ANJANI

Nuning Soedibjo
Chapter #9

CHAPTER 9 : SEGI EMPAT

“Hei, Is, semalam kamu ngapain saja?” Rena menghampiri meja kerja Ismanto.

“Memang kenapa, Rena?” Ismanto balik bertanya.

“Hari ini, tumben kamu minum kopi tiga cangkir. Setahuku kamu hanya minum sekali sehari. Ada apa semalam?” Rena penasaran dan bertanya lagi, “Bahkan kamu terlihat senang sekali hari ini. Tidak seperti biasanya!”

“Hah?” Ismanto berkelit. Dia segera menatap layar komputernya, alih-alih memandang Rena. “Tidak ada apa-apa.”

Rena semakin penasaran melihat perubahan tingkah laku Ismanto yang mendadak. Sudah sebulan mereka tidak bertemu sama sekali sepulang kerja. Selalu saja Ismanto mengatakan ada urusan pribadi setiapkali Rena mengajak pulang bareng setelah kerja.

Rena bertanya lagi,

“Apa kamu bertemu dengan wanita baru lagi?”

Ismanto tersenyum.

Sekilas Anjani ada di benaknya tetapi segera disingkirkannya jauh-jauh.

“Kenapa, Rena? Bicaramu seolah-olah aku pacarmu, padahal bukan.”

Rena memberengut. “Tapi kamu kan memang pacarku!”

Ismanto tertawa dan menggosok kepala Rena berulangkali. “Jangan bercanda ah, Rena!”

Rena tersenyum dan kembali ke meja kerjanya.

Dia bersungut-sungut lagi. Pikirnya,

Is, masa sih kamu tidak sadar kalau aku benar-benar sangat menyukaimu? Seisi kantor bahkan mengira kita berdua berpacaran diam-diam selama ini, saking seringnya kita selalu berdua ke mana-mana.

Rena mengawasi Ismanto yang sesekali menguap dari kejauhan. Dia berpikir,

Aku penasaran, wanita mana yang berhasil mencuri hatinya? Aku harus berhasil mendapatkan perhatiannya! Apa yang harus kulakukan?

Rena berpikir keras. Sejenak wajahnya menjadi cerah dan dia menepuk tangan.

Rena menelepon Ismanto. “Ayo kita makan siang nanti, yuk!”

“Pesan makanan online saja. Aku sedang tak ingin makan di tempat,” kilah Ismanto dari seberang.

“Oke,” jawab Rena.

Rena memberengut. Kedua tangannya dilipat ke dadanya, dia mencari akal lain lagi. Dia menjentikkan jempolnya, berbareng itu wajahnya cerah lagi.

Ismanto sedang konsentrasi mengerjakan laporan audit ketika terdengar dering ponselnya. Ismanto melihat panggilan telepon itu. Dari Rena. Segera dijawabnya,

“Is, keluar sebentar. Temui aku di tangga darurat luar.”

Ismanto heran, “Apa?”

Terdengar suara telepon ditutup oleh Rena.

Ismanto mengawasi meja Rena dari kejauhan. Kosong. Tak ada siapa pun. Ismanto bangkit dari kursinya.

“Ada apa sih, Rena?” tanya Ismanto, begitu membuka pintu darurat ke arah luar.

Rena pura-pura terpleset hingga terjatuh. Ismanto menangkap tangannya dan punggungnya dengan gesit, sehingga mau tidak mau wajah Ismanto dan Rena saling berhadapan.

Dengan cepat, Rena pura-pura tak sengaja mencium Ismanto.

Tanpa sadar, Rena sangat menikmati momen ciuman itu hingga kedua matanya terpejam. Ismanto kaget bukan main, ingin melepas bibirnya dari bibir Rena. Tapi tak bisa, karena Rena masih mengunci bibir laki-laki itu.

Terdengar suara tawa wanita.

Ismanto kaget dan refleks menjatuhkan badan Rena. Kali ini Rena benar-benar mau terjatuh ke bawah tangga, namun Ismanto berhasil menangkap tangannya dengan cepat.

Ismanto melihat ke atas tangga. Dilihatnya Anjani. Hantu wanita itu tertawa jahil.

“Aku kira kamu ada suatu perlu dengannya di tangga darurat ini, tahu-tahu kalian sudah berciuman diam-diam.”

“Tidak!” tangkis Ismanto dengan kesal sekaligus panik. Dia tak ingin Anjani salah paham.

“Heh? Kamu bicara dengan siapa, Is?” Rena bertanya dengan heran, dia melihat ke atas tangga.

Tak ada siapa-siapa di sana.

Ismanto tersadar, dia menoleh ke Rena dan berkata,

“Tidak apa-apa. Aku hanya berseru sendiri.”

