Ankle Breaker Origin

Dhimas Ardhio
Chapter #3

[Chapter 3: Excalibur]

Seorang security laki-laki membukakan gerbang teralis warna hitam, supaya sebuah truk kontainer berlogo tulisan 'Youtech' —yang tertempel pada bagian atas kaca depan, seperti yang terpasang pada sisi dinding teratas bagian depan kantor dengan ukuran lebih besar sehingga mudah terbaca dari luar area bangunan— bisa membawa muatan beratnya keluar, ketika intensitas cahaya cukup terang sedangkan bayang-bayang kendaraan besar itu —dari posisi penglihatan security— tampak pendek ke sebelah kanan menandakan waktu sedang tengah hari. Beberapa orang berstelan seragam warna biru laut terlihat ada yang keluar dan masuk ruang yang membujur panjang, sedangkan ambangnya tidak tampak berpintu tapi bertirai rumbai berbahan plastik tebal yang membuat bagian dalam ruangnya tidak bisa langsung terlihat dari luar.

Dalam ruang itu, puluhan orang banyaknya seperti diisi setengah sejumlah staf dan karyawan dari berbagai seksi kerja. Beberapa meja panjang yang terbagi dua deret diisi oleh mereka yang sedang makan siang, sementara sebagian lain teratur dalam antrean panjang sebelum mengambil peralatan makan lalu memilih menu sesuka hati. Selain nasi tersedia ayam krispi, tempe dan tahu goreng biasa, sayur jagung, itu yang Alter kumpulkan pada piringnya, melewatkan opsi ayam yang dimasak dengan sambal, ikan bakar, telur dadar, telur mata sapi, telur opor, sayur sop, tumis kangkung, sambal hijau dan sambal merah. Mengikuti orang-orang yang ada di depan jalannya, Alter mengambil satu gelas plastik untuk diisikan minuman sebanyak hampir penuh dari dalam dispenser. Jemari kiri Alter merasakan hangat ketika membawanya.

Perlu berusaha sedikit lagi, Alter harus melawan arah desakan antrean panjang mereka yang belum siap makan, sebelum piringnya terasa semakin berat mau pun suhu minuman membuat jemarinya merasakan panas yang lebih menyengat. Alter menghampiri meja yang paling terjangkau, waktunya menikmati makan siangnya yang tidak beraroma pedas sama sekali. Beberapa orang menempati kursi dan memakai meja yang sama, sebagaimana yang tidak sengaja Alter lihat tapi tidak begitu ia perhatikan karena fokusnya masih untuk makan.

"Erhm!"

Alter dengar dari hadapannya, suara dehem yang feminin, terlalu remeh jika ia pedulikan kecuali merasa disuarakan oleh seseorang yang telah dikenalnya. Tidak sedang mengunyah, juga habis menelan makan, —waktu yang tepat untuk— Alter luruskan muka kepadanya, sehingga tengah dikejutkan olehnya, lagi. Perempuan itu lekas tersenyum ketika saling menatap. Hanya sebentar, Alter lanjut makan sambil menahan senyum agar tidak lebih lebar.

"Senyum kamu mahal, ya? Aku juga enggak suka senyumku dikira gratisan," sugutnya.

"Aku enggak siap kamu bikin terkejut kedua kalinya, Trea," jawab Alter saat tidak bisa lebih lama mengekang tawa. "Enggak nyangka kita kerja di tempat yang sama."

"Tadi Eva nyerahin surat induksi calon staf EHS baru ke aku. Dia heran lihat sikap aku waktu kepo berat sama data dirinya. Alter Riggel Samodra, ternyata beneran kamu," jelas Trea.

Selain curhatannya, Alter menangkap profesi yang Trea jalankan di perusahaan, "Eva juga bilang ibu HRD lagi meeting dan dia yang wakilin interfiew. Kalau waktu itu kamu enggak ikut meeting, kira-kira apa reaksi pertama kita?"

"Waktu kamu baru datang, terus ketemu aku ...," sambung Trea.

Keduanya saling tertawa.

"Kayak gini reaksi kita," lanjut Trea.

"Apa Andreka sama yang lainnya masih ikut antrean sepanjang cacing online?" Alter ingat teman-temannya yang lain.

"Penghuni lantai dua biasanya ambil jam istirahat kedua."

"Oh, ya, Trea, aku belum kenal sama anggota ketujuh, delapan sembilan sepuluh, untuk persiapan final grup yang berat."

Lihat selengkapnya