengingatkannya. Apa yang harus ia berikan supaya kadonya dapat menjadi yang terspesial dan tidak akan Ayar lupakan seumur hidup?

Aldrich membayangkan kembali adegan saat Anila menyembuhkan bahunya—terluka, jatuh bermain basket waktu itu.

Aldrich menatap Anila lembut, mengusap tangannya, yang selekas itu juga rasa sakitnya hilang.

Dia benar-benar tidak menyangka. Dirinya sangat ingin bertanya. Namun, tidak bisa. Hanya tatapannya yang terpaku dan rasa penasaran yang semakin menggebu-gebu.

"Hey! Ayok! Kita hari ini tanding semi final, kita selesaikan pertandingan ini, dan segera pulang bawa kebanggaan! Gass!" Teman Aldrich membangkitkan badannya, berusaha mengalihkan pikirannya dari bayangan wajah gadis cantik bernama Anila itu.

Beberapa jam kemudian.

Team basket Aldrich berseru girang.

"HOREE KITA MENANG!"

Semua anggota team, saling berpelukan girang, meloncat-loncat.

Setelah suasana menenang.

Lihat selengkapnya