Anima Terrae

Novian
Chapter #6

Basement

Basement itu luas dan dingin, dengan lorong-lorong panjang dan gelap yang bercabang-cabang seperti labirin. Dinding-dindingnya lembab dan berlumut, dan udara di dalamnya berbau seperti obat-obatan dan daging busuk.

Di sepanjang lorong, Arya melihat pintu-pintu baja berat dengan jendela-jendela kecil. Di balik setiap pintu, Arya bisa mendengar suara-suara yang mengerikan — erangan kesakitan, tangisan putus asa, bahkan tawa maniak yang membuat bulu kuduknya berdiri.

"Bayu..." Arya memanggil pelan sambil memeriksa setiap pintu melalui jendela kecil yang ada. Dia berharap menemukan sahabatnya masih hidup, tetapi dia juga takut dengan apa yang mungkin dia temukan.

Di ujung lorong, sebuah pintu baja besar menarik perhatiannya. Tidak seperti pintu-pintu lain, pintu ini dijaga oleh sistem keamanan elektronik yang canggih, dengan kamera pengawas, sensor gerak, dan keypad numerik.

Arya menduga ini adalah tempat yang paling penting dan paling rahasia di basement ini. Dengan menggunakan perangkat pembobol elektronik yang dia bawa, Arya mencoba menonaktifkan sistem keamanan pintu tersebut.

Setelah beberapa menit yang menegangkan, pintu terbuka dengan suara desisan, dan Arya melangkah masuk ke ruangan yang tampak seperti laboratorium canggih. Ruangan itu terang benderang, bersih, dan steril, sangat kontras dengan lorong-lorong gelap dan kotor di luar. Peralatan medis canggih memenuhi ruangan, dengan tabung-tabung kaca, mesin-mesin aneh, dan monitor-monitor yang menampilkan grafik-grafik dan angka-angka yang tidak dia pahami.

Di tengah ruangan, sebuah tabung kaca besar berisi cairan hijau kebiruan yang bersinar aneh menampung sosok yang dia kenali sebagai Bayu — atau apa yang tersisa darinya.

Tubuh Bayu telah berubah drastis dan mengerikan. Kulitnya transparan dan mengkilap, menampakkan organ-organ dalam dan struktur tulang yang telah berubah menjadi sesuatu yang tidak alami. Beberapa bagian tubuhnya telah diganti dengan implan mekanis yang aneh, seperti kabel-kabel dan logam yang menyatu dengan dagingnya. Sementara yang lain tampak seperti tentakel atau struktur tulang tambahan yang tumbuh di tempat-tempat yang tidak seharusnya, bergerak-gerak sendiri dengan gerakan yang tidak wajar. Namun, wajahnya — meski berubah dan mengerikan — masih bisa dikenali sebagai Bayu. Mata Bayu adalah satu-satunya bagian yang masih tampak manusiawi.

"Bayu..." Arya mendekat ke tabung kaca itu dengan hati-hati, menyentuh permukaan kacanya dengan tangan gemetar.

"Ya Tuhan... Apa yang mereka lakukan padamu?"

Mata Bayu — satu-satunya bagian yang masih hidup dan manusiawi — terbuka perlahan, menatap Arya dengan tatapan sedih dan putus asa. Mulutnya tidak bergerak, tetapi Arya bisa mendengar suaranya di kepalanya, lemah dan terputus-putus.

"Arya... Kau datang..."

"Aku akan mengeluarkanmu dari sini," Arya mulai mencari cara untuk membuka tabung kaca itu, memeriksa panel-panel kontrol di sekitarnya.

"Jangan! Ini... Jebakan. Mereka menggunakanku... Untuk memancingmu. Lari selagi kau bisa."

Sebelum Arya sempat mencerna peringatan Bayu, pintu laboratorium terbuka dengan suara berisik, dan beberapa pria berseragam hitam dengan senjata otomatis teracung masuk dengan sikap mengancam.

Di belakang mereka, muncul sosok yang dia kenali sebagai Profesor Hadiwijaya — seorang pria paruh baya dengan rambut putih rapi dan kacamata bulat, tampak seperti ilmuwan biasa kecuali senyum dingin dan puas di wajahnya.

"Tuan Arya, akhirnya kita bertemu lagi," kata Profesor Hadiwijaya, bertepuk tangan pelan dengan nada mengejek.

"Saya harus berterima kasih pada Tuan Bayu yang telah bersedia membantu kami memancing Anda kemari. Dia adalah umpan yang sangat baik."

Arya menggenggam pistolnya erat, siap menembak dan bertarung lagi. Tapi dia tahu dia tidak bisa menang melawan orang sebanyak ini.

"Jangan repot-repot," kata Profesor Hadiwijaya sambil menunjuk ke atas dengan senyum mengejek.

Arya mendongak dan melihat puluhan moncong senjata otomatis yang muncul dari lubang-lubang tersembunyi di langit-langit, semua terarah padanya. Ruangan itu telah berubah menjadi jebakan mematikan.

"Kami ingin Anda hidup-hidup, Tuan Arya, untuk penelitian lebih lanjut. Tapi kami tidak keberatan jika Anda sedikit... Rusak dalam prosesnya."

"Apa yang sebenarnya kalian inginkan?" tanya Arya, matanya mencari jalan keluar dari situasi yang mustahil ini. Dia merasa seperti seekor tikus yang terperangkap dalam labirin.

"Seperti yang saya katakan dulu, kami menciptakan evolusi manusia berikutnya. Tapi Anda, Tuan Arya, adalah anomali yang menarik bagi kami."

Profesor menunjuk ke arah monitor besar di dinding yang menampilkan hasil pemindaian tubuh Arya secara detail.

"Parasit di dalam tubuh Anda beradaptasi dengan cara yang tidak pernah kami lihat sebelumnya. Anda mempertahankan kemanusiaan Anda, sementara mendapatkan semua keuntungan, regenerasi cepat, kekuatan fisik yang meningkat, bahkan kemampuan telepati yang mulai berkembang. Anda adalah keberhasilan yang tidak kami antisipasi. Anda adalah yang terkuat dari semua inang kami."

Lihat selengkapnya