“Buset, dah.”
Haji Goni menutup hidungnya setelah memasuki kamar mandi kontrakan yang lebih mirip toilet umum. Dia berjalan sebentar ke dalam rumahnya, mengambil sikat lantai dan juga sapu lidi untuk membersihkan lantai kamar mandi yang menurutnya lebih cocok dari tempat pembuangan akhir.
Dia semakin uring-uringan karena bukan hanya satu toilet saja yang nyaris tidak pernah disiram, tapi juga dua toilet lainnya. Aroma pesing dan sisa kotoran manusia menguar, lalu mampir dan terhirup hidung Haji Goni yang mulai memerah. Sembari menyikat WC, dia melongok sebentar ke warung Haji Goni dan langsung mengacung-acungan sikat WC ke arah penyewa kamar kontrakannya yang nongkrong di warung Pak Karni.
“Heh, Tarmik, Endang. Lu pade jorok semua. Ini kamar mandi kayak Bantar Gebang, enggak pada mikir lu pade?”
“Aernya enggak ngalir, Ji.”
“Pade alesan lu semua. Besok-besok gue naikin ongkos kontrakan lu semua. Biar tahu rasa.”
“Jangan dong, Ji. Gitu doang, yaelah.”
“Mangkanya bantuin bersihin, dasar jorok lu semua.”
Dua penghuni kontrakannya akhirnya turun dari warung Pak Karni demi memastikan uang mereka tidak berpindah ke kantong Haji Goni lebih banyak. Tarmik berjalan ke toilet itu dengan susah payah menahan beban tubuhnya yang berat.
“Bikin kamar mandi jangan di luar dong, Ji. Kan dikira WC umum,” kata Tarmik yang susah payah masuk ke dalam kamar mandi.
“Kalo enggak mau, minggat aja lu pade. Banyak yang ngantri buat ngontrak di sini.”
Omongan Haji Goni membungkam mulut Tarmik dan Endang. Keduanya langsung mengambil alih dua kamar mandi yang tersisa dengan alat seadanya. Haji Goni berhenti mendumel. Sembari menyikat lantai, diam-diam dia memikirkan apa yang dikatakan Tarmik soal letak kamar mandinya. Toilet kontrakannya memang di luar kamar. Letaknya di luar rumah, persis di samping gang sempit yang saban hari keluar masuk orang. Belum lagi di pengunjung warung Pak Karni dan tukang ojek mangkal yang menganggap kamar mandi miliknya WC umum. Dan menurutnya, orang-orang yang ngontrak di rumahnya semuanya jorok semua.
“Tai siapa lagi ini??” Haji Goni memekik dan mengagetkan Tarmik dan Endang yang semakin setengah hati menyikat lantai toilet.
“Kenapa, Aji?” Endang bertanya dengan wajah tak berdosa.
“Ini siapa buang aer kagak disiram dah?”
“Bukan gua, Aji.”
“Bukan gue juga, Aji.”
“Buset dah kagak ada yang ngaku.”
Kepala Haji Goni mulai pusing Bau busuk seolah telah menghilangkan kewarasannya. Dia sadar, kalau dia tak segera membersihkan tai-tai ini, aroma tak sedap bakalan masuk lewat ventilasi kamarnya, lalu saban hari dia bakal mencium bau tai. Dumelan Haji Goni makin panjang. Tapi sayangnya ibu-ibu itu sudah tak lagi memerhatikannya. Kali ini dia mulai berpikir untuk benar-benar menaikkan harga sewa kontrakannya. Biar mampus mereka, pikir Haji Goni.