Dia merangkak dengan posisi kepala terbalik mendekatiku. Aku ketakutan, dengan langkah menyeret mundur kebelakang. Pintu keluar hanya berjarak lima meter dari tempatku berdiri. Tapi...
Satu langkah aku mundur ke belakang, maka dia juga. Satu langkah maju ke depan, mendekatiku. Jujur, aku sudah tidak punya tenaga lagi. Dengkulku lenas seperti jely, bulir-bulir keringat juga sudah menetes dari dahi. Membuat basah punggung dan pipi.
Kretek... kretek...
"Argggh sial!" Makiku dalam hati.
Tidak cukup puas dengan bentuk tubuhnya yang mengilukan tulangku. Kini makhluk itu memutar kepalanya dengan radius tiga ratus enam puluh derajat. Membuatku merasakan ngilu sejenak. Tetesan darah yang keluar dari sekeliling lehernya membuatku bergidik ngeri.
Ketakutanku pada darah membuat lututku lemas. Padahal aku sudah berdiri di belakang pintu. Bahkan tanganku sudah meraih handle pintu sedari tadi. Tapi, aku tidak sanggup lagi melangkah. Dan sekarang apa yang harus aku lakukan?
Tap... tak tak
Tap... tak tak
Makhluk itu terus mendekat dengan kepala miring ke kanan dan ke kiri.
Aku pasrah, mungkin ini akhirnya...
***
Tok... tok... tok...
Mataku terbuka, peluh membanjiri sekujur tubuh. Nafasku tidak beraturan, sekilas seperti seseorang yang sedang lari maraton. Mataku menatap ke sekeliling ruangan.
Ah akhirnya aku bisa bernafas lega. Sekarang aku berada di kamarku. Berarti yang tadi adalah mimpi. Dan entah kenapa rasanya sangat-sangat nyata sekali.
Tok... tok... tok...
Suara ketukan dari pintu depan membuatku sejenak terdiam. Kulirik jam di atas nakas. Pukul dua puluh empat kosong kosong. Itu artinya tepat jam dua belas malam.
Satu hal yang terlintas di benakku saat ini adalah, siapa orang yang kurang kerjaan bertamu malam-malam seperti ini?
Namun, aku memberanikan diri untuk bangkit dari tempat tidur. Meski tersisa rasa takut dan lemas. Aku tidak bisa mengabaikan orang yang datang saat ini. Bisa saja, mereka tetangga yang sedang butuh bantuan.
Keluar dari kamar aku melangkah ke pintu depan. Ketukan itu tidak terdengar lagi. Tapi entah kenapa hawa dingin menusuk tiba-tiba masuk menyelusup hingga ke tubuhku. Punggungku yang basah oleh keringat mendadak dingin seperti membeku.
Kupegang tengkuk leher, kuraba seluruh lenganku. Dapat dipastikan seluruh bulu kuduknya sedang berdiri seketika.
Mengalahkan rasa takut aku berjalan menuju pintu. Memutar kunci yang memang tergantung dengan sengaja. Memegang handle pintu, sedikit lagi pintu akan terbuka.
"ANDII!"
Surya menarik tubuhku hingga aku terhuyung ke belakang bahkan hampir terjengkang. Kalau tidak berpegangan pada dinding di belakang otomatis aku jatuh seketika.
Ceklek... ceklek...