"Anna mohon Pa, kasih restu buat Anna sama Mas Rio!!"
Papa Anna begitu terkejut melihat putrinya berlutut hanya untuk mendapat restu darinya.
Rio dan Mama Anna pun tak kalah terkejutnya.
"Kita harus lakuin apalagi Pa biar Papa mau ngasih restu buat Anna bisa menikah sama Mas Rio?"
"Kenapa Papa gak pernah mau ngehargain sikap baik Mas Rio sama Papa? Kenapa Papa gak bisa ngelihat usaha Mas Rio segitu besarnya buat ngedapetin restu dari Papa."
"Anna," Rio mencoba mengajak Anna untuk berdiri.
"Seharusnya aku yang ngelakuin ini."
Rio pun akhirnya ikut berlutut kepada Papa Anna.
"Saya mohon Om, saya sangat mencintai Anna."
"Saya janji akan membahagiakan Anna, saya janji tidak akan membuat Om sama Tante kecewa."
"Anna begitu penting untuk saya Om, saya tidak bisa berhenti mencintai Anna, meskipun saya udah mencobanya beratus-ratus kali."
Restu dari kedua orangtua Anna sangat berarti untuk hubungan saya dan Anna."
"Saya tidak akan menikahi Anna jika restu itu tidak ada."
***
Dr.Avan dan adik Anna, Lily yang baru saja pulang dari terapi, bisa mendengar jelas keributan yang terjadi di dalam rumah.
"Papa berantem lagi ya sama Mba Anna?" Tanya gadis berusia 8 tahun tersebut nampak murung.
Dr. Avan menyimpulkan senyumnya sembari mengelus bahu Lily. Dr.Avan lalu mengajak Lily untuk masuk kembali ke dalam mobil.
"Kamu tunggu dulu disini ya," ucap Dr.Avan lembut.
"Ini, kamu dengerin audio terapi yang kakak yakin pasti bisa bikin kamu tenang."
***
"Anna mohon Pa, cuma Mas Rio yang Anna cinta."
"Anna cuma mau menikah sama Mas Rio...." isak Anna tidak tertahankan.
"Kamu tidak mengerti juga apa yang Papa lakuin ini untuk kebaikan kamu!!"
"Papa gak mau kamu menyesal begitu menikah dengan dia!!"
"Anna yakin Pa, Anna gak mungkin nyesel menikah sama Mas Rio."
"Apa yang kamu harapkan dari dia?!!"
"Masalah iman dan kepercayaan pun dia tidak akan bisa mengerti!!"
Dr.Avan perlahan menghampiri mereka meskipun sebenarnya ia merasa tidak enak ada di antara keributan ini.
"Kamu harus percaya cuma Dr.Avan yang bisa membahagiakan kamu!!"
"Ngga Pa!!"
"Aku mohon Pa, jangan seret Dr.Avan ke dalam masalah ini."
"Anna dan Dr.Avan gak saling cinta. Apa yang bisa kita harepin?!!"
"Ma-maaf sebelumnya," ucap Dr.Avan mencoba menengahi.
"Maaf bukan bermaksud ikut campur."
"Mungkin kalian bisa bicarakan masalah ini baik-baik."
"Ini untuk kesehatan mental Lily," terang Dr.Avan.
"Lily pasti bakalan sedih terus mendengar keluarganya ribut."
"Mungkin Om bisa coba kasih kepercayaan sama Anna dan Rio untuk membuktikan mereka bisa bahagia meskipun berbeda kepercayaan."
Anna diam termenung. Anna tahu jika Papanya hanya mau mendengarkan Dr.Avan sebagai orang yang sangat dipercayainya.
"Anna dan Rio sudah dewasa. Saya yakin mereka bisa menentukan pilihan mereka sendiri."
"Jika cinta diantara mereka kuat, sekeras apapun Om menentang, mereka pasti akan memperjuangkannya."
Papa Anna terdiam memandang Rio dan Anna, sekaligus memikirkan ucapan Dr.Avan.
***
"Saya terima nikahnya Anna Carole Bin Bratadikara dengan mas kawin satu set perhiasan emas dibayar tunai," ujar Rio terdengar lantang.
"Bagaimana saksi? Sah?"
"Sah!!"
Rio dan Anna tersenyum bahagia sekaligus bersyukur akhirnya mereka bisa bersatu dalam tali pernikahan.
Namun raut wajah Papa Anna tidak bisa berbohong. Amarah tertahan begitu jelas terlihat di wajah Papa Anna.
"Makasih ya Pa, udah kasih restu buat Anna sama Mas Rio," ucap Anna dalam tangisnya ketika melakukan sungkeman.
"Hmm," tanggap Papa Anna biasa saja.
"Kamu jangan lupa sama janji kamu."
"Iya Pa, Anna gak akan ninggalin Papa."
Rio tahu jika Papa Anna belum benar-benar merestui pernikahan mereka dan menerima dirinya.
***
"Mas, Aku seneng banget akhirnya bisa nikah sama kamu," ungkap Anna memeluk manja Rio.
"Aku juga, sayang, aku gak nyangka Papa kamu bakalan ngijinin kita nikah," ucap Rio mengelus rambut Anna.
"Ibu aku juga pasti bahagianya sama kayak kita sekarang."
"Kamu kangen Ibu ya Mas?"
Rio melemparkan senyumnya sembari menatap Anna.