Rena memegang kedua pipinya dan tersipu. Dengan licik dia berkata,

“Is, apakah kamu sebenarnya menyukaiku? Aku tak bisa melupakan momen ciuman barusan. Aku juga menyukaimu! Mulai sekarang, kita resmi berpacaran, ya! Aku akan memberitahu seisi kantor! Aku sangat senang!”

Dengan cekatan, Rena masuk ke dalam dan meninggalkan Ismanto yang panik sekaligus kesal.

Ismanto berlari menyusul Rena ke dalam dan menangkap tangan wanita itu.

“Apa-apaan maksudmu hari ini, Rena? Aku tak menciummu! Kamu yang menciumku!” teriak Ismanto dengan kesal.

Saking jengkelnya, dia tak sadar telah membuat perhatian beberapa orang teralihkan kepadanya dan Rena.

Rena tersenyum licik dan berpura-pura menangis. Katanya dengan keras,

“Kamu jahat, Is! Begitukah caramu memperlakukanku di depan semua orang? Mengapa kamu begitu malu kita sudah berciuman? Kita kan memang sudah pacaran!”

Ismanto tak bisa berkata apa-apa saking kesalnya. Dia benar-benar tak menyangka Rena dapat berlaku seperti itu kepadanya.

“Apa perlu aku hajar dia?” Anjani melipat kedua tangannya ke dadanya. Dia melihat Rena dengan jelas. Dia berada di samping Ismanto.

“Jangan,” Ismanto berbisik.

Rena yang mendengarnya, menjadi bingung. Tapi dia segera mengabaikannya.

“Is, kamu tidak mau kantor kita jadi geger ya?” Rena tersenyum licin dan berkata, “Tidak akan jadi masalah untuk kantor, jika kamu mau pacaran denganku.”

Ismanto masih tak habis pikir.

“Rena, ada apa denganmu? Kamu ini sahabatku atau bukan? Mengapa tiba-tiba menyebalkan begini?”

Rena tersenyum jahat. “Karena aku menyukaimu, Is! Aku ingin kamu menyukaiku! Tapi kamu tidak pernah memberiku kesempatan!”

Ismanto mengusap kepalanya dengan kedua tangannya, dia sangat kesal.

“Oke, kamu ingin aku melakukan apa padamu?”

“Makan malam. Sabtu ini,” Rena menyengir.

“Oke, Rena, dimana?” Ismanto mengangguk.

“Aku ingin di Hause Rooftop,” jawab Rena tersenyum licin.

Ismanto memicingkan mata. Dia berpikir,

Sialan. Rena benar-benar ingin makan malam yang sangat romantis ya?

Hause Rooftop sudah lama dikenal sebagai restoran eksklusif yang terkenal di Jakarta, khususnya suasananya yang romantis dan asik untuk makan bareng bagi pasangan muda-mudi. Apalagi di lantai atap.

Dia melirik Anjani sejenak dan berpikir,

Biarlah jika Rena ingin di Hause. Aku akan menolaknya terang-terangan. Aku masih ingin mengenal Anjani lebih dalam lagi. Entah kenapa aku lebih tertarik kepadanya, padahal hantu.

Sesaat Ismanto tersenyum sendiri tetapi dia tak ingin Rena jadi gede rasa dan segera menyahut,

“Oke Rena, di Hause.”

Rena terlihat senang sekali. Dia memeluk Ismanto, yang segera menarik Rena mundur. Tapi Rena tak perduli lagi, karena dia sudah berhasil mendapatkan tiket makan malam romantis bersama pujaan hatinya di restoran yang sudah lama diidamkan olehnya. Rena masuk lagi ke dalam ruangan kantornya dengan gembira.

Ismanto mengedip kepada Anjani penuh arti dan menyuruhnya ke luar melalui tangga darurat.

“Anjani, aku ingin kamu menganggap percakapan tadi antara aku dan Rena tak pernah terjadi.”

Anjani mengedikkan bahu dan berkata,

“Menurutku itu bagus. Kamu bisa mencoba untuk membuka hatimu kepada perempuan lain. Atau kamu tertarik kepadaku, Is?”

Ismanto langsung tersipu-sipu dan jantungnya langsung berdegup tak karuan.

“Dunia kita kan berbeda sama sekali. Akan lebih baik jika kamu mencoba makan malam dengan Rena. Saat itu, aku takkan mengikutimu.”

Ismanto ingin sekali membantah perkataan Anjani, tetapi dia sadar jika Anjani ada benarnya.

“Apakah nanti malam kamu akan mengikutiku lagi seperti biasanya?” Ismanto bertanya kepada Anjani penuh harap.

Lihat selengkapnya