"Hari ini kita tidur di sini."
Surya, Reno dan Rian melihat ke arahku dengan alis bertaut.
"Aku balik kampung aja malam ini Di. Atau mencari penginapan murah tidak masalah. Asal bukan di sini. Aku tidak mau. Ada yang aneh dengan rumah ini." Reno membereskan tasnya bahkan hendak pergi keluar.
"Ren, dengarkan aku dulu! Kamu tidak lihat ufuk merah itu." Aku menunjuk ufuk merah yang sudah mulai bermunculan. "Kalau kamu nekat pergi apa yang akan terjadi? Sebentar lagi maghrib aku tidak yakin kamu bisa keluar dari rumah ini dengan cepat. Sebaiknya kita di sini dulu. Sampai menunggu besok. Setelah itu kita akan pergi, aku janji."
"Lalu, apabila kita tetap di sini. Kamu bisa menjamin keselamatan kita?" Rian kali ini membuka suara.
"Asal kita mengikuti peraturan ini, mungkin kita bisa selamat," ucapku lirih bahkan tampak seperti gumaman.
"Kamu lihat peraturan itu Di, tulisan di sana mengisyaratkan kalau ada satu sosok tak kasat mata yang sedang menunggui rumah ini. Kalau kita tetap di sini maka habislah kita." Kali ini Reno angkat bicara.
"Ini semua salahku, seharusnya aku membaca peraturan itu dahulu sebelum datang ke sini."
Blam...
Aku menutup pintu dengan suara keras. Membuat ketiga temanku terdiam seketika.
"Tidak ada gunanya berdebat sekarang. Surya periksalah beberapa jendela. Barangkali ada yang terbuka." Surya mengangguk ia berjalan dengan langkah lunglai meninggalkan kami.
"Kalau kamu tetap ingin pergi. Pergilah Reno! Tapi aku tidak tanggung jawab jika sesuatu terjadi padamu." Reno terdiam ia masih memikirkan kata-kataku. Aku melirik Rian yang sedang menatapku. Dia sepertinya tahu apa maksudku.
"Aku di sini saja," ucapnya lalu duduk di atas kursi yang tersedia di ruang tamu.
"Sudah?" Tanyaku pada Surya yang baru kembali. Dia mengangguk.
Sayup-sayup suara adzan maghrib terdengar. Aku segera beranjak dari tempat duduk. Melangkah menuju kamar mandi. Namun urung saat seseorang memegang lenganku.
"Kamu mau ke kamar mandi Di?" Tanya Surya. Aku menjawabnya dengan anggukan.
"Shalat maghrib," ucapku lirih.
"Aku ikut." Rian beranjak dari duduknya berjalan mengikutiku.
"Kamu Ren?"
"Aku tidak, kalian saja. Aku akan menunggu di sini. Lagipula tempat ini kotor, kalian akan shalat dimana?"
"Dimana saja, kita bisa membersihkannya. Atau dialasi dengan kardus."
"Terserahlah," Reno berbaring di atas sofa dengan menutup kedua matanya menggunakan lengan.
"Jangan berbaring saat maghrib Ren tidak baik," ucapku padanya. Dia hanya diam tanpa mengindahkan perkataanku. Bersama Surya dan Rian, kami beranjak menuju ke kamar mandi.