Anna : Liontin Karma

Jeanaira Prinxc
Chapter #6

Rintihan Hati Yang Terluka #6

Anna memandang keluar jendela, tatapan matanya kosong, terhanyut dalam memori yang menyakitkan. Udara sore yang biasanya menenangkan, kini terasa menyengat bagai pisau menusuk hatinya yang masih terluka.


"Udah Ann, gak usah pikirin dia. Harusnya dia tau diri. Dia gak bisa hargai kamu apa, yang udah pindah-"


Anna segera mencubit tangan Maaya yang hampir keceplosan.


"U-udah gak usah bahas dia lagi," ucap Maaya meralat kalimatnya.


Mama Anna mencoba mengalihkan perhatian Anna dengan membawa semangkuk bubur hangat ke mejanya. "Ann, kamu sekarang makan dulu ya."


Anna menatap bubur itu tanpa selera. "Anna belum laper Ma."


"Ayo dong, jangan bikin Mama khawatir," bujuk Mama Anna dengan nada penuh kasih sayang.


Tak lama terdengar adzan ashar berkumandang, Anna melirik Maaya, memberinya kode.


"Hah?" Namun Maaya tidak paham maksud tatapan Anna.


"Anna makannya nanti aja Ma, maleman." Terang Anna.


"Kamu harus makan sekarang sayang,"


"Tapi Ma, ini masih ASHAR, nanti aja." Balas Anna sembari menatap Maaya.


Maaya akhirnya paham maksud Anna. Maaya pun mendekati Mama Anna.


"Biar Maaya aja yang nyuapin Anna. Tante juga pasti belum makan kan?"


"Iya Ma, Mama makan dulu aja. Anna bisa di jagain Maaya kok." 


"Yaudah, Mama beli makanan dulu ya,sekalian buat Maaya juga."


"Makasih Tante," ucap Maaya senyum nyenyir.


"Mama tinggal dulu ya."


"Iya Ma," angguk Anna.

***

"Kamu beneran yakin sama keputusanmu?" Tanya Maaya.


"Maksud kamu?" Tanggap Anna sembari memakai mukenanya.


"Kayaknya gak perlu aku tanya detail, kamu pasti udah ngerti Ann."


Anna menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sebelum memberikan jawaban. "Kamu tolong jagain di depan pintu ya," pintanya, berusaha mengalihkan perhatian Maaya dari pertanyaan yang membuatnya semakin terjebak dalam kebimbangan.


"Yaelah Si Anna, aku tanya serius lho," keluh Maaya dengan nada yang agak malas, tapi Anna bisa merasakan bahwa di balik keluhannya itu, tersembunyi kepedulian yang tulus.

***

"Gue pikir semua bakal berjalan lancar, tapi begonya gue baru insecure sekarang kalau gue emang gak pantes buat Anna," ucap Rio menceritakan semua kekecewaannya kepada teman dekatnya.


"Lu yakin sama keputusan lu?" tanya temannya dengan serius, mencoba memahami keadaan Rio.

"Bukannya sayang ya kalau lu lepas pacar lu gitu aja." tambahnya, memberikan pandangan dari sudut pandang yang berbeda.


"Entahlah, gue bener-bener stuck sekarang," keluh Rio, merasa terjebak dalam labirin emosinya sendiri.


"Yaudah gini deh yo, semua tergantung sama hati kecil lu sekarang. Gue gak bisa nyaranin apa-apa sama hubungan kalian," kata teman Rio dengan bijak, menyadari bahwa keputusan akhir tetap ada di tangan Rio.


"Thanks ya, lu udah mau dengerin curhatan gue."


"Santai bro," jawab temannya, mencoba memberikan dukungan pada Rio dalam situasi yang sulit ini.

***

"Rio!!" Teriak Maaya menemui Rio di tempat tongkrongannya, wajahnya penuh dengan kemarahan yang tak tertahankan.


"Lu bener-bener kebangetan ya!! Anna di rumah sakit terus mikirin lu, sedangkan lu malah asik nongkrong gini," hardik Maaya, suaranya gemetar karena emosi yang meluap-luap.


Rio nampak bingung tiba-tiba dilabrak seperti ini. Dia mengajak Maaya untuk bicara berdua, mencoba menyelesaikan masalah dengan baik.


"Udah deh gak usah pegang tangan gue!!" Bentak Maaya, menampis tangan Rio dengan keras, ekspresinya menusulkan kemarahan yang membara.


"Okee sorry," jawab Rio, mencoba menahan diri meskipun hatinya masih dipenuhi dengan kebingungan.


Lihat selengkapnya