Anna & Bara

Falcon Publishing
Chapter #3

Patah Semangat

Pukul empat, batin Bara sambil menatap jam dinding.

Jam belajar di kelas hanya sampai pukul dua, tapi Anna tidak mau memulai kegiatan peer tutor mereka sebelum pukul empat. Sudah kesekian kalinya Bara ingin bertanya kenapa harus pukul empat, tapi dia selalu urung melakukannya.

Sesuatu membuatnya enggan berinteraksi langsung dengan Anna. Grogi, barangkali. Bukan hanya sekarang, tapi sejak hampir tiga tahun lalu saat mereka masih anak baru di sekolah ini. Dan sama seperti bagaimana Anna tidak mengingat dirinya, kejadian waktu itu pun pasti sudah dilupakan.

Sambil membayangkan hal itu, Bara melihat Anna melambaikan tangan pada teman sebangkunya, Karin.

Sementara dirinya pura-pura sibuk membereskan buku di atas meja. Padahal sebenarnya dia sedang menunggu Anna memanggil setelah akhirnya hanya tersisa mereka berdua dalam ruang kelas tersebut.

Terdengar suara beberapa orang lewat di depan kelasnya.

Anna tampak menunggu sesuatu entah apa. Dia beberapa kali menoleh ke luar. Hingga suara-suara itu tidak lagi terdengar, barulah Anna mengeluarkan kembali buku-bukunya dari dalam tas.

“Ayo mulai,” kata cewek itu.

Bara mengangguk di tempatnya. Dia mengeluarkan buku latihan yang sudah mereka sepakati pada pertemuan sebelumnya. Tapi begitu menengadah, dia mendapati Anna sudah berada di hadapannya. Anna menarik kursi di samping bangku Bara hingga mereka berhadapan dan menggunakan meja yang sama.

Jarak sedekat ini membuat grogi Bara semakin menjadi-jadi. Tapi yang kelihatan tidak tenang bukan hanya dirinya.

Anna sendiri berkali-kali menoleh ke arah pintu.

“Ada yang mau datang?” tanya Bara hati-hati.

“Enggak.” Anna menjawab cepat. “Keluarin bukumu. Hari ini kita bahas soal pemantapan Matematika kemarin.” Bara hanya mengangguk. Dia mengeluarkan buku pemantapan Matematika berisi soal-soal ujian nasional dari tahun ke tahun.

“Soal ujian tahun lalu.” Anna membuka halaman demi halaman bukunya. “Nomor sepuluh sampai lima belas. Enam soal dulu kamu kerjain sendiri.”

Lagi-lagi Bara mengangguk sambil mulai membuka halaman yang dimaksud. Dari balik kacamatanya, Bara mencoba menganalisis deretan angka, huruf, bahkan setiap pilihan ganda yang dilihat dari sudut manapun tidak membantunya menjawab soal-soal itu.

Dahinya berkerut memikirkan soal-soal itu, walau matanya diam-diam melirik Anna yang mengeluarkan sebuah buku tebal lain. Bara membaca sekilas judul itu, tapi tidak tuntas karena Anna keburu memergokinya. Dia buru-buru mengalihkan pandangannya lagi kepada soal-soal di buku miliknya sendiri.

Soal-soal itu membuatnya pusing padahal waktu terus berlalu.

Sepuluh menit.

Lima belas menit.

Dua puluh menit.

“Udah soal nomor berapa?”Anna bertanya.

Bara pikir cewek itu sibuk dengan buku tebal tadi, tapi ternyata memperhatikannya juga. “Baru nomor sebelas.” “Hah, lama banget!”Anna berseru dengan raut wajah tidak percaya.“Dua puluh menit cuma bisa ngerjain dua soal, yang bener aja? Kalau gini, gimana kamu bisa lulus?”

Bara terdiam karena merasa terpojok. Apa yang dikatakan Anna memang benar, tapi perhatiannya teralih gara-gara perangai cewek itu tadi. Dia menatap Anna lekat-lekat.

Seingatnya cewek ini sosok murid teladan yang manis, yang berkali-kali tersenyum padanya.

Apalagi waktu di bus itu....

“Soal nomor sepuluhnya susah.” Dengan suara pelan, Bara menjawab.

Namun, alasan Bara itu justru membuat Anna semakin berkerut dahi. “Kalau ada soal yang susah, dilewat dulu, dong! Waktumu saat ujian nanti cuma sebentar, enggak mungkin kamu ngerjain soal yang itu aja, kan?” Lagi, Bara tercengang. Anna yang manis ini bisa membentak juga? Dirinya bertanya-tanya, tapi tidak berani melisankan.

Bara justru menunduk, mengangguk, membenarkan posisi kacamatanya,“I-iya.”

Lihat selengkapnya