Anima Terrae

Novian
Chapter #7

Trinitas

Sebulan kemudian, setelah sukses membongkar tiga fasilitas Serambi Nusantara lainnya dan mengungkap keterlibatan beberapa pejabat tinggi pemerintah dan korporat, Arya berdiri di balkon apartemen barunya di Yogyakarta, memandangi Gunung Merapi yang menjulang tinggi di kejauhan. Kota itu tampak tenang dan damai, tetapi ketenangan ini hanya sementara.

Profesor Hadiwijaya kini menjadi tahanan rumah tidak resminya. Dia dipaksa untuk bekerja sama dengan Arya, menggunakan pengetahuannya untuk memahami parasit dalam tubuh Arya dan menemukan cara untuk mengendalikannya. Pria itu telah kehilangan semua kekuasaannya, dan sekarang dia hanya tinggal menunggu nasibnya.

"Kita bisa mengakhiri ini semua," ucap Profesor, menatap Arya dengan tatapan lelah dan putus asa.

"Para petinggi organisasi telah setuju untuk bernegosiasi. Mereka bersedia memberikan apa pun yang kau inginkan, asalkan kau berhenti."

Arya tersenyum tipis, membalikkan tubuhnya dari pemandangan gunung. Mata kirinya kini sepenuhnya merah, bersinar dengan cahaya yang aneh dan menakutkan. Urat-urat hitam di lehernya semakin terlihat jelas, berdenyut-denyut seperti denyut jantung kedua. Dia tidak lagi menyembunyikan perubahan dalam dirinya. Dia menerimanya sebagai bagian dari dirinya.

"Kau tahu apa yang lucu, Profesor?" tanya Arya dengan suara yang entah bagaimana terdengar seperti gabungan suaranya dan suara Bayu, menciptakan efek yang mengerikan.

"Kupikir aku melawan parasit ini untuk waktu yang lama, mencoba untuk memusnahkannya dan mengendalikan tubuhku. Tapi kemudian aku menyadari—aku tidak melawannya sendirian."

Profesor mengernyitkan dahi, tidak mengerti apa yang Arya bicarakan.

"Apa maksudmu? Kau sendirian. Bayu sudah mati."

Arya membuka telapak tangannya dan mengulurkannya ke arah Profesor. Di telapak tangannya, terukir simbol aneh yang bersinar redup, seperti tato hidup yang bergerak-gerak di bawah kulitnya. Simbol itu seperti perpaduan antara DNA manusia dan sesuatu yang bukan dari bumi ini.

"Bayu masih hidup dalam parasit ini. Dia melindungiku, membimbingku, memberi kekuatan. Kami sekarang adalah satu."

Profesor menggelengkan kepalanya dengan tidak percaya.

Lihat selengkapnya